Pengukur kedalaman saya sudah menyentuh angka 20 meter, namun belum setengah badan kapal yang kami telusuri. Kapal Liberty jauh lebih besar daripada kapal kargo Jepang di Sangihe. Panjang kapal Liberty mencapai 120 meter dengan salah satu ujung berada di kedalaman 5 meter dan ujung lainnya terperosok hingga 29 meter. Suker menginstruksikan saya untuk mengeksplorasi bagian dalam kapal bersama Nengah, pendamping selam saya. Sementara dia dan penyelam relawan kembali ke permukaan.
Saya memeriksa sisa udara di tabung. Ternyata masih di atas 100 bar, lebih dari setengah penuh. Arus yang cenderung tenang di Tulamben membuat tenaga dan napas saya lebih hemat. Saya membuntuti Nengah masuk ke dalam kapal Liberty. Tiang-tiang yang melintang masih tampak kokoh. Namun, penyelam harus waspada mengingat usia Liberty yang sudah renta. Beberapa bagian juga sudah berlubang.
Di dekat salah satu tiang kapal yang sudah terkapar di dasar, saya bertemu dengan koloni belut laut. Hewan-hewan tersebut langsung bersembunyi di pasir saat saya mendekat. Gerakannya yang gesit membuat saya kesulitan menangkap foto mereka. Tidak terasa pengukur udara hampir menyentuh garis merah. Saya harus kembali ke permukaan setelah sekitar satu jam berziarah di kuburan kapal USAT Liberty.
Selain kapal karam USAT Liberty, Tulamben memiliki dua titik selam lain yang juga menarik, yaitu Drop Off dan Coral Garden. Letak keduanya tidak jauh dari bangkai kapal. Konon di Drop Off, ikan-ikan besar seperti hiu martil kadang muncul. Tapi, saya tidak berjodoh dengan satu pun hiu di titik ini. Saya malah bertemu schoolingfish goldline dalam formasi lingkaran super besar. Hiu jenis blacktip baru saya jumpai di Coral Garden.Lingkungan sekitar bangkai kapal USAT Liberty menjadi hebitat bagi fauna bawah air (Journalist Divers)
Di titik selam yang terbentang pada kedalaman 3-28 meter ini pula saya disuguhi atraksi ‘udang pembersih’ yang membersikan gigi Kadek. Saya mencoba atraksi bersih-bersih ini dengan mengulurkan tangan. Dengan sigap udang ini membersih sela-sela kuku saya. Lumayan juga daripada pedicure ke salon. Tapi bukan atraksi bersih-bersih ini yang menggoda saya untuk menyelam di Coral Garden. Di titik ini terdapat taman stupa, patung Budha, dan patung dewa-dewi. Patung batu ini sengaja ditenggelamkan sebagai media transplantasi koral. “Kami ada jadwal rutin memeriksa kondisi patung. Patung-patung ada yang jatuh karena gelombang di sini besar,” Kadek bercerita.
Coral Garden juga menjadi titik favorit saya untuk snorkeling. Pada kedalaman tiga meter sudah terhampar anemon beserta penghuninya, si ikan badut “nemo”. Di dekat anemon, beraneka rupa ikan berseliweran mencari makan. Ada oriental sweetlips, triggerfish, sepasang morish idol, dan sekelompok panda butterfly. Saya iseng membututi ikan palette surgeonfish yang berenang sendirian. Begitu sadar diikuti, ikan yang menjadi karakter utama film Finding Dory ini langsung ngacir. Saya langsung teringat adegan saat Dory berkejaran dengan Marlin.
Lokasi snorkeling asik lainnya adalah ujung terdangkal bangkai kapal USAT Liberty. Titik ini juga menjadi incaran para penyelam bebas yang menjelajah laut tanpa tabung oksigen. Dalam satu tarikan napas, mereka menyusuri bangkai kapal. Saya sempat mencoba, tapi napas saya masih pendek untuk masuk lebih dalam. Butuh belajar teknik khusus untuk sehandal mereka. Di Tulamben sendiri sudah ada sekolah khusus penyelam bebas bernama Apnea. Mungkin lain waktu saya ingin juga belajar di sana agar bisa menikmati keindahan laut Indonesia dengan cara berbeda. Selamat berkelana!
Nita Dian (Bali)