Perjalanan selama 30 menit pertama terasa nyaman karena arus sungai selebar rata-rata 25 meter itu mengalun tenang. Sampan bermotor pun melaju tanpa hambatan.
Di jalur ini pelancong akan bertemu nelayan sedang mencari ikan dan petani yang mengolah sagu. Ada juga anak-anak bermain riang memanjat pohon kelapa yang menjorok ke sungai. Hati kita pun ikut senang.
Semakin dekat ke desa tujuan, sungai mulai menyempit dan banyak halangan. Banyak pohon besar melintang. Pengemudi harus hati-hati memilih jalur agar tidak merusak baling-baling motor sampan.
Bagian yang paling berat adalah saat petualangan berlanjut dengan berjalan kaki. Maklum, desa yang dituju tidak berada langsung di pinggir sungai. Diperlukan waktu setidaknya satu jam untuk sampai ke tujuan. Beban ransel di pundak akan semakin terasa berat.
Rute ini berupa jalan setapak yang sebagian besar berupa tanah berlumpur. Agar tidak terperosok ke dalam kubangan, warga setempat membentangkan pohon atau kulit batang sagu.
Jika tidak bisa menjaga keseimbangan saat meniti pohon, alih-alih akan terperosok ke dalam. Dan jika tidak menggunakan sepatu bot, tidak jarang sepatu yang dipakai terlepas dan tertinggal di dalam lumpur.
Namun rasa lelah selama perjalanan segera terobati saat sampai di tujuan. Yakni saat anda mendapat sambutan ramah dan bersahabat dari keluarga Aman Andres, sikerei atau ahli pengobatan tradisional Mentawai, yang juga bertindak sebagai pemuka adat.
Selanjutnya: Menyelani Kehidupan Warga Mentawai