TEMPO.CO, Padang - Bagai penggemar petualangan alam bebas, melancong ke pedalaman Mentawai bisa menjadi salah satu pilihan menarik. Hanya saja, untuk menjelajahi tempat itu diperlukan mental dan fisik yang tangguh.
"Kalau merasa bukan seorang petualang, lebih baik tidak usah bermimpi mau berwisata minat khusus ke pedalaman Mentawai," kata Ade Permana Saputra, seorang pemandu wisata di Muara Siberut, Kepulauan Mentawai.
Ya, untuk sampai ke Mentawai memang mesti menembus medan menantang. Wisatawan harus menyeberangi Samudera Hindia dari Pelabuhan Muaro ke Muara Siberut. Lalu dilanjutkan menyusuri sungai menuju pedalaman, ditambah dengan berjalan kaki.
Menyusuri sungai dari Muara Siberut (ibukota Kecamatan Siberut Selatan) hanya bisa dilakukan dengan sampan kayu bermotor. Oleh penduduk lokal wahana ini disebut pompong.Dermaga di desa Mailipet, Pulau Siberut. (Tempo/Febrianti)
Pompong tidak dilengkapi dengan kayu penyeimbang atau cadik di kiri dan kanan. Jadi penumpang harus berhati-hati menjaga keseimbangan perahu. Salah melangkah atau tidak bisa menjaga keseimbangan, perahu akan oleng, bukan tak mungkin terbalik menumpahkan seluruh isinya ke sungai berarus deras.
Sampan ini terbuat dari pohon besar. Rata-rata memiliki panjang antara 7-9 meter dan lebar sekitar 60cm. Hanya enam penumpang bisa dimuat di sana. Bila bermuatan penuh, perahu akan merendah, hingga jarak antara bibir perahu dengan permukaan air sungai tidak lebih dari satu jengkal. Membuat hati ser-seran…
Di sampan kecil itulah, rombongan wisatawan harus menguji kekuatan pinggang. Karena posisi tubuh harus duduk meringkuk selama empat jam saat menyusuri sungai menuju Desa Rogogot. “Ketika itu, beberapa tamu saya, gadis muda berusia sekitar 20-an, menjerit-jerit ketakukan saat menembus gelap menyusuri sungai ke hulu,” kisah Ade.
Selanjutnya: Hambatan di Sungai dan Jalan Berlumpur