Salah satu favorit pengunjung adalah Sate Melayu Pontianak. Bentuknya tak berbeda dengan sate pada umumnya. Tapi, ketika digigit, aroma jeruk kitkia, sejenis jeruk sambal khas Pontianak, merasuk betul ke dalam dagingnya. Sate ini dimakan dengan saus kacang dan kuah kaldu dari tetelan sapi, bunga pekak, dan kayu manis.
Dari Sultan Bulungan, Meliana belajar membuat Tumis Udang Galah Jahe. Ada pula Lawa Gamal, yang terbuat dari rumput laut segar Pantai Amal, Kalimantan Utara, dan kelapa parut sangrai. Juga Lawa Mentimun yang segar, campuran mentimun, kelapa parut, cabai, dan daging udang bakar yang dipotong-potong.
Ada juga masakan rumahan, seperti telur dadar pare dari Pontianak, Kalimantan Barat. Meski memakai pare, “Tak perlu takut pahit. Anak-anak pun bisa memakannya,” ujar Meliana. Rahasianya, ”Pare diiris tipis, remas dengan garam hingga air terkuras, rebus sebentar.” Selain itu, ada iwak karing batanak, ikan telang asin yang diguyur kuah santan. Ini adalah masakan rumah yang kerap dirindukan masyarakat Banjar perantauan. Meliana mencampurnya dengan telur bebek.
Agar semakin mantap, hidangan sebaiknya ditemani Dadah Belasan, sambal khas suku Dayak Kahayan, Kalimantan Tengah, yang terbuat dari campuran cabai rawit, terasi, kemiri, bawang merah, dan daun serai. Alternatif lainnya adalah Sambal Terung Asam khas Pangkalan Bun yang lebih asam dan lebih segar. Bahan utamanya adalah terung asam rimbang, sejenis terung lokal yang diboyong langsung dari sana. Pada akhir acara, semuanya diguyur dengan pencuci mulut bubur gunting Pontianak dan sarang burung walet Kalimantan. Keduanya menu khas peranakan Cina.
SADIKA HAMID