Rofik mengatakan kebiasaan yang masih tetap dipertahankan dari warung ini sejak dulu adalah jajanan tradisional. "Pisang goreng, tahu petis, sejak dulu sampai saat ini masih kami sediakan," katanya.
Restoran Rawon Nguling saat ini telah berusia 73 tahun dari sejak warung ini mulai dirintis pada 1942. Saat ini, jumlah karyawannya sebanyak 45 orang yang rata-rata sudah bekerja sejak puluhan tahun lalu. Warung buka pada pukul 05.00 WIB dan tutup pada 21.00 WIB. Kapasitas warung saat ini sekitar 250 tempat duduk. "Ruang ber-AC berkapaitas 40 kursi. Ruag biasa sekitar 200-an kursi," katanya.
Menurut Rofik, setiap hari memasak sekitar 150 kilogram daging sapi. "Setiap hari, sekitar 1.000 piring terjual," katanya. Rofik juga mengatakan proses memasak rawon sampai saat ini masih mempertahankan kebiasaan yang dulu. "Masih memakai bahan bakar kayu saat memasaknya," kata dia. selain itu, bahan baku seperti kluwek didatangkan dari daerah di kaki Gunung Semeru di Lumajang. "Dekat Piket Nol, Lumajang, kluweknya berasal," kata Rofik.
Pelanggan Rawon Nguling saat ini, kata Rofik memiliki ikatan emosional. "Banyak yang cerita kalau dulu pernah diajak ayahnya atau kakeknya makan di Rawon Nguling. Dan saat ini mereka mengajak anak-anaknya atau cucunya makan di Rawon Nguling," ujar dia. Ribut, salah satu pelanggan Rawon Nguling mengatakan sangat menikmati makanm di Rawon Nguling. "Tempatnya nyaman. Irisam daging rawonnya besar-besar. Empalnya empuk," kata Ribut, warga Lumajang kepada TEMPO.
Restauran Rawon Nguling bisa dijangkau dengan alat transportasi apa saja yang melewati jalur utama Pasuruan-Probolinggo. Dari Surabaya, bisa ditempuh dengan bis antar kota dalam propinsi dari Terminal Bungurasih, Sidoarjo. Perjalan bis memakan waktu sekitar tiga jam paling lambat. Sedangkan dari Terminal Bayuangga, Kota Probolinggo, tak lebih dari 30 menit. Kernet bis lebih karib mengenal Rawon Nguling ini sebagai Warung Lumayan. Bis akan persis berhenti depan warung ini.
DAVID PRIYASIDHARTA