Mulai berkembang pesat ketika diteruskan oleh generasi ketiga yakni lima anak dari almarhum suami-istri M Dahlan dan Fatimah Dahlan. Rofik mengatakan awalnya warung tersebut bernama Warung Lumayan (Loemajan) ketika dikelola generasi kedua. Warung sudah permanen kendati bentuknya masih kuno. Saat itu kendaraan-kendaraan truk material, bis (Damri) banyak berhenti untuk makan di warung ini sekitar 1970-an.
"Ini juga menjadi tempat transit jamaah haji yang selalu diangkut bis Damri. Warung ini jadi pangkalan bis Damri saat itu," ujar dia. Saat itu masih jarang kendaraan pribadi yang berhenti di warung ini.
Sekitar 1985, warung yang mulanya dinamakan Warung Loemayan, kemudian berganti nama menjadi Rawon Nguling. "Sebutan rawon Nguling ini berasal dari sebutan pengunjung sendiri," katanya.
Sejarah nama Rawon Nguling ini ternyata dari getok tular antara pengunjung kepada orang lainnya yang menginformasikan bahwa dan rawon yang enak di dekat Pasar Nguling. "Akhirnya jadilah nama Rawon Nguling itu," kata dia. Bahkan keluarga kemudian mempatenkan nama Rawon Nguling ini.
Di tangan generasi ketiga ini, warung Rawon Nguling tidak hanya menyajikan rawon sebagai menu harian. Ada beragam menu lainnya seperti Kare, Pecel, Sup, Soto, Krengsengan Kambing serta beberapa menu lainnya. Pada 1989, warung dibongkar secara total dan dibangun warung baru yang lebih besar. "Karena warung masih dalam pembangunan, akhirnya rumah tinggal yang dijadikan warung sementara waktu saat itu," kata Rofik. Pembongkaran warung dilakukan untuk memperbesar warung.
Selesainya warung ini diwarnai duka yang menyelimuti keluarga. H M Dahlan meninggal tak lama setelah warung selesai dibangun dan menjadi lebih besar. Seiring bertambah besar dan terkenalnya warung Rawon Nguling, pengunjung yang datang tidak hanya dari kalangan supir truk, penumpang bis hingga kendaraan pribadi saja. Pejabat negara, tokoh politik, tokoh nasional serta artis atau seniman nasional juga pernah berkunjung untuk menikmat nasi rawon Nguling.