TEMPO.CO, Jakarta - Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, yang berada di Teluk Bima, menyimpan cerita-cerita menarik. Salah satunya adalah tradisi masyarakat menggunakan kain tenun klasik sebagai pakaian untuk aktivitas sehari hari.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, kepada Tempo saat berkunjung ke Kota Bima, Sabtu 27 April 2024, mengatakan bahwa Kota Bima salah satu daerah penyangga wisata nasional di wilayah timur.
“Bima juga merupakan tempat produksi kain tenun hingga aksesori rajut. Semua kerajinan tersebut dikerjakan oleh masyarakat asli Dou Mbojo yang mayoritas perempuan,” ujarnya saat membuka Festival Rimpu Mantika.
Beberapa tahun belakangan, Kota Bima berubah menjadi kota transit wisata untuk Labuan Bajo ke arah timur dan Lombok - Bali ke barat. Itu sebabnya, kota seluas 222,25 kilometer persegi ini sering didatangi turis seluruh dunia.
Dulunya masyarakat Kota Bima hanya hidup dari melaut dan bercocok tanam di gunung (ngoho). Namun, sepuluh tahun terakhir, perempuan Bima mulai menenun, salah satu karya mereka adalah kain tenun Dongo yang disebut dengan tembe mee.
"Bagaimana caranya ya benang itu bisa diubah menjadi kain?" kata Sandiaga Uno bertanya.
Kain tembe mee
Ketua Museum Sampa Raja Kota Bima Dewi Ratna Muchlis mengatakan bahwa tenun sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Bima. Cucu dari Sultan Salahudin Bima itu bercerita tenun tembe mee dari Donggo berwarna hitam. Konon, selain digunakan untuk rimpu (cara berbusana masyarakat Bima-Dompu yang menggunakan sarung khas Bima-Dompu), juga bisa mengobati segala macam penyakit kulit.
”Iya betul, kain itu dibuat dengan bahan yang mengandung obat, sudah dilakukan sejak zaman kerajaan,” ujar Dewi yang juga sarjana Filologi Universitas Padjajaran Bandung ini, pada Sabtu, 27 April 2024.
Dewi bertutur, kecintaan masyarakat Bima pada kerajinan tenun sudah melekat sejak zaman dulu hingga sekarang. Kecintaan ini mendapat dukungan dari pemerintah dengan adanya gedung galeri hingga alat tenun.
"Kami sedang berupaya mempertahankan budaya tenun asli Donggo," kata Leny Lestari, dari komunitas Lentera Donggo, sahabat penenun.
Sampai saat ini masyarakat Mbawa Donggo sudah memproduksi berbagai motif tembe mee. Kain tenun ini dijual tidak hanya di Kota Bima tetapi juga keluar daerah.
Destinasi wisata kerajinan
Setelah adanya kelompok tenun, masyarakat Kota Bima tidak berpuas diri. Mereka terus berupaya menjadikan kota ini sebagai destinasi wisata kerajinan. Warga yang belajar menenun dan merajut pun kini semakin bertambah. Berlahan-lahan, kunjungan ke sejumlah sentra tenun juga semakin ramai.
Hal menarik dari sentra-sentra tenun ini adalah lokasinya yang berada di perkampungan asri, seperti di Kampung Ntobo dan Raba Dompu. Jadi, selain melihat proses pembuatan dan belanja kain tenun, pengunjung juga bisa menikmati suasananya. Seorang pengrajin membuat tenun dalam rangkaian acara Festival Rimpu Mantika di Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu, 27 April 2024 (TEMPO/Akhyar M. Nur)