TEMPO.CO , Jakarta -- Empat ratus pedagang sate maranggi khas Purwakarta, Jawa Barat, dilatih soal branding. Pelatihan dilakukan dalam upaya menambah sentuhan kemasan agar sate maranggi tak hanya jago kandang.
"Ke depan, kami menginginkan sate maranggi bisa go national, bahkan go international," kata Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, saat dihubungi Tempo, Kamis pagi, 7 Mei 2015.
Berdasarkan hasil kajian pakar kuliner dan survei publik pembeli sate maranggi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Dedi menjelaskan, sebelum bisa go national dan go international, para pedagang itu harus diberi sentuhan soal sisi kelemahannya. "Kelemahan mereka ya dari sisi branding itu," ujar Dedi.
Dedi optimistis, jika masalah branding ini sudah dikuasai oleh para pedagang sate maranggi, go national dan go international itu tinggal menunggu waktuku.
Dedi mengklaim bahwa sate maranggi oleh Kementerian Pariwisata sudah ditahbiskan sebagai ikon kuliner Purwakarta. "Kami ingin mempertahankan predikat itu dan bahkan terus berinovasi," ujar Dedi.
Praktisi branding, Soebiakto Priosoedarsono, juga sependapat bahwa kelemahan para penjual sate maranggi adalah branding. “Cara praktisnya yakni menghadirkan sate maranggi ke Jakarta. Sebab, Ibu Kota adalah barometer disenangi atau tidaknya sebuah menu kuliner yang hidup di bumi Indonesia," kata Soebiakto.
Sate maranggi memiliki ciri yang sangat khas karena rasanya yang manis dan gurih dan dia yakin bisa berkompetisi dengan jenis menu kuliner lainnya di kancah nasional. Bahkan sate itu juga bisa menembus pasar Eropa, Amerika, dan Australia. "Sebab, kekhasan rasanya itu membuat sate maranggi bisa diakrabi lidah orang asing," kata Soebiakto.
Pemilik kuliner sate maranggi Cibungur khas Purwakarta, Yetty, mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta memberikan pelatihan branding bagi para pemilik saung maranggi tersebut. "Bisa menambah ilmu dan wawasan baru buat mengembangkan bisnis sate maranggi yang sudah ada," ujarnya.
NANANG SUTISNA