TEMPO.CO , Jayapura:Lukisan kulit kayu. Salah satu cenderamata yang sering dicari para turis atau siapa saja yang berkunjung ke Kabupaten Jayapura. Sebab lukisan motif khas budaya setempat yang tertuang di atas selembaran kulit kayu sejenis pohon bergetah (ficus), yang warga setempat menyebutnya pohon ‘Khobouw’ ini, memang tak ada duanya di dunia.
Untuk mendapatkan lukisan kulit kayu ini, bisa dibeli di Kampung Asei Besar, yang terletak di Kabupaten Jayapura, Papua. Harganya bervariasi dari Rp 50 ribu hingga jutaan rupiah tergantung ukuran dan motif lukisannya. Kampung Asei Besar, yang terletak di sebuah pulau dengan jumlah penduduk sekitar 75 kepala keluarga, memiliki tradisi melukis di atas kulit kayu yang kuat dari yang tua hingga anak-anak.
“Tradisi melukis di atas kulit kayu telah dimulai sejak tahun 1600-an. Tradisi ini sempat punah dengan perkembangan zaman. Kulit kayu ini merupakan kelengkapan hidup sebagai busana yang dalam bahasa kami disebut malo. Akibat busana beralih ke bahan dasar kain dan tekstil lainnya, maka lukisan di atas kulit kayu ini pun mulai ditinggali,” kata salah satu pelukis kulit kayu dari Kampung Asei Besar bernama Corry Ohee, saat ditemui di Kampung Asei Besar, Kamis, 11 September 2014.
Tapi pada 1975, kata Corry, antropolog asli Papua Arnold Ap dan Danielo Constantino Ayamiseba menggerakkan kembali tradisi mengukir atau melukis kulit kayu, ukiran asli Suku Asei. Hingga saat ini tradisi itu terus dilanjutkan. Bahkan, lukisan kayu diperkenalkan ke manca negara seperti di sejumlah negara di Eropa.