Menurut Corry, sejumlah lukisan asli kulit kayu milik Suku Asei masih tersimpan rapi di sejumlah museum-museum besar di daratan Eropa. Salah satu budayawan berkebangsaan Eropa, Prof Jac Hoogerbruge, mengumpulkan foto-foto lukisan tersebut di sejumlah negara Eropa dan membuat buku tentang lukisan kulit kayu itu.
Lukisan kulit kayu berbahan dasar kulit kayu sejenis pohon bergetah, seperti pohon beringin, pohon sukun, dan pohon nangka memang unik. Proses pengolah hingga menjadi kulit kayu dengan cara, kulit pohon yang sudah ditebang dari pohonnya dikuliti tipis-tipis, lalu ditumbuk, dibilas dan dijemur hingga kering. Setelah itu baru dapat digunakan untuk melukis atau mengukir.
Beberapa motif kulit kayu yang biasanya dilukis warga setempat, yakni motif yang bernuansa kekayaan alam, kearifan local, dan keadaan di sekitar lingkungan warga. “Tapi tiap lukisan yang dihasilkan memiliki makna bagi keberlangsungan kehidupan warga setempat,” katanya.
Namun menurut Corry, ada beberapa motif yang wajib dan sering digunakan warga dalam lukisan di kulit kayunya, yakni motif Yoniki. Motif ini merupakan lambang kebesaran dan keagungan seorang raja atau ondofolo di adat penduduk Sentani. Yoniki adalah motif tertinggi untuk seluruh Ondofolo di Sentani.