TEMPO.CO, Padang - Asap mengepul dari pemanggangan saat puluhan tusuk daging sate sedang dipanggang dan diperciki minyak bekas menggoreng bawang merah. Aroma sedap seketika memenuhi warung sate dan terbang ke jalan raya bersama asap yang menguap ke udara, membuat siapa pun yang sedang berjalan jauh darinya akan tergoda untuk mencicipi sate hangat di warung itu.
Pak Haji, pemilik warung sate asyik, mengipas bara api di pemanggang dan tangannya dengan cekatan membelah ketupat dan menatanya dalam piring plastik yang sudah dialasi daun pisang.
Seporsi ketupat itu disiram dengan kuah sate panas dari periuk besar yang terjerang di sebelah pemanggang. Lalu puluhan tusuk sate yang sedang dipanggang dicelupkan ke kuah dalam periuk dan ditaruh di atas ketupat di setiap piring. Di atas ketupat ini juga ditaburi dengan bawang goreng.
Warung sate di persimpangan jalan di Simpang Empat Kapalo Koto, di Pasar Baru Kecamatan Pauh, Padang, Sumatera Barat, atau jalan ke kampus Universitas Andalas ini saban sore hingga malam selalu ramai dikunjungi pembeli. Warung ini juga dikenal sebagai sate Pak Haji, panggilan Pak Janewar yang sudah berjualan sate ini sejak awal 1980.
Sebenarnya, sate Pauh ini adalah sate Padang, tetapi dibuat dengan kekhasan pemiliknya yang warga Pauh di Padang. Jadi, namanya sate Pauh. Walau diberi merek sate Pauh, masakan ini lebih dikenal sebagai sate Pak Haji Simpang Empat Kapalo Koto.
Pak Janewar sendiri kukuh mengatakan, satenya tidak sama dengan sate Padang lainnya, karena ini memang sate khas Pauh, kampungnya.
"Kalau sate Padang itu kebanyakan yang membuat kan orang Pariaman, kuahnya merah, pakai kacang sedikit. Kalau sate Pauh ini bumbunya juga beda dari sate Pariaman," kata Pak Janewar.
Perbedaan sate Pauh ini adalah pada bumbu kuahnya yang ditambah dengan gilingan kelapa yang sudah disangrai, sehingga kuahnya berwarna kecokelatan. Daging sate juga dibalur dengan parutan kelapa yang sudah dicampur dengan bermacam bumbu. Ini menambah gurihnya sate setelah dibakar.
Bahan dan bumbu untuk kuahnya hampir sama dengan sate Padang lainnya. Kuahnya dari campuran tepung beras dengan kaldu daging sapi yang direbus bersama lebih dua puluh jenis bumbu segar dan rempah-rempah. Bumbu segarnya di antaranya lengkuas, kunyit, daun kunyit, daun jeruk purut, cabai merah, bawang merah, dan ketumbar.
Sepiring sate Pauh yang terhidang hangat sungguh membangkitkan selera. Kuah satenya gurih berwarna kecokelatan. Bumbunya amat pas, tidak terlalu tajam, mungkin karena ada tambahan kelapa sangrai yang digiling.
Ketupatnya empuk dan dagingnya juga empuk dan wangi karena hanya dipanggang sebentar. Kuah satenya juga kental, bahkan saat satenya diangkat, kuahnya masih menempel di sate. Selain sate daging, ada juga sate lidah dan usus. Jenis satenya bisa dipesan sesuai selera.
Seporsi sate Pauh dengan dengan tiga ketupat dan enam tusuk sate daging atau campuran usus dan lidah hanya seharga Rp 13 ribu. Dalam sehari Pak Janewar mengolah 15 kilogram daging dan jeroan sapi untuk sate, dan 500 buah ketupat.
FEBRIANTI
Berita terpopuler lainnya:
Terkena Meningitis, Ashanty Belum Berobat ke Luar Negeri
Suhu Lembah Oymyakon Capai Minus 71 Derajat
Kedutaan Pastikan Anak Hilmi Masih di Turki
KPU Cianjur Tunggu Penggantian Surat Suara Rusak
Nestle Temukan Daging Kuda di Produk Makanan