TEMPO.CO , Yogyakarta - Suasana kompleks Candi Ratu Boko begitu hening saat tengah malam. Suasana itu menambah rasa magis. Saat itulah waktu yang sangat tepat untuk bermeditasi. Bagi penyuka meditasi dan "jurit malam" sesekali bisa melakukannya di beberapa lokasi. Ada di pelataran, di sekitar sumur, dan beberapa lokasi lainnya.
"Para resi di zaman dulu juga masih bermeditasi melanjutkan perjalanan mereka ke akhirat," kata Herman Janutama, salah seorang spiritualis yang sering bermeditasi di lokasi-lokasi candi, Kamis malam, 30 Agustus 2012.
Saat bermeditasi, ia dan teman-temannya merasakan ada suasana yang membuat hati semakin dekat dengan Yang Maha Kuasa. Perenungan demi perenungan kehidupan spiritual manusia bisa menjadi tonggak dalam beribadah, seperti yang diajarkan masing-masing agama.
Bahkan, menurut pengakuan dia, dari penglihatan spiritual, dalam susana hening itu terlihat para resi dan agamawan di zaman Candi Ratu Boko ada yang masih berpakaian selayaknya para resi dan bermeditasi. "Mereka terus melanjutkan perjalanan spiritual," kata Herman.
Bagi para pemeluk agama saat ini, terlepas dari perbedaan pendapat soal meditasi, "jurit malam" dan perenungan di lokasi yang magis itu kadang perlu dilakukan. Melepas hiruk pikuk kehidupan duniawi manusia yang kadang membuat hati tak tenang. Salah satu alternatif penenangan hati adalah bermeditasi. Lokasi Candi Ratu Boko sangat tepat untuk melakukan itu.
Candi Ratu Boko merupakan situs arkeologi berupa Keraton Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8. Cikal bakal pendiri Candi Borobudur dan Prambanan. Situs yang terletak 2 kilometer ke arah selatan Candi Prambanan atau 18 kilometer ke arah timur dari Yogyakarta itu terletak di atas bukit. Bukit itu merupakan salah satu perbukitan seribu yang luasnya lebih kurang 250 ribu meter persegi, dengan ketinggian lebih kurang 195,97 meter dari permukaan laut.
Menurut penjelasan Pujo Suwarno, Direktur PT Taman Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko merupakan sumber prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran tahun 746-784 masehi, kawasan Situs Ratu Boko disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, giri artinya bukit sedangkan wihara berarti asrama. Abhayagiri Wihara berarti asrama para bhiksu yang terletak di atas bukit penuh kedamaian.
"Situs ini ditemukan oleh Van Boeckholtz pada 1790. Berupa rerentuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko," kata dia.
Seratus tahun kemudian, FDK Bosch melakukan penelitian yang diberi judul Keraton Van Ratoe Boko. Maka, situs purbakala ini disebut dan dikenal sebagai Keraton Ratu Boko. Nama keraton berasal dari Ka-Da-Tu-An yang artinya tempat istana raja, Ratu berarti raja, Boko berarti bangau.
Jika ingin menikmati kawasan itu, masuk dari pintu gerbang istana, melewati dua gapura tinggi. Gapura pertama memiliki 3 pintu, gapura kedua memiliki 5 pintu. Pada gapura pertama terdapat tulisan "Panabwara".
Menurut Prasasti Wanua Tengah III, kata itu ditulis oleh Rakai Panabwara (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana.
Tujuan penulisan untuk melegitimasi kekuasaan, memberi kekuatan sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama.
Sekitar 45 meter dari gapura kedua terdapat bangungan candi berbahan dasar batu putih, sehingga disebut Candi Batu Putih. Di sisi lain ada Candi Pembakaran, berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki dua teras. Candi ini digunakan untuk pembakaran jenazah.
Pengelola Keraton Ratu Boko menawarkan banyak tujuan di lokasi itu. Selain wisata spiritual, lokasi candi bisa untuk pre-wedding photography, bisa untuk outbond, hiking, juga untuk kegiatan MICE (meeting, incentives, conferences, and exhibitions).
Panorama yang sangat indah di sekitar bukit tampak jelas saat sore hari. Para pengunjung candi bisa menikmati suasana sunset atau matahari terbenam di ufuk barat. Dari lokasi candi itu, penikmat panorama bisa melihat Candi Prambanan, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Sumbing-Sindoro, dan perbukitan seribu. "Menikmati suasan romantis di saat sunset memang indah," kata Pujo.
MUH SYAIFULLAH