TEMPO.CO, Jakarta - Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, rencananya akan ditutup secara berkala pada 2025. Penutupan ini dilakukan untuk pemulihan lingkungan di sekitarnya. Saat taman nasional ini tutup, wisatawan bisa mengunjungi banyak tempat wisata lain di sekitarnya seperti desa wisata.
Labuan Bajo yang merupakan Destinasi Super Prioritas (DSP) Indonesia memiliki banyak pesona alam dan budaya yang tersembunyi di desa-desa wisata. Berikut tujuh desa wisata di sekitar Labuan Bajo yang layak dikunjungi, ada yang terdaftar sebagai situs warisan dunia UNESCO juga.
1. Desa Bena
Jejeran rumah adat di Kampung Tradisional Bena, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. ANTARA/Fransiska Mariana Nuka
Di dekat Labuan Bajo ada perkampungan megalitikum, namanya Desa Bena. Terletak di Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, desa ini masih mempertahankan suasana pedesaan yang unik. Penduduknya memiliki gaya hidup warisan leluhur mereka seperti rumah tradisional yang dibuat dari material alami serta sumber konsumsi yang berasal dari perkebunan setempat. Lokasinya yang berada di puncak bukit dengan latar belakang Gunung Inerie membuat desa makin menarik.
2. Desa Wae Rebo
Desa Wae Rebo terdaftar sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO. Dijuluki sebagai ”desa di atas awan”, Wae Rebo terletak di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. Hal unik di desa ini adalah penduduknya begitu menjaga lingkungan, misalnya membatasi penggunaan listrik, memproduksi makanan yang bersumber dari lahan perkebunan setempat, serta detail arsitektur tradisionalnya yang mengikuti kearifan lokal. Di desa ini terdapat tujuh rumah adat Mbaru Niang yang diakui sebagai warisan budaya dunia.
3. Desa Wologai
Terletak di Kabupaten Ende, desa yang berdiri di puncak bukit hijau itu diperkirakan sudah ada sejak sekitar 800 tahun yang lalu. Seperti Wae Rebo, Desa Wologai juga memiliki rumah adat yang khas. Setiap rumah dihiasi dengan ukiran yang menunjukkan kehidupan sehari-hari penduduk setempat. Desa ini juga menjalankan beberapa ritual tradisional, seperti ritual panen di bulan April Keti Uta dan ritual menumbuk padi di bulan September Ta'u Nggua.