3. Monyet ekor panjang di Punti Kayu
Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu berada persis di dalam Kota Palembang, Sumatera Selatan. TWA seluas 98 hektare ini merupakan kawasan register 51 yang ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi pada 13 Februari 1937. Pada perkembangan, Punti Kayu ditetapkan sebagai TWA dengan luas hampir 50 hektare.
Meskipun lokasinya berada persis di tengah kota yang berdekatan dengan kawasan permukiman, perkantoran dan jalan raya, TWA Punti Kayu menyimpan potensi keanekaragaman hayati mulai dari flora dan aneka fauna.
Ujang Wisnu menjelaskan, kekayaan tersebut seperti jenis biawak, primata, monyet ekor panjang, serta pohon eksotis pinus. “Sejak zaman Belanda di sana dijadikan sebagai kebun percontohan Pinus. Jadi di sana sebagian besar tanaman eksotis,” kata Ujang.
Kekayaan hayati yang sampai sekarang masih bisa dijumpai di sana antara lain beragam jenis burung. “Nantinya kita akan lepaskan burung burung dengan konsep pemulihan ekosistem, menanam, sekaligus melepasliarkan satwa asli di situ,” ujarnya.
BKSDA Sumsel membawahi beberapa Suaka Margasatwa seperti Dangku, Bentayan, Isau-isau, Gumay, Gunung Raya, Padang Sugihan.
Sementara itu, Anjas Tuberlani, Kepala resor TWA Punti Kayu menjelaskan, berdasarkan sejumlah kajian dan penelitian, di sana masih bisa diidentifikasi 71 jenis pohon dengan 27 famili.
Beberapa famili yang dimaksud di antaranya fabaceae , myrtaceae, verbenaceae, mirnosaceae, arecaceae, dan meliacea. Adapun potensi fauna yang sudah teridentifikasi termasuk beragam jenis mamalia, burung.
Berdasar pada identifikasi yang dibukukan pada 2017, untuk mamalia yang sudah teridentifikasi meliputi monyet ekor panjang, babi hutan. Sementara herpetofauna atau binatang melata yang di dalamnya berupa jenis amfibi dan reptil yang sudah teridentifikasi antara lain ular hijau, ular kobra, ular sanca, biawak, kadal, serta kodok.
Sedangkan jenis burung yang dilindungi meliputi elang bondol, elang brontok, cekakak sungai, cekakak belukar. Berikutnya diidentifikasi beberapa jenis serangga semacam capung jarum, capung tonggeret.
Pinus Zaman Belanda
Sementara itu Raden Azka, manajer TWA Punti Kayu menjelaskan pihaknya sejak beberapa tahun lalu dipercaya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengelola Punti Kayu sebagai tempat wisata. Di dalam kawasan seluas 39.9 hektare ini masih bisa dijumpai beragam satwa yang tidak dilindungi dan pohon-pohon pinus berusia puluhan tahun.
Melalui PT Indosuma Putra Citra (IPC), sejak tahun 1999 kawasan ini diusahkan sebagai objek wisata. Mereka tetap menjaga keasrian hutan. Ketika ada pengusaha yang ingin membangun hotel dan mall, Raden menolaknya. “Kami pertahankan konservasinya, pohon, hewan,” katanya.
TWA Punti Kayu, kata Raden, didominasi oleh pohon pinus karena merupakan lahan percobaan tanaman pinus pada masa pendudukan Belanda pada 1920-1928. Setelah Indonesia merdeka, pengelolaanya diambil alih oleh Kementerian Kehutanan. Sejak itu pemerintah mulai menanam tanaman selingan dan tanaman buah seperti jambu, rambutan, matoa.
PARLIZA HENDRAWAN
Pilihan Editor: Berkunjung ke TWA Punti Kayu Palembang, Menikmati Udara Segar dan Pemandangan Asri