TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat menghindari tradisi lebaran yang memicu kerumunan, seperti takbir keliling, halal bihalal, dan open house. Dia mengajak masyarakat memaknai Hari Raya Idul Fitri sebagai momentum yang sarat nilai spiritualitas.
"Menyerukan keagungan nama-Nya dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga. Untuk mengurangi potensi kerumunan, saya berharap masyarakat tidak melakukan takbir keliling," kata Sultan di Yogyakarta, Kamis 6 Mei 2021. "Ingat, esensi hari kemenangan adalah tergapainya fitrah, bukan sekadar selebrasi semata."
Raja Keraton Yogyakarta itu mengingatkan kembali kasus Covid-19 yang angka kematiannya sudah mencapai 992 orang di Provinsi DI Yogyakarta. Sebab itu, dia mengimbau masyarakat turut mengantisipasi penularan virus corona selama libur lebaran ini.
"Para perantau dari Yogyakarta tak usah mudik, warga Yogyakarta yang tidak memiliki kepentingan mendesak sebaiknya di rumah saja dan menunda bepergian," kata Sultan Hamengku Buwono X. Dia mengakui memang tiada yang bisa mengobati kerinduan kepada sanak saudara, selain bertatap muka dan berjabat tangan langsung dengan mereka di kampung halaman.
Hanya saja, kondisi saat ini memaksa silaturahmi berjalan dengan cara berbeda demi kesehatan dan keselamatan semua. "Dengan begitu, kita lebih dulu menjaga mereka. Melepas rindu dalam jarak, memeluk, dan memaafkan mereka dari jauh demi mengurangi potensi risiko paparan Covid-19," kata Sultan Hamengku Buwono X.
Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menyampaikan keputusan rapat koordinasi peringatan Hari Raya Idul Fitri di Kota Yogyakarta. "Tidak ada takbir keliling. Takbir hanya dilakukan di masjid-masjid dengan peserta maksimal 50 persen dari kapasitas dan dilarang melibatkan anak serta menerapkan protokol kesehatan maksimal," kata dia.
Pemerintah Kota Yogyakarta mengizinkan salat Idul Fitri berjamaah di masjid, lahan kosong, jalan raya di lingkungan sekitar. Syaratnya, hanya diikuti 50 persen dari kapaitas, tetap menjaga jarak, dan hanya dapat diikuti penduduk yang tinggal di lingkungan setempat.
Dengan adanya pembatasan kapasitas, Heroe Poerwadi melanjutkan, maka jumlah titik pelaksanaan salat Idul Fitri akan semakin banyak. Kondisi ini dibolehkan ketimbang memaksakan masyarakat salat beramai-ramai, berdesakan di satu tempat dan tak terkendali.
Heroe Poerwadi menganalogikan salat Idul Fitri dilaksanakan seperti saat masyarakat hendak mencoblos di pemilu. Pengurus RT ataau RW bisa mengadakan salat Ied dengan jemaah sesuai undangan. Dengan begitu, jemaah juga sudah tahu di mana dia akan salat saat hari raya tiba. "Seperti saat menuju TPS (tempat pemungutan suara) ketika pemilu, setiap orang sudah tahu di mana dia akan menggunakan hak pilih," katanya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pengendalian kasus Covid-19 di Yogyakarta masih fluktuatif meski pemerintah telah menerapkan kebijakaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Mikro. Pemerintah Yogyakarta sudah tujuh kali menjalankan PPKM Mikro mulai 26 Januari 2021 hingga 5 Mei 2021.
Di Yogyakarta, penerapan PPKM Mikro terbukti mampu menurunkan jumlah kasus Covid-19 secara signifikan. Sejak 9 Februari 2021 hingga 19 April 2021, tercatat kasus aktif Covid-19 turun sebesar 12,93 persen, dari 6.055 kasus menjadi 4.557 kasus. Selama rentang tersebut, persentase kesembuhan juga bertambaah 12,81 persen, dari 72,43 persen menjadi 85,24 persen. Tingkat bed occupancy rate turun sebesar 18,5 persen, dari 63,64 persen menjadi 45,14 persen.
Kendati kasus Covid-19 relatif turun, masih ada sembilan RT yang masuk zona merah Covid-19 sampai awal Mei 2021. Sementara zona oranye Covid-19 terjadi di 21 RT di DI Yogyakarta. "Kondisi krisis masih terjadi meskipun kami telah menerapkan PPKM Mikro engan ketat. Sebab itu, penerapan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan masyarakat harus ditingkatkan," kata Sultan Hamengku Buwono X.
Baca juga:
Sultan HB X Jelaskan Kebijakan Yogyakarta Soal Penyelenggaraan Tradisi Lebaran