TEMPO.CO, Jakarta - Sulawesi Utara, tidak hanya memiliki pantai dengan keindahan bawah laut yang layak ditelusuri. Jika ingin tahu tentang sejarah suku Minahasa, cobalah meluncur ke Desa Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara.
Hanya perlu waktu 40 menit, berjarak sekitar 25 kilometer, dari ibu kota Sulawesi Utara untuk menuju lokasi peninggalan di masa silam ini. Area bersejarah dari zaman megalitikum itu bernama Taman Purbakala Waruga. Waruga merupakan sarkofagus atau batu berongga yang digunakan suku Minahasa untuk menempatkan jenazah.
Ada beberapa versi soal nama ini. Ada yang menyebutkan wa diambil dari kata ma, yang dalam bahasa Indonesia bermakna imbuhan me-. Sedangkan ruga dari bahasa Minahasa berarti lemas atau cair. Maruga bermakna merebus, untuk menunjukkan bahwa ketika di dalam waruga tubuh jenazah membengkak, kemudian melemas dan mencair. Tapi ada juga yang menyebutkan waruga berasal dari bahasa Tombulu. Kata asalnya wale maruga, yang berarti rumah dari badan yang akan kering.
Baca Juga:
Tiga Tempat Ngopi Populer di Manado
Baca juga:
Keterangan mengenai keberadaan waruga juga berbeda-beda. Salah satu antropolog Belanda, Dr J.G.F. Riedel, memperkirakan peti mayat itu sudah ada sejak abad ke-10.
Saya menyinggahi Taman Purbakala Waruga di pagi yang hening. Kesejukan terasa menyentuh kulit. Dinding relief yang bercerita tentang proses pembuatan waruga menyambut saya. Pahatan di batu tersebut merupakan kreasi yang membantu wisatawan untuk memahami sejarah waruga. Digambarkan manusia purba membawa batu dari pegunungan.
Dinding-dinding itu juga menceritakan proses pemotongan serta pengukiran batu. Peti batu tersebut terdiri atas dua bagian, yakni badan dan penutup. Bagian badan berbentuk persegi panjang dengan tinggi sekitar 500 sentimeter hingga 1 meter.
Baca Juga:
Di Lembeh Kota Bitung, Penyelam Bertemu dengan Si Mungil nan Eksotis