TEMPO.CO, Yogyakarta - Stefan dan Barbara Weidle dari Weidle Verlag, penerbit yang berpusat di Bonn dan Berlin, Jerman, terkesan setelah menyaksikan pertunjukan wayang kulit bersama dalang kawakan, Bambang, di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa, 14 April 2015.
Mereka datang ke Solo sebagai bagian dari napak tilas ke tempat-tempat yang disebut dalam novel Pulang karya penulis Leila S. Chudori, 7-20 April 2015. Napak tilas di Indonesia dilakukan sebelum Pulang dicetak dalam bahasa Jerman pada Juli 2015.
Barbara mengatakan pertunjukan wayang adalah hal yang paling menarik ketika datang ke Indonesia. Dia merasa beruntung karena bisa bertemu dengan dalang kawakan di Solo, Bambang. Barbara dan Stefan baru pertama menyaksikan pementasan wayang itu.
"Bambang sangat karismatik dan memberikan impresi kuat. Dia banyak bicara tentang alam semesta," kata Barbara di Hotel Eclipse Yogyakarta, Jumat, 17 April 2015.
Wayang disebut dalam bab Ekalaya pada novel Pulang. Dimas Suryo, tokoh utama dalam novel itu, banyak bercerita tentang wayang kepada anaknya, Lintang Utara. Dimas bercerita tentang petikan lakon Mahabharata dan Ramayana.
Itu adalah cara Dimas mendekatkan Lintang pada segala yang berbau Indonesia. Meski begitu, Dimas tetap menyebutkan cerita itu berasal dari India.
Dalam Mahabharata, ada tokoh Ekalaya. Ekalaya adalah tokoh pewayangan yang ingin mahir memanah di bawah ajaran Resi Dorna. Ekalaya merupakan gambaran seseorang yang bisa mencapai kesempurnaan ilmu tanpa harus berguru kepada sang guru. Pencapaian itu dia raih karena derasnya keinginan dari diri sendiri.
Selain melihat pertunjukan wayang kulit, Barbara dan Stefan juga menyusuri sejumlah tempat di Solo. Mereka pun menyukai batik Solo dan menikmati makanan Solo. Mereka menyusuri Kota Solo bersama sejumlah penulis, kawan dari Leila.
Dalam novel Pulang, banyak kisah tentang makanan. Ini membuat Barbara dan Stefan tertarik mencoba sejumlah makanan dan minuman cita rasa Indonesia yang mereka temui. Satu di antara cita rasa Indonesia yang mereka coba adalah kopi.
"Kami merasakan sarapan hangat yang pedas. Makanan bagian dari perjalanan dan penting untuk melihat budaya," kata Barbara.
Ia bercerita tentang Solo yang punya konsep penataan yang berbeda dengan negara-negara di Eropa, khususnya Jerman. Di Jerman, orang banyak berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain.
Sedangkan di Solo, Barbara menyaksikan orang banyak menggunakan sepeda motor maupun mobil di jalan-jalan. "Ini pemandangan yang tidak biasa buat kami," tuturnya.
SHINTA MAHARANI