Dalam menata Kampung Pisang, Arkom memadukan kearifan lokal, teknologi informasi, ilmu tukang, ruang terbuka, dan aplikasi-aplikasi yang dapat dilakukan sendiri oleh warga. Selain mendesain hunian baru Kampung Pisang, Arkom turut menggalang penyadaran warga terhadap kampung layak huni dan rumah layak huni.
Cora menjelaskan kriteria kampung layak huni adalah terpenuhinya kebutuhan standar ruang gerak, pencahayaan, sirkulasi udara, dan interaksi antar-rumah. Aktivitas itu tidak bersilangan dengan aktivitas orang lain (tetangga).
Konsep Kampung Pisang, kata Cora, menggunakan metode partisipatif untuk pembangunan yang terpadu. “Artinya, fisik dan nonfisik sama-sama dibangun,” ujar lulusan Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin ini. Aspek nonfisik yang dia maksud adalah penguatan ekonomi warga untuk memenuhi kebutuhan fisik. Contohnya, mengajak warga menabung untuk membeli material rumah.
Arkom sendiri mulai ikut mengadvokasi kawasan Kampung Pisang sejak 2010. Selama empat tahun, komunitas profesional ini membantu warga secara sukarela, dari pemetaan hingga pembangunan rumah. Menurut Cora, sebagian warga sudah dua kali berpindah lahan. Selain Arkom, Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) sudah lebih dulu mengawal warga Kampung Pisang, yakni sejak 2005. KPRM inilah yang mengurusi pembangunan nonfisik, salah satunya lewat program menabung.