TEMPO.CO, Jakarta - Kota Kotor, sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO di pesisir Adriatik Montenegro, tenngah berjuang melawan masuknya banyak wisatawan. Tempat ini terkenal dengan arsitektur abad pertengahan dan pemandangan pantai yang indah. Wisatawan dari seluruh dunia berkunjung ke sini setiap hari dengan perahu, kapal pesiar, dan yacht.
Lonjakan pariwisata ini membuat penduduk lokal khawatir. Mereka meminta kenaikan biaya 1 Euro (sekitar Rp17.400) yang dibayarkan penumpang kapal pesiar untuk memasuki kota. Biaya ini, yang diberlakukan untuk mengelola dampak pengunjung, belum mengimbangi peningkatan jumlah kedatangan kapal pesiar, yang diperkirakan sampai 500 tahun ini.
Pelabuhan yang ramai
Salah satu akses masuk Kotor adalah pelabuhan. Pelabuhan yang tenang ini menjadi pusat aktivitas ramai. Rabu pekan lalu, empat kapal pesiar membawa hampir 5.000 wisatawan berlabuh secara bersamaan. Masuknya wisatawan ini berdampak signifikan pada infrastruktur dan kualitas hidup kota. Jalan-jalan abad pertengahan, yang dulunya melompong, kini berhadapan dengan lalu lintas yang padat dan kondisi yang penuh sesak.
Kotor bukanlah kota pertama yang berjuang menghadapi situasi ini. Sejumlah kota utama Eropa seperti Venesia, Barcelona, dan Santorini juga mengalami tekanan serupa. Masyarakat lokal pun melakukan aksi protes dan perubahan kebijakan yang bertujuan untuk mengekang dampak negatif dari jumlah pengunjung yang berlebihan.
Di Venesia, misalnya, biaya sebesar 5 Euro atau Rp87.000 diberlakukan pada April untuk mengelola wisatawan harian selama jam-jam puncak. Ini menjadi salah satu langkah awal untuk menyeimbangkan pariwisata dengan kehidupan lokal.
Wisatawan yang terus bertambah
Seperti di Barcelona, bertambahnya jumlah wisatawan di kota pelabuhan ini menyebabkan kenaikan biaya perumahan. Penduduk lokal pun mulai merasa kesulitan untuk tinggal di kota mereka sendiri. Selain itu, dampak lingkungan dari pariwisata massal semakin jelas. Lingkungan laut setempat mengalami tekanan akibat tingginya volume kapal pesiar.
Milica Mandic, penasihat ilmiah di Institut Biologi Kelautan Montenegro, menekankan perlunya studi lingkungan untuk menilai beban berkelanjutan maksimum bagi ekosistem laut di satu kota terbaik dunia menurut Lonely Planet.
Menanggapi tantangan ini, negara tetangga Kroasia itu menerapkan langkah-langkah untuk mengendalikan jumlah wisatawan. Dubrovnik, situs lain di Montenegro yang terdaftar di UNESCO, memperkenalkan program "Respect The City" pada 2017, yang membatasi jumlah pengunjung kapal pesiar hingga 4.000 orang pada waktu tertentu. Program ini bertujuan untuk melindungi integritas budaya dan lingkungan kota sekaligus mengakomodasi wisatawan secara berkelanjutan.
TIMES OF INDIA | LONELY PLANET
Pilihan Editor: Kontes Malas-malasan di Montenegro Berhadiah Rp17 Juta, Mau Ikut?