TEMPO.CO, Jakarta - Ada dua Pos Lintas Baras Negara atau PLBN yang menjadi pintu penghubung antara Indonesia dengan Papua Nugini di Papua. Titik itu adalah PLBN Sota di Merauke dan PLBN Skouw di Kota Jayapura. Selama pandemi Covid-19, pos lintas batas negara ini tutup untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Kendati pos lintas batas tutup, pergerakan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan Papua, Indonesia dengan Papua New Guinea atau PNG tetap berjalan. Mereka yang disebut pelintas batas tradisional, melewati 'jalan tikus' yang menghubungkan PNG dengan Indonesia. Ada syarat bagi pelintas batas yang merupakan penduduk perbatasan. Untuk warga Negara Indonesia harus memiliki kartu merah dan kartu kuning untuk warga Negara Papua Nugini.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan polisi Papua Nugini selalu mengawasi jalan tikus ini. "Jalan tikus di perbatasan kedua negara masih dibuka dan boleh dilintasi dengan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang tinggal di perbatasan," kata Hari kepada Tempo, Selasa 13 April 2021. Yang menarik dari aktivitas perdagangan masyarakat perbatasan ini, menurut dia, warga Papua Nugini lebih banyak berbelanja bahan pokok ke Indonesia, ketimbang sebaliknya.
Warga Papua New Guinea yang hendak berbelanja di Indonesia, khususnya Kota Jayapura harus menukarkan mata uang kina ke rupiah. Satu kina senilai Rp 5.000. Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih, ini menjelaskan, umumnya pelintas batas tradisional Papua Nugini berasal dari Wutung, Nusu, Yako, Lido, Vanimo di Sandaun Province. Mereka melewati jalan tikus perbatasan dengan berjalan kaki. Selanjutnya naik Damri atau angkot yang biasa disebut taksi ke Kota Jayapura.
Mereka memilih berbelanja di Indonesia, tepatnya ke Kota Jayapura karena jaraknya relatif lebih dekat ketimbang ke Port Moresby, ibu kota Papua Nugini. Harga barang di Kota Jayapura juga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk serupa yang dibeli dengan mata uang kina. "Jenis barang di Kota Jayapura lebih beragam dan kualitas produk Indonesia dinilai lebih baik," kata Hari Suroto.
Lantas apa yang biasa dibeli oleh para pelintas batas tradisional asal PNG ke Kota Jayapura, Papua, ini? Mereka biasanya membeli mi instan, kopi instan, teh, sabun, detergen, rokok, vetsin, susu kaleng. Ada pula yang memborong minyak goreng, minuman kaleng, beras, dan kebutuhan pokok lainnya. Adapun produk pertanian yang boleh dan biasanya dibawa melewati lintas batas negara adalah pinang, sayur, dan hasil kebun lainnya. "Ganja dan minuman keras dilarang," ucap Hari.
Pergerakan pelintas batas tradisional ini turut menggerakkan roda perekonomian masyarakat Kota Jayapura, Papua, di masa pandemi Covid-19. Mereka tetap beraktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sementara pelintas batas modern atau orang yang tidak tinggal di perbatasan Papua dan Papua Nugini dengan Indonesia, tak dapat memiliki kartu merah atau kartu kuning tadi. Pelintas batas modern tetap harus memenuhi ketentuan, yakni memiliki pospor dan visa sebelum melewati perbatasan. Visa kunjungan ke PNG dapat diperoleh di Konsulat Jenderal Papua New Guinea di Kota Jayapura.
Baca juga:
Warga Papua Bisa ke Papua Nugini tanpa Paspor dan Visa, Ini Cara dan Syaratnya