TEMPO.CO, Gowa, Sulawesi Selatan - Rumah Koran di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menjadi pintu masuk wisata edukasi pertanian. Pendiri Rumah Koran Jamaluddin Daeng Abu, mengatakan desanya memiliki tiga komoditas sayur unggulan, yakni kol atau kubis, daun bawang, dan kentang.
Tiga sayur dari desa itu dikenal berkualitas bagus dan laris di pasaran. Sayangnya, setiap kali ada orang asing yang berkunjung ke perkebunan, para petani 'kabur'. Bukan karena takut, menurut Jamaluddin, para petani malu karena tak lancar berbahasa Indonesia.
"Dulu, setiap ada orang luar yang berkunjung, petani selangkah demi selangkah mundur lalu meninggalkan orang itu," kata Jamaluddin saat ditemui Tempo di rumahnya, Sabtu 14 Desember 2019. "Padahal mereka hanya ingin bertanya seputar pertanian di kampung ini."
Kehidupan masyarakat di Desa Kanreapia pada saat itu cukup memprihatinkan. Sebagian besar anak hanya tamat sekolah dasar dan melanjutkan kerja orang tuanya menjadi petani atau pergi merantau. Melihat itu, Jamaluddin tergerak untuk membuat rumah baca pada 2011.
Tiga tahun berselang, nama 'rumah baca' tampak kurang memancing antusiasme masyarakat. Dia kemudian mengubahnya menjadi Rumah Koran pada 2014. "Rumah Koran menjadi sumber informasi bagi masyarakat, anak-anak sampai orang dewasa, termasuk petani untuk berani bicara. Di sini kami diskusi tentang apa saja, pertanian, alam, bukan siapa itu Aristoteles?" kata Jamaluddin.
Jamaluddin Daeng Abu berdiskusi tentang pertanian dengan para petani sambil beristirahat di bawah pohon. TEMPO | Didit Hariyadi
Sejak itu, masyarakat mulai rajin mampir dan memperoleh informasi di Rumah Koran. Dari situ diketahui kalau para petani menyimpang sejumlah nama dan nomor telepon wisatawan atau orang yang mampir bertanya tentang pertanian di sana. Sayangnya, para petani tak bisa membaca dan tidak memiliki alat komunikasi untuk menjalin hubungan ke orang tersebut.
Setelah bisa membaca dan lancar berbahasa Indonesia, para petani mulai berani menyambut wisatawan yang datang ke kebunnya. Dan Desa Kanreapia kini dikenal sebagai Kampung Sayur.
Seorang petani bernama Nuru, 53 tahun, mengatakan banyak yang dia pelajari di Rumah Koran. Mulai cara berkomunikasi, cara mengolah lahan, sampai memasarkan hasil pertanian. "Setelah ada Rumah Koran, makin banyak orang yang datang ke sini untuk berwisata atau melakukan penelitian," kata dia.
Sejumlah mahasiswa melakukan wisata edukasi kebun sayur yang terletak di dekat Rumah Koran. Dok. Rumah Koran
Petani lainnya, Ridwan, 53 tahun, mengatakan wisatawan yang datang biasanya berfoto di tengah kebun sayur, memetik sayur, dan berkemah. Dari aktivitas itu, para petani mendapatkan penghasilan tambahan mulai Rp 50 sampai 150 ribu per hari. Belum termasuk pendapatan sekitar Rp 3 sampai 10 juta per panen, tiga kali setahun.
Ridwan menambahkan, saat ini para petani sudah mahir mempromosikan hasil perkebunannya lewat media sosial, seperti Facebook. Sebelumnya, para pedagang datang membeli hasil tani dengan harga murah dengan alasan di Makassar sedang musim hujan. "Padahal tak ada hubungannya musim hujan dengan sayur yang mereka beli," ucap dia.
Rumah Koran meraih penghargaan dari PT Astra International dan Kampung Sayur kian dikenal. "Peluang untuk para petani semakin terbuka dan kami ingin Kampung Sayur ini menjadi studi pertanian di Sulawesi Selatan," ucap Jamaluddin. Melalui Corporate Social Responsibility atau CSR, Astra International memberikan bantuan bagi anak muda yang memiliki program bermanfaat bagi masyarakat.
Corporate Communications PT Astra International, Putri Permata mengatakan bantuan yang diberikan sebagai bentuk apresiasi perusahaan bagi pemuda berprestasi. "Tak ada bantuan lain kami berikan. Hanya uang Rp 60 juta," kata dia. PT Astra Internasional juga melakukan pembinaan dan melatih sesuai dengan apa yang menjadi fokusnya program tadi.