Perjalanan setelah istirahat menuju Gua Susu terasa lebih ringan. Rute terjal mendaki punggungan bukit dengan kemiringan hingga 60 derajat, bahkan di beberapa bagian lebih terjal, bisa kami lalui hampir tanpa hambatan. Dalam waktu sekitar satu setengah jam, sesuai dengan estimasi, kami tiba di persimpangan jalan menuju Gua Susu.
Gua Taman yang di dalamnya terdapat air yang dianggap suci oleh masyarakat Sasak. TEMPO/Tony Hartawan
Sebelum ke Gua Susu, kami menyempatkan diri mampir ke Gua Taman, yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari persimpangan itu. Di muka gua keramat ini, banyak bergantungan kain putih. Menurut Amak Herni, kain putih itu boleh dikenakan siapa saja yang akan memasuki Gua Taman.
Ruangan di dalam gua ternyata cukup luas, sekitar 3 x 3 meter, dengan ketinggian kira-kira dua meter. Di dalamnya ada kolam kecil berair jernih, yang oleh masyarakat setempat dianggap seperti air zamzam di Mekah.
Dari Gua Taman, kami berjalan ke Gua Susu, yang berjarak sekitar 500 meter. Di Gua Susu itu pula saya bersua dengan puluhan penduduk lokal yang berendam di sumber air panas, yang mereka percaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
Mereka rela menginap tiga-lima hari dengan mendirikan tenda. Beratnya pendakian menuju ke sana justru dianggap sebagai ujian. "Bagi saya, ini merupakan ritual. Kalau tidak direstui Yang Mahakuasa, saya tidak bisa sampai ke sini," kata Ahmad, 25 tahun, asal Desa Jurit, Masbagik, Lombok Timur.
Ahmad, yang datang bersama tujuh orang sedesanya, didera berbagai penyakit, seperti encok atau rematik. Atas anjuran para tetua adat di desanya, dia berendam di sumber air panas Gunung Rinjani. "Alhamdulillah, setelah dua kali, encok saya sembuh," ujarnya.
Pendakian via jalur Torean berujung di Danau Segara Anak di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut. Danau seluas sekitar 11 juta meter persegi dengan kedalaman 230 meter ini tempat pertemuan jalur Torean dengan dua rute pendakian Rinjani lainnya: Sembalun dan Senaru.
Kami tiba di danau yang merupakan kaldera purba yang terbentuk akibat letusan dahsyat Gunung Samalas pada 1257 ini ketika matahari telah condong ke barat. Cahaya keemasannya memantul di danau berair tenang, memancar ke dinding tebing.
Setelah bermalam di tepi Danau Segara Anak, esoknya kami melanjutkan perjalanan menggapai puncak Rinjani, 3.726 meter di atas permukaan laut, melalui Plawangan Sembalun. Matahari memerah di timur ketika kami menjejakkan kaki di puncak gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia itu.