Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menengok Rumah Opium dan Sejarah Bisnis Candu Lasem Masa Lalu

image-gnews
Suasana rumah opium di Lasem, Jawa Tengah, yang menjadi pusat penggelapan Candu zaman dulu. Tempo/Francisca Christy Rosana
Suasana rumah opium di Lasem, Jawa Tengah, yang menjadi pusat penggelapan Candu zaman dulu. Tempo/Francisca Christy Rosana
Iklan

TEMPO.CO, Rembang- Sie Hwie Djan alias Opa Gandor diam beberapa detik di depan pintu bangunan bergaya Cina yang disebut Lawang Ombo di Jalan Sunan Bonang, Lasem, Jawa Tengah, 17 Juli lalu. Terucap beberapa kalimat yang disuarakan pelan sambil kedua tangannya mendorong daun pintu.

Braak… Daun pintu tua bersayap dua ini terbuka. Tampak sebuah ruangan kosong. Lantainya terakota, lusuh, dan berdebu. Ada lubang di tengahnya yang mirip sumur. Lebarnya 1 meter. Konon, inilah lorong penggelapan opium alias candu yang berjaya pada masa Belanda.

Tak sembarangan orang boleh masuk duluan. Opa Gandor, orang yang dituakan di Lasem, adalah salah satu yang dipercaya memegang kunci bangunan kuno berarsitektur oriental tersebut. Dia juga yang akan mengantarkan orang untuk menyambangi eks rumah opium itu.

“Mundur dulu,” kata laki-laki 70-an tahun itu. Angin sore berembus di belakang punggung. Bulu kuduk berdiri tak lama kemudian. “Banyak ular di sini,” kata Opa Gandor melanjutkan. Beberapa detik selanjutnya ia mempersilakan masuk. 

Bau tanah dan debu mendominasi ruangan itu. Aroma dinding yang lembab menguatkan kesan bahwa gedung ini sudah lama tak terjamah banyak orang.Suasana di dalam rumah opium di Lasem, Jawa Tengah, yang menjadi pusat penggelapan Candu zaman dulu. Tempo/Francisca Christy Rosana

Seorang pemerhati budaya Tionghoa sekaligus dosen Sastra Cina Universitas Indonesia, Agni Malagina, yang ditemui Tempo di Lasem pada waktu yang sama, memperkirakan bangunan itu eksis sejak abad ke-18. Ia memprediksi pemilik awalnya adalah seorang pejabat rendah bernama Lim Cui Soon.

Ada sebuah makam batu besar alias bong di belakang gedung Lawang Ombo yang menguatkan perkiraan Agni. Di makam itu terukir nama Lim dengan huruf Mandarin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lawang Ombo yang berarti “pintu besar” menjadi saksi perdagangan candu terbesar di Jawa Tengah yang diprediksi mulai bergeliat sejak 1700-an. “Karena dulunya rumah ini adalah tempat distribusi pemasarannya,” kata Opa Gandor.

Ruangan sisi utara bangunan yang telah ditunjukkan Opa Gandor ini merupakan ruang rahasia. Lubang di tengahnya yang seperti sumur itu memiliki aliran langsung ke Sungai Lasem. Sungai Lasem hampir menempel dengan Klenteng Chu An Kiong--dalam peta perjalanan Belanda, Chu An Kiong telah ada sejak 1300, maka itu disebut klenteng tertua.

Panjang gorong-gorong rahasia ini diperkirakan 100 meter. Sedangkan kedalamannya hanya 3 meter. Candu dikemas rapat dan dialirkan melalui gorong-gorong. Air digerojokkan untuk mendorong candu sampai bibir sungai. Para nelayan kapal rakyat telah berjaga untuk menangkap candu-candu.

Candu Lasem lalu didistribusikan di seluruh Jawa Tengah. “Ada wilayah teritori untuk penjualan Lasem. Kalau Jawa Tengah, pusatnya di Lasem,” kata Opa Gandor.

Candu sudah menjadi barang ilegal saat itu. Mahkamah Internasional melarang keras penjualan candu dalam bentuk apa pun. Namun, menurut kesaksian laki-laki asal Lasem itu, candu masih eksis sampai 1950. 

Lawang Ombo yang sesungguhnya adalah rumah opium telah berhenti beroperasi. Kini bangunan itu hanya dipakai untuk tujuan wisata. Tentunya bagi para turis yang ingin menyaksikan sejarah yang hidup di pecinan Lasem. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Simpan Artefak hingga Manuskrip Bersejarah

16 September 2023

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meresmikan Museum Islam Nusantara Lasem di Rembang, Jawa Tengah, Sabtu, 16 September 2023 (Instagram/@sandiuno)
Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Simpan Artefak hingga Manuskrip Bersejarah

Museum Islam Nusantara menyimpan koleksi artefak, naskah, manuskrip, serta narasi tokoh-tokoh Islam.


Festival Cheng Beng, Tradisi Unik Masyarakat Tionghoa setelah Cap Go Meh

24 Januari 2023

Petugas meletakkan bunga mawar di atas kuburan di komplek pemakaman Yuhanshan di Jinan, Provinsi Shandong, Cina, 2 April 2020. Perayaan Cheng Beng atau Festival Qingming merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur.  Xinhua/Wang Kai
Festival Cheng Beng, Tradisi Unik Masyarakat Tionghoa setelah Cap Go Meh

Tiga bulan setelah Cap Go Meh, masyarakat Tionghoa menggelar Cheng Beng untuk mengenang leluhur mereka.


Museum Nyah Lasem, Menilik Rumah Saudagar Batik Lasem Soe San Tio

6 Desember 2021

Museum Nyah Lasem di Rembang, Jawa Tengah. Foto: Antaranews
Museum Nyah Lasem, Menilik Rumah Saudagar Batik Lasem Soe San Tio

Pada masa lalu, Lasem dikenal sebagai Tiongkok Kecil. Banyak saudagar batik yang tinggal di sana.


Pasar Rakyat Lasem Dibuka, Cara Belanja Batik Lasem dari Rumah

13 Mei 2020

Para pembatik di kampung Batik di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Pasar Rakyat Lasem Dibuka, Cara Belanja Batik Lasem dari Rumah

Ruang niaga Pasar Rakyat Lasem itu bisa diakses melalui situs kesengsemlasem.com.


Menginap di Rumah Kuno Berarsitektur Persia di Lasem

23 September 2019

Rumah Ijo salah satu rumah berarsitektur Persia di Lasem. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Menginap di Rumah Kuno Berarsitektur Persia di Lasem

Lasem telah ada jauh sebelum Semarang menjadi bandar utama di utara Jawa. Kota ini memiliki gedung-gedung tua, salah satunya berarsitektur Persia.


Belajar Toleransi di Pesantren Berarsitektur Cina di Lasem

28 September 2018

Pos ronda di depan Pondok Pesantren Kauman, Lasem, Jawa Tengah. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Belajar Toleransi di Pesantren Berarsitektur Cina di Lasem

Pesantren Kauman di Lasem, Jawa Tengah, memiliki bangunan unik. Rumah induknya ialah bangunan Cina kuno dan ornamennya pun sarat peranakan.


Kedai Jeng Hai Lasem, Favorit Traveler dan Warga Beragam Kalangan

13 Agustus 2018

Penampakan warung kopi Jeng Hai Lasem di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Tempo/Francisca Christy Rosana
Kedai Jeng Hai Lasem, Favorit Traveler dan Warga Beragam Kalangan

Kedai sederhana di Lasem ini menjadi tempat ngopi kegemaran warga semua lapisan, dan pelancong. Ini kesitimewannya.


Rumah Oei, Bangunan Cina Kuno Berusia 200 Tahun di Lasem

30 Juli 2018

Seorang pengunjung di Rumah Oei, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Tempo/Francisca Christy Rosana
Rumah Oei, Bangunan Cina Kuno Berusia 200 Tahun di Lasem

Rumah Oei merupakan rumah yang pusat seni, budaya, dan kuliner di Lasem. Sejak 2016 kini telah dibuka kembali setelah vakum 70 tahun.


Sepiring Lontong Tuyuhan dan Sisi Lain Pecinan Lasem

29 Juli 2018

Sepiring lontong Tuyuhan yang berasal dari Desa Tuyuhan di Kabupaten Rembang. Satu porsi dibanderol Rp 12 ribu. Tempo/Francisca Christy Rosana
Sepiring Lontong Tuyuhan dan Sisi Lain Pecinan Lasem

Memburu kuliner lontong tuyuhan adalah keharusan bila sedang di Lasem, sebuah kota pecinan kuno di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.


Yopia, Warisan Kuliner Lasem yang Bertahan Ratusan Tahun

21 Juli 2018

Yopia adalah kue kering berkulit tipis berisi gula Jawa. Merupakan salah satu kuliner khas Lasem, Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Yopia, Warisan Kuliner Lasem yang Bertahan Ratusan Tahun

Kecamatan kecil yang terkenal karena wilayah pecinan ini juga memiliki warisan kuliner yang masih bisa dicicipi, yakni yopia.