Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menginap di Rumah Kuno Berarsitektur Persia di Lasem

image-gnews
Rumah Ijo salah satu rumah berarsitektur Persia di Lasem. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Rumah Ijo salah satu rumah berarsitektur Persia di Lasem. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Iklan

TEMPO.CO, Rembang - Pulau Jawa menjadi destinasi persilangan budaya sejak abad pertengahan. Namun pengaruh budaya Persia sayup-sayup terdengar di kalangan travlerTapi, di pesisir utara Jawa, terdapat peninggalan sejarah, rumah tua yang dipengaruhi arsitektur Persia.

Lasem bisa jadi yang paling beruntung. Kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa itu sarat bangunan berarsitektur kuno. Bangunan-bangunan tua itu seperti tak menggerakkan waktu, bila wisatawan bertandang ke Lasem. Poros pesonanya adalah rumah-rumah masa lampau yang konon berdiri sejak masa VOC berjaya. 
 
Siang hari pada 10 September lalu, saya memulai perjalanan ke Lasem bersama dua kawan dari Jakarta. Misi kami menyambangi Lasem seragam: menepi dari peradaban Jakarta yang belakangan makin bising.
 
Bus ekonomi tanpa AC dengan tiket seharga Rp 22 ribu pun membawa kami melaju menuju Lasem dari kota Semarang. Selama 3 jam, kami disuguhi pemandangan khas Pantura. Ada tambak-tambak garam, langit memerah, dan matahari yang mulai rendah. Kadang-kadang, pemandangan di balik kaca berganti dengan hamparan pesisir yang pasirnya tampak tak terlampau putih. Di mulut pesisir itu, kapal-kapal cadik bersandar. Sekali waktu, kapal-kapal tersebut terlihat bergoyang santai tersenggol ombak. 
 
 Rumah Ijo menjadi penginapan yang murah bagi wisatawan yang bertandang ke Lasem. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Dari dalam bus, kami juga turut bergoyang. Lagu dangdut koplo gubahan Cak Sodiq yang diputar sopir sepanjang 3 jam dengan volume maksimal, membuat jempol tangan kami tergerak mengikuti irama. 
 
Sesekali, pandangan kami teralih kepada pengamen yang naik-turun bus sembari menimang kencrung. Keringat deras membanjir di wajah mereka yang hitam terkena asap. “Selamat sore, Bapak Ibu, mohon maaf menggaggu perjalanan. Ketimbang mencuri, kami lebih baik mengamen,” ucap pengamen sebelum berdendang. 
 
Tak lama kemudian, jari dengan kuku-kuku yang cokelat itu terlihat lincah mencabik senar kencrung. Bersama suara yang sumbang, mereka menyanyi dua-tiga lagu. “Hidup di Pantura katanya keras,” kata Silvi, berbisik. Maka, ketika para pengamen menyodorkan kantong uang, kami bergantian memasukkan duit receh. 
 
“Lemah teles, Gusti Allah sing mbales,” kata para pengamen setelah mengantongi recehan. 
 
Mengancik sore, bus jurusan Surabaya yang kami tumpangi menghentikan lajunya tepat di perempatan Kota Lasem. “Yok, Masjid Lasem, Mbak-mbak yang mau ke Lasem, turun di sini Mbak,” kata kondektur bus. Suaranya lantang, mengagetkan kami yang sedang enak-enaknya menikmati dendangan ‘Bahtera Cinta’ dari balik tape. 
Suasana Omah Ijo, bangunan kuno berarsitektur Persia di Lasem, Jawa Tengah. Bangunan ini telah dipoles dengan nuansa khas Jawa. TEMPO/Francisca Christy Rosana
 
Bersama langit yang memerah, Lasem menyambut dengan sahaja. Kami langsung menyusuri Jalan Jatigoro, jalan utama atau jalan satu-satunya menuju kawasan heritage Lasem. Tujuan pertama kami adalah mencari penginapan. 
 
Berdasarkan riset sebelumnya, tak banyak penginapan di Lasem. Kami setidaknya hanya menemukan tiga penginapan: Rumah Oei, Rumah Merah, dan Omah Ijo. Kami memilih yang terakhir. Alasannya tak lain karena murah dan lokasinya strategis di tengah Kota Lasem. 
 
Omah Ijo adalah rumah berarsitektur Persia yang disulap menjadi tempat singgah. Lokasinya tepat di perempatan jalan, 300 meter dari masjid besar Kota Lasem. Ketimbang bangunan lain, Omah Ijo terlihat paling beda. Bangunan di sekitarnya menampilkan arsitektur Cina, sedangkan Omah Ijo mencitrakan bangunan khas Timur Tengah yang telah berakulturasi dengan budaya Jawa. 
 
Gerbang rumah yang bercat dominan hijau putih ini bak pagar bumi: menjulang tinggi dan berdinding tebal. Masuk ke area bangunan, saya disambut halaman yang cukup lapang dan pohon yang membuat pekarangannya adem. 
 
Konon, hotel itu milik Grace Widjaya, cucu keluarga Oei. Kakek Grace, Oei Gwett, membeli rumah yang terletak di Jalan Jatirogo nomor 16 ini dari keluarga keturunan Persia pada 1923. Rumah ini diambil alih Oei tak lama setelah menikah. 
 
Omah Ijo pernah dipinjamkan kepada kolonial Belanda semasa perang. Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, rumah ini menjadi kantor penjajah. Selepas merdeka, rumah ini sempat menjadi sekolah rakyat. 
 
Grace dan keluarganya tampaknya hobi mengoleksi benda-benda kuno. Ya, mata saya memang langsung dihujani interior Jawa yang autentik sesaat setelah tiba di rumah itu. Ada kursi kayu, lantai tegel bermotif kembang, hingga lampu-lampu antik. 
 
Di teras rumah berlantai dua itu, saya duduk di kursi sejenak, menikmati waktu yang melempar saya mundur ke era 1920-an. Saya melihat kamar-kamar di sisi bawah dipoles bak ruangan kuno dengan ranjang besi tempo dulu. “Kamar yang bawah, isi dua orang semalam Rp 200 ribu,” kata laki-laki muda yang menyebut diri sebagai pegawai Grace. “Sedangkan yang isi satu orang, semalam Rp 100 ribu,” katanya. 
 
Ternyata, penginapan itu juga menawarkan kamar dengan kasur isi tiga orang. Harganya jauh lebih murah, yakni Rp 250 ribu per orang. Tampak cocok untuk para backpacker yang berlibur ramai-ramai. 
 
Di sudut lain, saya melihat dinding-dinding penuh tempelan unik: rentetan istilah berbahasa Jawa lengkap dengan translatenya. Si empunya penginapan ingin mengajari tamu berbahasa Jawa melalui poster sederhana itu.
 Sepeda kumbang yang bisa disewa dari Rumah Ijo untuk para wisatawan. TEMPO/Francisca Christy Rosana
 
Di bagian tepi rumah, saya menjumpai sebuah jalan menuju menara. Ya, rumah ini memiliki menara. Menara itu bernama Merbabu. Dari balik menara, tamu dapat menyaksikan Kota Lasem yang bersahaja. Tak habis di situ, empunya rumah juga memajang koleksi sepeda ontel klasik berwarna. Tamu dapat meminjamnya untuk keliling Lasem. 

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


10 Tentang Iran, Peradaban Tertua di Dunia Hingga Dikenal Sebagai Persia

6 hari lalu

Puluhan warga mengikuti rangkaian pemakaman Mayjor Jenderal Qassem Soleimani di Baghdad, Irak, 4 Januari 2020. Soleimani, memimpin Pasukan Quds, cabang Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi di luar negeri, mulai dari sabotase dan serangan teror hingga memasok milisi yang beroperasi sebagai pasukan pengganti Iran. REUTERS/Thaier al-Sudani
10 Tentang Iran, Peradaban Tertua di Dunia Hingga Dikenal Sebagai Persia

Diketahui, wilayah Iran sempat dikuasai oleh negara-negara Helenistik, Kekaisaran Parthia, Kekaisaran Sasanian, dan terakhir kaum Muslim Arab.


Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Itu?

6 hari lalu

Warga Iran merayakan di jalan, setelah serangan IRGC terhadap Israel, di Teheran, Iran, 14 April 2024. Majid Asgaripour/WANA
Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Itu?

Iran dulunya merupakan bagian dari kekaisaran Persia. Lalu berganti nama. Salah satu paham aliran Syiah tumbuh paling subur di negara tersebut.


5 Hidangan Paling Populer di Iran

15 November 2023

Sabzi Polo atau Baghali Polo ba Mahicheh. Shutterstock
5 Hidangan Paling Populer di Iran

Banyak turis yang melawat ke negeri Teluk Persia ini menyukai makanan Iran, rasanya, baunya, kesegarannya, dan juga cara memasaknya.


Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Simpan Artefak hingga Manuskrip Bersejarah

16 September 2023

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meresmikan Museum Islam Nusantara Lasem di Rembang, Jawa Tengah, Sabtu, 16 September 2023 (Instagram/@sandiuno)
Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Simpan Artefak hingga Manuskrip Bersejarah

Museum Islam Nusantara menyimpan koleksi artefak, naskah, manuskrip, serta narasi tokoh-tokoh Islam.


Gedung Putih Putar Lagu Perlawanan Iran saat Perayaan Nowruz

22 Maret 2023

Presiden AS Joe Biden dan ibu negara Jill Biden tiba untuk upacara penandatanganan
Gedung Putih Putar Lagu Perlawanan Iran saat Perayaan Nowruz

Lagu protes Iran, Baraye, dimainkan di perayaan Nowruz atau Tahun Baru Persia di Gedung Putih, Amerika Serikat.


Festival Cheng Beng, Tradisi Unik Masyarakat Tionghoa setelah Cap Go Meh

24 Januari 2023

Petugas meletakkan bunga mawar di atas kuburan di komplek pemakaman Yuhanshan di Jinan, Provinsi Shandong, Cina, 2 April 2020. Perayaan Cheng Beng atau Festival Qingming merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur.  Xinhua/Wang Kai
Festival Cheng Beng, Tradisi Unik Masyarakat Tionghoa setelah Cap Go Meh

Tiga bulan setelah Cap Go Meh, masyarakat Tionghoa menggelar Cheng Beng untuk mengenang leluhur mereka.


Kilas Balik Reza Khan Minta Dunia Sebut Persia dengan Nama Iran

21 Maret 2022

Warga Iran mengendarai sepeda motor saat ikut merayakan HUT ke-43 Revolusi Islam di Teheran, Iran, 11 Februari 2022. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Kilas Balik Reza Khan Minta Dunia Sebut Persia dengan Nama Iran

Hari ini 1935, Syah Reza Pahlavi atau Reza Khan smi minta dunia menyebut Persia menjadi Iran. Banyak kisah sebelum akhirnya Republik Islam Iran.


Museum Nyah Lasem, Menilik Rumah Saudagar Batik Lasem Soe San Tio

6 Desember 2021

Museum Nyah Lasem di Rembang, Jawa Tengah. Foto: Antaranews
Museum Nyah Lasem, Menilik Rumah Saudagar Batik Lasem Soe San Tio

Pada masa lalu, Lasem dikenal sebagai Tiongkok Kecil. Banyak saudagar batik yang tinggal di sana.


Berusia 50 Tahun, Begini Sejarah dan Sistem Perekonomian Uni Emirat Arab

4 Desember 2021

Suasana gedung Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa 2 November 2021. Burj Khalifa merupakan gedung pencakar langit tertinggi di dunia dengan 160 lantai dan tinggi 828 meter. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Berusia 50 Tahun, Begini Sejarah dan Sistem Perekonomian Uni Emirat Arab

Uni Emirat Arab resmi berusia 50 tahun pada 2 Desember 2021 lalu. Berikut adalah fakta-fakta mengenai sistem pemerintahan dan ekonominya.


Pasar Rakyat Lasem Dibuka, Cara Belanja Batik Lasem dari Rumah

13 Mei 2020

Para pembatik di kampung Batik di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Pasar Rakyat Lasem Dibuka, Cara Belanja Batik Lasem dari Rumah

Ruang niaga Pasar Rakyat Lasem itu bisa diakses melalui situs kesengsemlasem.com.