TEMPO.CO, Manggar - Warung kopi Belitung punya sejarah cukup panjang. Keberadaan warung kopi, menurut Ayung, Ketua Asosiasi Warung Kopi Manggar, sudah dimulai sejak 1960-an. Belitung saat itu ada dalam kondisi jaya sebagai kawasan pertambangan timah. Hampir 60 persen penduduknya bekerja sebagai karyawan timah. Kehidupan masyarakat boleh dibilang sejahtera karena segala fasilitas ditanggung PT Timah. Berapa pun jumlah anggota keluarganya.
Sudah menjadi kebiasaan para pegawai timah untuk berkumpul sembari menenggak kopi sebelum bekerja. Pada 1960-an, menurut A Yung, setidaknya tercatat ada enam warung kopi yang hingga saat ini masih bertahan sampai enam generasi. Masuk era 1970-an dan 80-an, warung kopi mulai bertambah sampai 20-an. Hingga saat ini, ada sekitar seratus lebih warung kopi yang masih mempertahankan cara penyajian kopi dengan digodok langsung dalam panci lalu disaring dengan saringan kain.
Dari dulu sampai sekarang, kebanyakan warung kopi didatangi kaum pria dewasa. Rata-rata mereka bekerja sebagai buruh dan nelayan. Belakangan, kondisi timah sedang menurun, tapi tak menyurutkan kedatangan para pelanggan warung kopi untuk datang setiap hari.
Baca juga: Mencicipi Romantika Warung Kopi Manggar, Kota 1001 Kopi (1)
Masyarakat Manggar rata-rata bangga akan kekhasan dan gaya hidup mengopi tersebut. Ini terlihat dari betapa loyalnya para pelanggan yang bisa datang nyaris setiap hari ke warung langganan. "Belum ke Manggar kalau belum mengopi di sana," ujar Wendy, pemilik toko Sumber Kopi.
Baca Juga:
Toleransi pun erat. Setiap pemilik warung tak bersaing. Menurut Ani, seorang pemilik warung, di antara sesama pedagang saling menjaga dan memberi kesempatan untuk mengais rezeki. Jika tetangganya buka pagi, ia akan menutup kedai dan mulai buka sore hari, demikian sebaliknya. Setidaknya hal itu dilakukan Ani dan suaminya yang memilih membuka warung dari pagi hingga sore. "Dulu kami juga buka malam, tapi makin banyak warung buka, jadinya kami buka pagi saja sampai sore," tuturnya.
Baca juga: Romantika Warung Kopi Manggar Tak Ada Frappe atau Latte (2)
Dari kebiasaan yang menurun ini, pada Agustus 2009, Manggar dicanangkan sebagai Kota 1.001 Warung Kopi oleh Gubernur Bangka Belitung. Saat itu sekitar 17 ribu orang serentak menenggak kopi dari gelas secara bersamaan di sepanjang jalan Manggar.
Sebagai daerah yang masih dirintis untuk destinasi wisata, Manggar memang masih perlu banyak bersiap dan berbenah. Dari sisi sajian kuliner selain kopi, Manggar pun punya gangan, sejenis sup ikan kuah kuning yang disajikan dengan potongan nanas, atau mi Belitung dengan kuah udangnya. (Tamat)
AISHA SHAIDRA