TEMPO.CO, Denpasar - Kawasan wisata Nusa Dua selama ini terkenal sebagai daerah wisata di Bali yang dipadati hotel-hotel mewah. Namun jarang yang tahu bahwa persis di selatan kawasan itu terdapat pulau kecil seluas 7,4 hektare yang menawarkan keunikan tersendiri.
“Kami akan mulai berusaha untuk menatanya lebih serius agar dapat menjadi destinasi baru,” kata Direktur Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Ngurah Wirawan yang menjadi pengelola kawasan, Rabu, 24 Februari 2016.
Saat ini, menurut Wirawan, pulau yang diberi nama Peninsula itu menjadi wilayah publik dengan penataan seadanya. Padahal di sana sudah terdapat sejumlah obyek menarik seperti Tugu Penanaman Pohon oleh Delegasi WTO, Pura Bias Tugel, Patung Khrisna-Arjuna.
Ada juga fenomena alam Water Blow, yakni naiknya ombak yang menghantam karang saat air laut sedang pasang. “Selain obyek yang sudah, kami proyeksikan juga sebagai tempat penyelenggaraan event-event unik untuk menarik wisatawan,” ujar Wirawan.
Wirawan mengatakan telah melakukan Focus Grup Discussion (FGD) dengan praktisi pariwisata, pemerintah, kalangan akademisi, dan Desa Adat. Posisi Desa Adat dinilai sangat penting karena menjadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat ITDC. Warga akan dilibatkan dalma berbagai aktivitas pertunjukan kesenian, kuliner dan pameran budaya.
FGD menghasilkan “Piagam Peninsula” yang ditandangani oleh seluruh peserta. Dalam piagam itu antara lain disebutkan, penataan harus mempertahankan spiritualitas kawasan yang dijiwai oleh ajaran Hindu Dharma serta menjaga kelestarian bentang alamnya agar tetap menjadi ruang terbuka hijau dan area yang terbuka untuk umum. Selain itu, harus menjamin adanya partisipasi masyarakat lokal.
Komisaris Utama ITDC , I Gde Ardika menyatakan, kesempatan menata Peninsula merupakan saat untuk melihat kembali peran ITDC setelah berusia lebih dari 40 tahun. “Mestinya harus lebih bijak lagi dan konsisten dengan prinsip dasar pengembangan pariwisata Bali,” ujar mantan Menteri Pariwisata itu.
Dalam prinsip itu, kata Ardika, pariwisata bukan hanya melihat aspek sekala tetapi juga melihat sisi niskala yang merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Bali. Lebih dari itu, pembangunan harus memberi kemanfataan pada masyarakat lokal yang berinteraksi langsung dengan kawasan ini .
ROFIQI HASAN