Melewati pemeriksaan karcis, ruangan luas dengan lorong-lorong yang dipenuhi pajangan wayang berwarna-warni menanti, membuat wayang menjadi atraktif di tengah pencahayaan yang redup. Pemandangan ini membuat mata tak jemu lantaran karakter wayang yang dipajang tak pernah sama. Setiap wayang yang dipajang berasal dari bahan dan jenis yang berbeda, lengkap dari seluruh penjuru Nusantara.
"Jumlah koleksi Museum Wayang keseluruhan ada 6.200 wayang dari seluruh nusantara, tetapi yang dipajang sekitar 2.000 saja supaya bisa diganti-ganti. Biar pengunjung tidak bosan," kata dia.
Di ruangan pertama, pengunjung akan disajikan kisah perwayangan purwa Ramayana. Pengunjung akan diantarkan pada cerita Rama Wijaya, Dewi Sinta dan penguasa Alengka Rahvana. Cerita ini disajikan dalam tujuh sinopsis yang saling berurutan dalam pajangan yang seolah menggambarkan adegan dalam sinopsis itu. Seperti misalnya dalam babak Lesmana, tangan kanan Rama, yang diberi mandat oleh Rama untuk menjaga Sinta lalu membuat lingkaran di sekeliling Sinta manakala permaisuri Rama itu meminta ia pergi memeriksa keadaan Rama. Dalam babak ini, ada dua karakter wayang yang mewakili Lesmana dan Dewi Sinta yang saling berhadapan di atas kain merah dan karakter Sinta berada di lingkaran putih.
Di lorong selanjutnya, pengunjung akan disuguhi aneka wayang dari seluruh nusantara yang menceritakan hikayat, dongeng, mitos dan legenda dari sebuah wilayah. Cerita Mahabharata akan menyambut pengunjung di lorong selanjutnya. Perseteruan antara Pandawa Lima dan Kurawa dibagi dalam potongan belasan sinopsis. Sayang, epos ini tak diceritakan menyeluruh hingga akhir, Parikesit naik takhta. "Kami memiliki keterbatasan jumlah wayang jika ingin menyajikan secara utuh," kata pria yang sudah delapan tahun mengabdi di museum bekas Gereja Protestan kedua ini.
Di akhir labirin perjalanan, pengunjung diberi pilihan menonton pagelaran wayang atau menyudahi perjalanan. Hari ini, Sanggar Giri Cala yang menyuguhkan Wayang Golek Sunda dengan Dalang Nana Taryana yang bergiliran tampil. Suara gamelan dan pesinden menyeruak dari dalam ruangan yang memiliki 120 kursi yang hanya diisi sepertiganya. Kebanyakan pengunjung bertahan selama 20 menit lalu sibuk dengan handphone lalu bergegas keluar. Selama 45 menit, jumlah pengunjung datang tak jauh berbeda namun seringkali berganti.