Mbah Reso mengatakan tak tahu pasti sejak usia berapa mulai menenun. Yang jelas, keterampilan itu didapat dari ibunya yang juga penenun lurik. Meski saban hari membuat lurik, ia juga tak tahu pasti perhitungan jam kerjanya. Ia mulai bekerja ketika matahari terbit dan sinarnya mampu menerangi. Demikian juga ketika matahari tenggelam dan sinarnya mulai berkurang, ia akan mengakhiri pekerjaannya.
Karena dibuat secara manual, lurik buatan Mbah Reso tak rapi. Anyamannya kasar, pori-pori kainnya pun besar. Ukurannya juga tak selebar kain lurik yang dijual di pasaran. "Saya hanya buat lurik gendong," katanya.
Lurik ini biasa memiliki lebar setengah meter dan panjang 2 meter. Dengan motif warna hitam dan putih, kain ini lazim digunakan untuk menggendong bakul dan barang. Di pasar-pasar tradisional di Jawa, kain bisa ditemui untuk pengikat tenggok pada punggung perempuan pedagang. Jika tak sakit, Mbah Reso bisa membuat selembar lurik gendong dalam waktu dua hari. "Tubuh saya ini sudah tak mempan kena obat," katanya.
Seorang pegiat fotografi asal Klaten, Albertus Magnus Kus Hendratmo, mengatakan Cawas adalah sentra kerajinan lurik di Klaten. Lurik itu dibuat oleh perajin kecil rumahan dengan menggunakan alat tenun bukan mesin. "Yang tradisional nyaris tak ada," ujarnya. Ia mengingat, beberapa waktu lalu, penenun lurik secara tradisional di Cawas, bahkan se-Klaten, tersisa dua orang saja. Itu pun sudah berusia tua. Satu di antaranya adalah Mbah Reso.
Meski penenun tradisional di Klaten telah langka, produk Mbah Reso tetap digemari di pasaran. Seminggu sekali, seorang tengkulak datang ke rumahnya untuk membeli lurik gendong buatannya. Kain itu lantas dijual kembali di Pasar Cawas. Yang membuat miris adalah Mbah Reso menjual lurik buatannya hanya Rp 20 ribu per lembar. "Buat beli benangnya saja berapa," kata Magnus. Taruhlah separuh dari hasil penjualan itu dimanfaatkan untuk membeli bahan baku, itu artinya tenaga dan keterampilannya hanya seharga Rp 5.000 per hari. (Baca: Batik Banyumasan Melirik Bahan Kain Tenun Lurik)
ANANG ZAKARIA
Berita Lainnya:
Jember Fashion Carnival Digelar 21-24 Agustus
Denpasar Gelar Festival Budaya Anak-anak
Trafique Coffee, Ngopi di Tengah Macet