TEMPO.CO, Jakarta--Kendati hujan deras menyelimuti lereng Merbabu, namun puluhan mobil berplat luar kota Magelang tampak “nongkrong”di kanan kiri jalan. Hanya ingin mencicipi lezatnya durian Merbabu, mereka pun rela berjalan kesana kemari untuk menemukan durian yang pas.
Rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan tampak dipadati orang. Pemandangan menarik hadir disitu, ada puluhan durian yang digelar di depan teras rumah. Berbagai ukuran durian tersedia dan pembeli bebas untuk memilihnya.
Kampung durian begitulah orang menyebutnya. Kampung yang terletak di Dusun Mantenan, Desa Giyanti, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang ini tengah naik pamor berkat buah duriannya. Ribuan orang datang untuk menyaksikan festival duren yang diadakan di kampung tersebut pada awal Maret lalu.
Menelisik sejarah penamaan Kampung Durian, Takyin, Kepala Dusun Mantenan cukup memiliki peran penting. Kepada Tempo ia bercerita bahwa secara ekonomi dusun ini tergolong dusun miskin. Kurang lebih empat tahun lalu, ia mengajak warganya untuk menanam buah durian.
“Waktu itu saya mengajak warga untuk mencoba menanam buah durian supaya nantinya bisa dijual di pasar. Buah durian dipilih karena nenek moyang banyak meninggalkan pohonnya di lereng Merbabu ini,”kata Takyin di rumahnya.
Ide Takyin diterima dan setelah panen warga menjualnya ke pasar. Tak disangka, durian lereng Merbabu ini banyak diminati orang. Hingga akhirnya seiring meningkatnya jumlah pembeli di pasar, maka banyak warga lain yang tertarik menanam. “Sejak durian Merbabu ini banyak dikenal, akhirnya banyak yang menjual di depan rumah mereka. Pemerintah setempat pun menamakan kampung kami kampung durian,” katanya.
Ketika ditanya apa nama durian dari lereng Merbabu ini, Takyin tidak bisa menjawab. Katanya, durian ini belum bernama. Hanya saja, durian lokal lereng Merbabu berbeda dengan durian lainnya.
Ia melanjutkan, dari 135 Kepala Keluarga, sekitar 40 KK melakukan usaha ini. Alhasil pendapatan pun meningkat dan mereka bisa membangun rumah serta membeli kendaraan.
Takyin pun mengaku ia tidak melakukan larangan kepada warga untuk menjual duriannya di depan rumah. Ia membebaskan warganya untuk mencari penghidupan ekonomi.
“Sejak kampung ini dinamakan kampung durian, warga mulai bercita-cita untuk menjadi wirausaha. Inilah impian saya yakni menjadikan warga disini menjadi juragan,” tambahnya.
Sementara itu, Martini (30), penjual durian dari dusun tersebut mengatakan bahwa semenjak ia berjualan durian ekonomi keluarganya sangat terbantu. Ia menjelaskan menjual durian dari Rp10.000-Rp40.000,. Keuntungan yang ia peroleh bisa dikatakan cukup untuk biaya hidup karena mencapai Rp3 jutaan per harinya. Ia pun mengaku membeli buah durian dari tetangganya sejak bunga. Untuk menunggu buah, lanjutnya, bisa mencapai 6 bulanan.
"Sayangnya, kampung ini ramai ketika musim durian tiba. Musimnya sekitar Februari –Maret ini. Ketika tidak musim ya sepi, dan kami tidak lagi berjualan,”kata Partini.
Hal senanda juga diungkapkan oleh pedagang lain , Sarwoti (60). Ia mengaku memiliki pohon durian sendiri. Dengan menjual dari harga Rp10.000,- hingga lebih dari Rp50.000,- ia bisa mengantongi laba hingga Rp 3 jutaan per harinya. Sayangnya, laba ini tidak dirasakan bila musim durian tidak datang.
Sementara itu, pasangan suami istri dari Temanggung, Andi(27) dan Pratiwi(25) mengaku ketagihan dengan durian Merbabu. “Justru rasa durian sini enak maka saya rela datang kesini. Daging buahnya tebal, dan isinya kuning seperti mentega. Pokoknya bikin ketagihan,”ujar Andi Prayogo (27), warga Temanggung.
OLIVIA LEWI PRAMESTI
Terhangat:
EDSUS HUT Jakarta | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah
Baca juga:
10 Tempat Paling Ikonik untuk Memotret
Festival Gura Ici Maluku Utara 2013
Wangi Ayam Canton dan Tempe Kemul Restoran Asia
Tips Liburan Keluarga