TEMPO.CO, Jakarta -Penjelajahan kuliner legendaris berakhir di Surabaya. Di Kota Pahlawan ini terdapat warung lontong balap terkenal: Depot Lontong Balap Cak Gendut Garuda. Jumat pekan lalu, warung di Jalan Prof Dr Moestopo, Surabaya, itu sangat ramai pengunjung. Mereka datang silih berganti.
Lontong balap ialah makanan ringan yang terdiri atas lontong, tahu, lento, dan kecambah bercampur kuah. Sate kerang disajikan sebagai pelengkap hidangan. Adapun pasangannya adalah es kelapa muda.
Lontong Balap Cak Gendut, yang kini dikelola anak lelakinya, Aris Taufiq, 35 tahun, sebenarnya baru mulai 28 Oktober 2012 pindah ke Jalan Moestopo. Sebelumnya, selama berpuluh tahun lontong balap itu berada di trotoar Jalan Kranggan, tak jauh dari gedung bioskop Garuda.
Di warung kaki lima itulah Haji Abdul Rohim alias Cak Gendut membuka usaha yang ia warisi dari sang ibu, Saunah. Saunah, warga Kampung Margo Rukun, membuka warung lontong balap itu sejak 1958. Cak Gendut lantas meneruskan usaha ibunya itu sejak 1987.
Lantaran lokasinya di samping bioskop Garuda, nama itu dipakai sebagai identitas warung. Pada 2007 Cak Gendut meninggal karena penyakit lever. Warung lontong balap yang sudah sangat terkenal itu kemudian dilanjutkan oleh Aris. Nahas, pada 30 Agustus 2012, warung legendaris itu digusur aparat Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Surabaya karena dianggap mengganggu pejalan kaki.
Berbekal gerobak yang tidak diangkut polisi pamong praja, Aris pun memutuskan mencari tempat yang lebih representatif. Ia pun menemukan tempat strategis di seberang kantor Perusahaan Daerah Air Minum Surabaya. Meski bioskop Garuda telah gulung tikar pada 2000, Aris tetap mencomot nama itu sebagai penanda warungnya.
Di depotnya yang baru, Aris melengkapi rumah makannya dengan fasilitas toilet dan musala di lantai dua. Sebab, lelaki jebolan SMA Takmiriyah Surabaya tahun 1996 itu ingin pembelinya nyaman saat makan. Dan satu lagi, ia tak berani mengubah resep masakan yang telah turun-temurun itu. "Diubah sedikit saja resepnya, pembeli tahu," kata dia.
Pernah suatu saat Aris mengurangi porsi cabai di sambal lontong balap. Sebab, ketika itu harga cabe melonjak hingga Rp 158 ribu per kilo. Namun rupanya pelanggan setianya tahu dan langsung protes. Dari pengalaman itu, Aris akhirnya memutuskan untuk tidak mengutak-atik lagi resep masakan leluhurnya. Ia khawatir pelanggannya kecewa. "Tapi baru 50 persen pelanggan kami yang datang ke sini, mungkin tidak tahu kalau kami pindah," kata bapak satu anak ini.
Makanan asal Surabaya lainnya yang bikin lidah bergoyang adalah Tahu Thek Telor Cak Kahar. Sama dengan Lontong Balap Cak Gendut, Tahu Thek Telor Cak Kahar juga telah ada sejak 1950-an. Adalah Aminah, nenek Sukahar alias Cak Kahar, yang memulai buka warung ini di Jalan Embong Malang.
Setelah Aminah meninggal, usaha tersebut dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Sajat. Barulah kemudian Sukahar mengambil alih pada 1996 sehabis orang tuanya tiada. Meski berlabel "Depot Legendaris Cak Kahar", tempat kuliner itu hanya berupa warung kaki lima yang buka di teras sebuah salon kecantikan. Awal bukanya pun di atas pukul 17.00 atau setelah salon tutup.
Tahu thek telor ialah makanan berkomposisi tahu, telur, lontong, kecambah, kentang, petis, dan kerupuk. Baik telur maupun lontongnya diiris-iris ukuran kecil. Adapun thek diambil dari bunyi wajan ketika penjualnya menggoreng telur. Seporsi harganya Rp 15 ribu. Arifin, pegawai hotel yang sore itu menikmati tahu thek telor, menuturkan bahwa makanan itu cocok dengan seleranya. "Sejak dulu ini langganan saya," kata dia.
KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA)