TEMPO.CO, Jakarta--Perayaan sekaten atau pasar rakyat hampir berakhir bersamaan dengan datangnya peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Ribuan warga, yang berdatangan dari berbagai daerah memadati Alun-Alun Utara dan Masjid Gede, Yogyakarta, Kamis, 24 Januari.
Mereka berbaur menunggu gunungan yang diarak para prajurit Kraton. Grebeg Maulud Nabi Muhammad menjadi berkah bagi para pengais rezeki di kawasan Alun-Alun Selatan dan Masjid Gede. Salah satunya adalah penjual telur berwarna merah dan racikan sirih. Penjual telur memadati sudut-sudut Masjid Gede.
Telur berwarna merah dijual pada hari pertama perayaan sekaten hingga perayaan Maulud Nabi Muhammad. Penjualnya rata-rata sudah sepuh dengan usia 70-80an tahun. Mereka masih mempertahankan tradisi itu.
Penjual telur berwarna merah, Tuminem, 80, mengatakan telah berjualan telur berwarna merah atau dikenal dengan sebutan endog abang sekitar 30 tahun. Endog abang miliknya laris terjual. Ia menjual sebanyak 5 kilogram telur. "Endog abang ini perwujudan berkah. Makan ini jadi sehat, kata dia dalam bahasa jawa.
Tuminem mengatakan cara pembuatan endog abang sangat gampang. Telur direbus kemudian dicelupkan pada air yang telah dicampur pewarna berwarna merah. Tuminem yang sudah berjualan 30 tahun sebenarnya tak paham apa maksud dari warna merah pada telur itu. Ia hanya melanjutkan tradisi.
Senada dengan Tuminem, Sandi, penjual asal Kabupaten Bantul juga tak paham makna filosofi telur berwarna merah dan racikan sirih. Harga telur dibanderol sebesar Rp2.500.
Salah satu pembeli asal Sleman, Anis, mengatakan baru pertama kali ini membeli endog abang. Ia yang datang bersama keluarga penasaran sehingga banyak bertanya kepada penjual endog abang. "Kami ingin tahu kenapa warna telur-telur itu merah," katanya.
Pengangeng Tepas Dwarapura keraton Yogyakarta atau Kepala kantor Dwarapura Keraton Yogyakarta KRT H. Jatiningrat mengatakan transaksi jual beli barang pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW telah ada sejak zaman kerajaan Demak. Transaksi jual beli komoditas merupakan bagian dari Grebeg Maulid Nabi Muhammad yang tidak terpisahkan. Masyarakat setiap tahun memperingatinya dengan cara mendatangi Alun-Alun Utara dan Masjid Gede Yogyakarta. Mereka berduyun-duyun menunggu datangnya 7 gunungan atau biasa disebut tradisi ngalap berkah.
Menurutnya, telur warna merah yang dijual di sudut-sudut kawasan Masjid Gede memiliki makna filosofis. Telur menurutnya melambangkan kesuburan. Warna putih telur di bagian dalam menjadi simbol bibit atau benih manusia berjenis kelamin laki-laki dan warna merah pada kulit luar telur melambangkan perempuan. "Merah identik dengan gumpalan darah yang ada di dalam perut perempuan," katanya.
Ia mengatakan penjual telur hanya bisa ditemui di Masjid Gede sejak awal perayaan sekaten. Penjualnya rata-rata merupakan orang yang sudah lanjut usia. Rata-rata mereka berasal dari Bantul karena Bantul merupakan daerah dengan sistem pemerintahan yang paling tua. "Saya berharap tradisi menjual endog abang tidak luntur. Semoga ada proses regenerasi," katanya.
Sementara itu, racikan sirih, kembang kanthil, dan kinang adalah benda yang biasa dipertukarkan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan sejak awal sekaten berlangsung. Racikan sirih itu berfungsi memperkuat gigi.
Sementara itu, perayaan sekaten berlangsung pada 17-23 Januari. Sekaten artinya Syahadat Ain yang didalamnya kental dengan dakwah Agama Islam. Perayaan sekaten dimulai dengan membunyikan dua gamelan sebagai media dakwah Agama Islam. Dua gamelan itu bernama Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai guntur Sari. Gamelan dibunyikan di Bangsal Ponconiti, Kemandungan Lor atau Keben di kawasan Keraton dan Masjid Gede. Gamelan dibunyikan bersamaan dengan gending Jawa Rambu dan Rangkung, tembang ciptaan para wali. Baca berita petualangan travel di sini.
SHINTA MAHARANI