TEMPO.CO, Kediri - Bantaran Sungai Brantas di Kelurahan Semampir, Kecamatan Kota Kediri mendadak ramai. Sekumpulan ibu-ibu sibuk menenteng kantong plastik berisi penuh ikan kali. Mereka hilir mudik mengelilingi bak-bak air yang berisi bermacam jenis ikan tawar.
Kehebohan ini terjadi di lokasi pelelangan ikan sungai milik warga di bantaran Sungai Brantas, Ahad pagi. Para peternak ikan keramba sungai memanen hasil peliharaan mereka setiap hari Sabtu. “Minggu untuk dijual murah. Harganya memang miring,” kata Ibu Khoiri, salah satu pembeli di pelelangan ikan Brantas, kepada Tempo, Ahad, 16 Desember 2012.
Ibu dua anak ini mengaku tertarik mendatangi pasar ikan dadakan ini karena masih segar. Ikan-ikan yang dijual adalah hasil budi daya peternak di keramba-keramba sungai yang langsung diangkat. Kondisi ini berbeda dengan pasar ikan kebanyakan yang rata-rata hasil ikannya telah didinginkan dengan es batu.
Berbagai jenis ikan sungai bisa didapat di tempat ini. Di antaranya adalah bawal, nila, gurame, lele, hingga lobster. Khusus lobster berukuran dua ibu jari ini tidak dipelihara di sungai. Hewan ini dipelihara secara khusus di kolam rumahan untuk menghindari pencurian. Hal ini disebabkan masih mahalnya harga lobster di pasaran.
Tanti, salah satu pemilik keramba ikan, mengaku cukup beruntung dengan bisnis barunya. Sebelumnya dia adalah pemilik warung makanan yang melayani para penambang pasir ilegal di kawasan itu. Namun, sejak penutupan paksa lokasi penambangan, dia dan suaminya beralih ke bisnis ikan keramba yang disubsidi PT Gudang Garam Tbk.
Setelah hampir enam bulan bergulat dengan ikan-ikan ini, dia dan keluarganya berhasil memanen dan menjualnya. Bersama-sama bekas penambang lainnya, mereka menjajakan hasil panen di pasar dadakan yang memanfaatkan lahan kosong. Hasilnya, lokasi ini menjadi pasar ikan yang laris sekaligus wisata kuliner bagi masyarakat Kediri.
Tak hanya menyajikan ikan segar, sejumlah warga juga mengolahnya menjadi aneka makanan jadi. Para pengunjung yang masih ragu dengan kualitas ikan keramba bisa mencicipinya dulu di lokasi. Jika cocok, mereka bisa membawa pulang ikan-ikan yang dijamin lebih murah dibanding harga di pasar umum. Ikan lele segar dipatok Rp 14 ribu per kilogram, ikan nila Rp 18 ribu per kilogram, dan gurame Rp 42 ribu kilogram.
Dengan harga tersebut, pembeli bisa membawa pulang ikan-ikan itu dalam keadaan bersih. Sebab, para peternak juga melayani pembersihan kotoran ikan dan dicuci di lokasi penjualan. “Di rumah tinggal goreng,” kata Tanti.
Meski belum dipromosikan secara resmi melalui pemasangan papan nama dan pembangunan infrastruktur layak oleh pemerintah daerah setempat, keberadaan pasar ikan ini telah tersebar dari mulut ke mulut. Mereka berbondong-bondong ke bantaran sungai sejak pagi hari.
Pembeli yang ingin bertamasya bisa melanjutkan perjalanan dengan berjalan-jalan di pinggir sungai untuk sekadar menikmati udara segar. Mereka juga bisa melihat langsung kondisi ikan-ikan yang dikelola warga di dalam keramba bambu.
HARI TRI WASONO