Pelabuhan Sunda Kelapa
Melewati bekas Gerbang Amsterdam, peserta tur diajak melanjutkan jalan kaki ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
"Pelabuhan ini masih aktif, akan banyak kendaraan besar lewat, jadi tolong dijaga langkahnya," kata Arif.
Setelah melewati gerbang utama Pelindo, peserta diajak berbelok ke kiri sampai ke deretan kapal-kapal kayu yang bersandar.
Pelabuhan yang konon ada sejak abad ke-5 ini merupakan gerbang bangsa mana pun yang ingin datang dan berdagang ke Jawa. Pada abad ke-16, pelabuhan ini dikuasai oleh Portugis berkat perjanjian dengan Kerajaan Sunda. Tidak lama, pelabuhan itu direbut oleh Kerajaan Demak yang mengganti namanya menjadi Jayakarta, Portugis pun terusir. Namun, saat berada di bawah Demak, pelabuhan ini direbut Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda, yang akhirnya membangun Kota Batavia.
Bekas Galangan Kapal VOC di kawasan Kota Tua Jakarta. TEMPO/Mila Novita
"VOC diberi mandat oleh Kerajaan Belanda untuk mengelola wilayah jajahan supaya bisa mengajalahkan perusahaan dagang Inggris, tapi VOC gagal setelah dua abad karena korupsi. Kerajaan Belanda mengambil alih Batavia, sejak itulah diubah, Kastil diubah dan (Batavia) diperluas," ujar Arif.
Pada Abad ke-19, dibangun sebuah pelabuhan lagi di Tanjung Priok yang banyak melayani pengiriman internasional. Adapun Pelabuhan Sunda Kelapa dibatasi untuk kapal ekspedisi domestik. Kebanyakan kapal yang beroperasi di sini adalah kapal pinisi khas Sulawesi Selatan.
"Produk yang dibawa adalah produk yang sulit didapatkan di Kalimantan dan Sumatra, seperti semen dan furniture. Selain itu, (barang) yang tidak ada expired-nya karena perjalanan ke Kalimantan bisa tiga sampai empat hari," kata Arif.
Di Pelabuhan Sunda Kelapa, pelancong bisa baik perahu motor untuk melihat pelabuhan dari laut. Biayanya sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu, tergantung jumlah rombongan.
Dari pelabuhan, perjalanan dilanjutkan melihat bekas Kastil Batavia di dekat Pasar Ikan, lalu ke Menara Syahbandar di Museum Bahari. Menara ini sudah tidak digunakan, tetapi bisa dinaiki.
Menyeberang jalan dari Museum Bahari, ada bekas bangunan tua dengan tulisan VOC yang mencolok. Di depan bangunan ini terdapat tugu Revitalisasi Kota Perjuangan Jayakarta atau Tugu Jangkar. Tugu yang ditandatangani mantan GUbernur DKI Jakarta Surjadi Soedirdja pada 1996 ini merupakan titik awal pembangunan Pantura Jakarta.
Perjalanan dilanjutkan menyusuri tepi kanal sampai ke Jembatan Kota Intan. Di sinilah tur "Pesona Kanal dan Kampung Tua Sunda Kelapa" berakhir. Waktu yang dihabiskan melebihi perkiraan dengan panjang rute pulang pergi sekitar lima kilometer.
Pilihan Editor: Menyambangi Kampung Arab Pekojan, Melihat Sejarah Islam di Kota Tua Jakarta