TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta akhirnya mengubah durasi waktu pemberlakuan kebijakan Malioboro bebas kendaraan bermotor yang diujicobakan sejak 3 November 2020.
Ujicoba yang rencananya dilangsungkan sampai 15 November 2020 itu, belakangan memicu protes kalangan pedagang kaki lima (PKL) dan pelaku usaha wisata lain di Malioboro karena membuat mata pencahariannya terpengaruh.
Setelah munculnya protes itu, per Kamis 12 November 2020, ujicoba bebas kendaraan di Malioboro dipangkas setidaknya 11 jam dari ketentuan awal. Dari semula bebas kendaraan berlaku selama 16 jam mulai pukul 06.00-22.00 WIB lalu diubah hanya menjadi lima jam saja mulai pukul 17.00-22.00 WIB
“Mulai Kamis ini lalu lintas pedestrian (bebas kendaraan bermotor) di Malioboro mulai pukul 17.00-22.00 WIB dengan tetap terus dievaluasi untuk penerapan secara menyeluruh,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DIY Ni Made Dwi Panti Indrayanti, Kamis.
Made menambahkan perubahan durasi itu hanya berlaku untuk jalan utama Malioboro. Sedangkan untuk sirip-sirip jalan Malioboro seperti Jalan Dagen, Sosrowijayan, Perwakilan, Pajeksan dan Suryatmajan tetap berjalan seperti sebelum uji coba jalur pedestrian Malioboro diberlakukan.
Sistem giratori atau jalan satu arah tetap diberlakukan seperti saat uji coba dengan adanya perbaikan arus simpang, sinyal dan infrastruktur.
Menurut Made, perubahan rekayasa lalu lintas jalur pedestrian Malioboro itu setelah adanya banyak masukan dan evaluasi berbagai pihak, khususnya terkait akses transportasi dan kondisi ekonomi. “Karena menghidupkan satu kawasan tidak hanya tergantung pada sisi transportasi, tapi juga sisi lain. Untuk mengubah sesuatu secara total itu dibutuhkan support, bukan bergerak sendiri," ujarnya.
Made pun mengatakan bahwa penerapan jalur pedestrian di kawasan Malioboro nantinya akan berbeda dengan jalur pedestrian lain di dunia. Apalagi di Malioboro sudah memiliki angkutan tradisional khas tak bermotor seperti andong dan becak.
“Kami akan berkolaborasi untuk menghidupkan Malioboro dengan sisi atraksi wisata, yang diatur agar tidak menggunakan badan jalan,” kata Made.
Paul Zulkarnain, juru bicara komunitas pedagang kaki lima (PKL) dari Paguyuban Tri Dharma Malioboro mengatakan sejak adanya pandemi Covid-19 di DIY, banyak PKL menutup lapak jualan. Saat ini, para PKL baru memulai kembali membuka lapak sehingga geliat ekonomi juga mulai bangkit.
“Sekian lama PKL hampir tenggelam akibat sepi pengunjung karena Covid-19, tapi justru saat coba bangkit ada uji coba pedestrian Malioboro yang kembali membuat kunjungan sepi,” ujar Paul.
Menurut Paul, secara prinsip PKL Malioboro mendukung uji coba jalur pedestrian, namun pemerintah juga harus memikirkan dulu area parkir memadai yang tersedia. “Sulitnya pengunjung mencari kantong-kantong parkir di sirip Jalan Malioboro membuat sebagian besar pengunjung akhirnya malas ke Malioboro saat ujicoba itu,” ujarnya.
Selain itu, kata Paul, saat membuat kebijakan larangan kendaraan bermotor melintasi kawasan Malioboro, Pemda DIY seharusnya dapat memastikan sirip-sirip Jalan Malioboro berfungsi sebagaimana mestinya, yakni menjadi jalur dua arah.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pun sempat meminta maaf jika masyarakat pelaku ekonomi Malioboro terdampak uji coba jalur pedestrian itu. Menurut Sultan, kebijakan Malioboro bebas kendaraan bermotor sifatnya masih ujicoba, bukan permanen. "Ya saya mohon maaf jika ada yang dirugikan. Kalau kebijakan itu memang tidak pas tentu dievaluasi," ujarnya.