Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Di Pegunungan Bintang, Dulunya Mayat-Mayat Ada di Pohon

image-gnews
Lelaki anggota Suku Eipo (Mek) meratapi kematian salah satu anggota suku. Dok. Wulf Schiefenhoevel
Lelaki anggota Suku Eipo (Mek) meratapi kematian salah satu anggota suku. Dok. Wulf Schiefenhoevel
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Awal abad 20 merupakan gelombang besar penelitian para arkeolog dan antropolog ke Papua. Bagi mereka, Papua memang unik. Pada awal abad 20, masih terdapat suku-suku di pedalaman yang hidup seperti zaman prasejarah, yang memelihara tradisi nenek moyang mereka.

Dua hal yang kini hilang dari tradisi nenek moyang suku-suku di Pegunungan Bintang, Papua, karena dilarang ajaran Kristen dan pemerintah: perang antarsuku dan ritual pemakaman tanpa dikubur. Antropolog medis Wulf Schiefenhoevel, Grup Etologi Manusia, Institut Max Planck, Starnberg-Seewiesen, adalah satu yang terpikat dengan keelokan budaya Papua.

Schiefenhoevel mengenang, petualangannya di dalam belantara Pegunungan Bintang pada 1974-1976, didanai oleh Pemerintah Jerman. Schiefenhoevel pertama kali menjejakkan kakinya di Papua pada 4 Juli 1974. Rombongan pertama yang dia pimpin merupakan penelitian besar dari proyek bertajuk “Mensch, Kultur und Umwelt in  Zentralen Bergland von Irian Jaya (Manusia, Budaya dan Lingkungan di Pegunungan Sentral Irian Jaya)”.

Rombongan tersebut mendarat di Bime, Kampung Munggona di bagian selatan Lembah Eipomek, waktu itu bernama Lembah X, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan selama lima hari. Hingga akhir 1976, jumlah tim sebanyak 32 orang, yang meneliti dengan berbagai disiplin: geologi, meteorologi, geografi, pertanian, botanik, zoologi, antropologi fisik, antropologi dental, kesehatan, ethnomedicine, linguistik, etnografi, etnomusikologi, prilaku (behavior), dan dokumentasi film.

“Proyek harus dibatalkan pada 1976 karena ribut-ribut di Papua sebelum disiplin lain mulai kerja, upamanya arkeologi,” kata Wulf Schiefenhoevel dalam email-nya. Sebagai kepala proyek, ia bertanggung jawab besar dan saat semua anggotanya kembali ke negeri masing-masing, ia bertahan di Lembah X hingga 14 bulan.

Salah satu yang jadi perhatian Schiefenhoevel, ritual pemakaman dua suku besar yang tinggal di Kabupaten Pegunungan Bintang saat ini, Ngalum (Ok) dan Eipo (Mek). Penyebutan ok dan mek pada kedua suku itu, untuk membedakan wilayah teritorial mereka. “Kelompok Ok selanjutnya adalah Mianmin, Tifalmin, Faiwolmin, Telefolmin dan lainnya yang tinggal di Papua Nugini di barat perbatasan internasional,” ujar Schiefenhoevel.

Salah satu wanita Suku Eipo sedang kritis dan akan meninggal dunia. Para warga suku berkumpul, berdoa, menangis, bernyanyi, dan bersyair mengenai wanita tersebut dengan bahasa sastra dan metafora. Dok. Wulf Schiefenhoevel

Schiefenhoevel menyebut istilah "ok" berarti air dan sungai. Istilah itu digunakan para peneliti Australia untuk mengekspresikan kesatuan budaya dan bahasa dari berbagai kelompok di wilayah Pegunungan Bintang.

Sementara, istilah "mek", yang juga berarti air dan sungai, digunakan untuk memberi nama kelompok-kelompok barat Ok dan timur Yali. Mereka memiliki bahasa dan kebiasaan tersendiri. Mek tersebut menempati pegunungan di utara dan selatan Central Range. Eipo tinggal di pusat daerah Mek, tepat di utara jajaran pusat.

Menukil buku “Mannen in het draagnet” (“Manusia dalam tas”, 1974), mengutip Pater Sibbele Hylkema, Schiefenhoevel menjelaskan orang-orang Suku Ngalum memiliki empati yang sangat tinggi. “Ketika seseorang meninggal, kerabat dan tetangga berkumpul untuk berbagi kesedihan, yang diekspresikan dalam tangisan dan nyanyian,” ujarnya.

Ada tiga prosedur pemakaman menurut Hylkema: pertama, meletakkan mayat di lubang tanah dangkal dan menutupinya dengan daun, kulit kayu atau tanah (seringkali untuk orang yang tidak memiliki posisi tinggi di masyarakat). Kedua, menempatkan mayat (terutama anak-anak yang sudah meninggal) di pohon-pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong.

Ketiga, membungkus mayat dalam kulit kayu dan menempatkannya pada struktur kayu, disandarkan pada pohon yang terdapat dudukan atau sandaran menyerupai kursi besar. Di atas mayat diberi atap sederhana untuk melindungi mayat dari matahari dan hujan.

Dalam kasus terakhir, yang bisa dilihat sebagai bentuk utama upacara pemakaman di antara Nalum, biasanya diikuti dua langkah lagi: pertama, membawa tulang-tulang (setelah mayat membusuk) ke rumah pria untuk mengeringkannya di atas tempat api. Kedua, membawa tulang kering ke dalam gua atau tempat berlindung batu sebagai tempat peristirahatan terakhir.

Prosesi itu belum selesai. Dilanjutkan dengan ritual untuk mencegah arwah almarhum kembali ke desa dan mencelakakan orang yang masih hidup. Menurut arkeolog Hari Suroto, ritual tersebut mengait pada mitos mengenai sosok pencipta atau nenek moyang orang-orang Suku Mek dan Ok. Sosok itu disebut sebagai Yaleenye, yang bila diterjemahkan dalam bahasa setempat sebagai “yang datang dari timur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ia sosok tak kasat mata, dan hanya orang-orang tertentu dalam suku yang bisa melihat dan berkomunikasi dengan Yaleenye,” ujar Hari. Jadi, pengabaian ritua suku, termasuk pemakaman, dapat memicu wabah penyakit dan kematian. Roh-roh, biasanya berwujud perempuan, datang untuk membunuh dan memakan manusia.

Para lelaki Suku Eipo menyiapkan pohon yang akan digunakan untuk menggantung mayat. Dok. Wulf Schiefenhoevel

Mereka membawa kabut tebal untuk membungkus manusia dan meninggalkannya dalam keadaan dijangkiti wabah, “Roh dan sihir itu sangat ditakuti oleh Suku Ngalum dan Eipo pada zaman sebelum masuknya Kristen,” ujar Hari. Saat misionaris berdatangan dan Belanda pada awal abad 20 menempatkan kantor pemerintahan, praktik-praktik ritual kematian tersebut dilarang.

Ritual Pemakaman dengan Sastra

Sebagaimana suku Ngalum, orang-orang Eipo memiliki rasa empati yang besar bila ada anggota suku yang meninggal. Mereka bahkan berkumpul di rumah orang yang sakit kritis, sembari menyanyi dan menangis.

“Mereka menyantikan lagu dengan syair yang secara khusus membahas karakter orang yang meninggal, fakta bahwa ikatan antara anggota suku dengan yang lainnya akan terputus selamanya dan tak akan bersama-sama lagi,” ujar Schiefenhoevel.

Menurut Schiefenhoevel, lirik-lirik yang mereka nyanyikan – sebagaimana Suku Ngalum -- menjadi bukti dari intelektual, penggunaan artistik bahasa, khususnya metafora, “Kami dari budaya yang sama sekali berbeda dapat dengan mudah memahami ungkapan emosi mendalam dari penyesalan dan kesedihan ini,” ujar Schiefenhoevel.

Pada tahap pertama upacara pemakaman Suku Eipo, jenazah diangkat ke atas pohon yang telah digunduli dengan memotong cabang dan ranting yang lebih kecil. Di sana, mayat itu ditata dalam posisi duduk. Atap dan dinding sederhana dibangun untuk melindungi mayat, seperti halnya yang dilakukan Suku Ngalum. Tubuh mayat terkena angin lalu mengering dalam semacam proses mumifikasi alami, yaitu tanpa menggunakan asap atau metode lainnya.

Setelah mayat mengering menjadi mumi, tubuh itu diambil dari pohon dan dibawa ke rumah kebun yang baru dibangun. Di bawah atapnya, sekotak papan kayu sederhana, diisi dengan rumput kering, dan sejak saat itu menjadi tempat jenazah. Ini adalah tahap kedua dari upacara pemakaman.

Pada kesempatan ini, kerabat orang yang meninggal berbicara dengan roh: "Kami telah menyiapkan tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk Anda, tinggal di sana, dan jangan datang ke dalam mimpi kami untuk menuntut balas dendam atas kematian Anda".

“Setelah beberapa tahun, rumah-rumah kebun ini lapuk dan runtuh. Kemudian, pada tahap ketiga upacara pemakaman, tengkorak dan tulang panjang dibawa ke tempat perlindungan batu dan dibaringkan di sana untuk istirahat terakhir. Dalam hal ini sisa-sisa orang mati dekat dengan yang hidup ketika mereka bekerja di kebun mereka,” ujar Schiefenhoevel.

Para lelaki Suku Eipo menurunkan mayat yang telang mengering mengalami mumifikasi alami. Mayat kemudian diletakkan dalam gubuk melewati beberapa proses ritual agar rohnya tak mengganggu. Dok. Wulf Schiefenhoevel

Setelah ajaran Kristen diimani Suku Ngalum dan Eipo, tradisi tersebut menghilang diganti dengan penguburan. Namun tradisi upacara yang mengiringi penguburan sejak zaman prasejarah itu masih dilakukan, seperti bernyanyi, meratap, dan tentu dengan lirik yang mengesankan. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

1 jam lalu

Kapolres Paniai AKBP Abdus Syukur. (ANTARA/Evarukdijati)
Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

Kapolres Paniai mengatakan, warga kampung Bibida yang sempat mengungsi saat baku tembak OPM dan TNI, sudah pulang ke rumah.


Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

4 jam lalu

Kabid Humas Polda Papua, Kombes. Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo. Dok Polda Papua
Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

Polda Papua menyatakan situasi di Kabupaten Paniai kembali aman paska penembakan OPM terhadap anggota TNI yang berpatroli.


Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

15 jam lalu

Panglima TPNPB Kodap VIII Intan Jaya Brigadir General Undius Kogeya bersama pasukannya. Sumber: TPNPB OPM
Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.


Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

16 jam lalu

Acara penandatanganan Kontrak Kerja sama Bantuan Hibah dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Jepang pada 1 Mei 2024, untuk proyek pengenalan, diseminasi, dan pelatihan penggunaan peralatan sederhana untuk mendorong proses produksi, pengolahan, dan penjualan guna meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Jepang di Jakarta
Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

Bantuan Jepang ini ditujukan untuk meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua


Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

20 jam lalu

Panglima TPNPB Kodap VIII Intan Jaya Brigadir General Undius Kogeya bersama pasukannya. Sumber: TPNPB OPM
Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

Masyarakat Intan Jaya, Papua Tengah, menolak permintaan TPNPB-OPM untuk meninggalkan kampung Pogapa, Intan Jaya, yang merupakan daerah konflik.


Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

21 jam lalu

Sebby Sambom. phaul-heger.blogspot.com
Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

TPNPB mengaku bertanggung jawab atas pembakaran sebuah gedung SD Inpres Pogapa di Distrik Homeyo, Intan Jaya, Papua


TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

23 jam lalu

Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Chandra Kurniawan. Foto: ANTARA/Evarukdijati
TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

Kodam XVII/Cenderawasih membenarkan ada serangan dari TPNPB kepada Satgas Yonif 527/BY yang sedang berpatroli di Kampung Bibida, Paniai, Papua


Dua Hari Serangan TPNPB, TNI-Polri akan Tambah Pasukan di Intan Jaya

1 hari lalu

Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri. (ANTARA/Evarukdijati/nbl).
Dua Hari Serangan TPNPB, TNI-Polri akan Tambah Pasukan di Intan Jaya

TNI-Polri akan kirim pasukan tambahan imbas serangan TPNPB pada 30 April dan 1 Mei 2023 di Intan Jaya


TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

1 hari lalu

Sebby Sambom. phaul-heger.blogspot.com
TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

TPNPB-OPM menyatakan menembak empat anggota aparat gabungan TNI-Polri. Penembakan itu terjadi pada Rabu, 1 Mei 2024. Keempat orang itu ditembak saat mereka sedang berpatroli.


Polres Yahukimo Tangkap 5 Tersangka Pembunuhan Bripda Oktavianus Buara, Polisi: Dua Masih Dikejar

1 hari lalu

Jenazah Bripda Oktovianus Buara yang ditemukan meninggal akibat dianiaya di Dekai tiba di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa 16 April 2024. (ANTARA/HO/Dok KP3 Bandara Sentani)
Polres Yahukimo Tangkap 5 Tersangka Pembunuhan Bripda Oktavianus Buara, Polisi: Dua Masih Dikejar

TPNPB-OPM menyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan seorang polisi Bripda Oktovianus Buara di Distrik Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan.