TEMPO.CO, Jakarta - Selama berminggu-minggu, Wang Yang telah menggunakan sepeda listrik tua untuk mengantarkan makanan dari restoran keluarganya. Di Kota Shenzhen, virus corona atau Covid-19 telah mereda amukannya. Dan Wang bisa memulai lagi usahanya, restoran yang mengkhususkan diri dalam masakan Cina Timur Laut, berupa kue, daging asap panggang, tahu, ayam panggang, dan asinan kubis dan hidangan mie nasi babi.
Dinukil dari Al Jazeera, sebelum wabah virus corona atau Covid-19, Wang biasa berada di belakang meja kasir atau membawa hidangan ke lima meja di restoran kecilnya. Restoran itu, jadi salah satu penghias Kota Shenzhen, dengan penduduk sekitar 20 juta orang di utara Hong Kong .
Tapi sejak Januari, kehidupan kotanya tak normal. Wabah virus corona di Cina membuat restorannya juga restoran-restoran lain yang tak terhitung di seluruh negeri, ditutup sejak akhir Januari. Disusul lockdown berikutnya untuk mencegah virus corona menyebar lebih luas.
"Kami terbuka untuk pelanggan makan malam sekarang," kata Wang setelah berminggu-minggu ketidakpastian. "Itu lambat, tapi setidaknya kami buka."
Saat ini, restoran fine dining belum boleh dibuka di Cina, kecuali di wilayah-wilayah zona rendah penularan virus, yang ditentukan oleh pemerintah. Dan saat situasi mereda, restoran-restoran itu kesulitan mengembalikannya pelanggan pada kondisi seperti semula.
Menurut Lembaga Penelitian Asosiasi Hotel China, 60 persen rantai restoran dan waralaba telah beroperasi penuh. Namun omset semua restoran melayang sekitar 30 persen pada pertengahan Maret, menurut laporan Xinhua, 13 Maret 2020.
Risiko Bangkrut
Penutupan paksa yang dimulai sejak Januari, membuat banyak restoran kecil dan menengah yang tidak didukung oleh rantai perusahaan nasional atau internasional, berisiko mengalami kebangkrutan, terutama jika pembatasan berlanjut hingga Maret atau lebih lama.
S&P Global China dalam laporannya pada 19 Februari 2020 lalu, memperkirakan penurunan signifikan omzet restoran di Cina pada Januari dan Februari. Lembaga riset itu memperkirakan pada kuartal pertama turun 55 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Aktivitas pekerja di dapur sebuah restoran di wilayah Xiushan, Chongqing, Cina barat daya, 27 Februari 2020. Xinhua/Liu Chan
Beberapa daerah di provinsi seperti Anhui, Jiangxi dan Jiangsu – untuk menghindari kebangkrutan – memberikan para pejabat 100 Yuan per orang, untuk membeli makanan di restoran. Hal tersebut dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat, untuk membeli makanan di restoran.
Salah satu restoran yang mengalami kebangkrutan adalah restoran mie berusia 28 tahun, yang tidak jauh dari restoran Wang. Sebelum wabah virus corona, restoran itu memiliki basis pelanggan lokal yang loyal.
Su berusia 50-an, pemilik restoran mie, yang ikut mengoperasikan restoran dengan suaminya, mengatakan kepada Al Jazeera, mangatakan pelanggannya tak sebanyak dulu lagi. Namun cukup melegakan, karena bisa menghasilkan uang lagi, “Situasi keuangan kami perlahan-lahan akan kembali normal," ujarnya.
Cina memberlakukan izin untuk membuka kembali restoran. Namun, perizinan restoran bisa keluar, harus melalui prosedur kesehatan yang rumit. Seperti memberikan masker kepada karyawan setiap empat jam, melakukan pemeriksaan suhu secara berkala, memastikan jarak aman antar meja, dan membersihkan semua pelanggan dari restoran setiap dua jam. Agar pegawai restoran bisa melakukan desinfeksi penuh di beberapa sudut restoran. Kondisi itu terbukti memberatkan bagi banyak restoran yang independen – yang tak memiliki jaringan atau rantai nasional atau internasional.
"Itu benar-benar hanya berhasil di lingkungan makanan cepat saji di mana ada pergantian tamu yang cepat," kata Sally Spika, yang ikut memiliki dan mengoperasikan Uberfood yang masih ditutup, sebuah restoran Barat kelas atas yang lebih kecil di kota Wuxi, Provinsi Jiangsu. Ia menjalankan restoran itu bersama suaminya Ralf, koki berbintang Michelin, sejak 2007.
Seorang pria menggunakan laptopnya setelah bersantap di sebuah restoran yang sepi pada jam makan siang, ketika negara itu dilanda wabah virus corona baru, di Beijing, Cina,Kamis, 6 Februari 2020. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
"Situasi sekarang pada dasarnya adalah kami pikir sedang bangkrut," kata Spika kepada Al Jazeera. "Hidup tidak akan kembali normal, kecuali kami dapat menemukan solusi, bisnis sudah selesai."
Menurut Spika, meskipun beberapa restoran sudah mulai buka di bagian lain Kota Wuxi, dia tidak berharap pelanggan akan kembali dalam jumlah seperti sedia kala. Suasana yang menakutkan, tidak mungkin kembali normal dalam sekejap, katanya.