TEMPO.CO, Yogyakarta - Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta atau PBTY yang berlangsung di Kampung Pecinan Ketandan, Yogyakarta, berlangsung mulai 2-8 Februari 2020. Salah satu yang paling menarik tentu kuliner peranakan.
Penyelenggara menyediakan 140 lebih stand kuliner yang bisa langsung ditemui begitu pengunjung masuk menuju Kampung Ketandan. Baik saat masuk dari gerbang utama depan atau dari arah jalan Malioboro, dari arah utara (Jalan Suryatmajan), timur (Hotel Melia) dan selatan (arah Pasar Beringharjo).
Salah satu titik kuliner yang diminati pengunjung adalah Madame Hoo yang menyediakan menu khas peranakan. Berlokasi cukup startegis persis di perempatan tengah Kampung Ketandan, warung dengan nuansa temaram lampion itu menyajikan menu Chinese food -- yang sebagian merupakan olahan daging ayam dan babi.
Di warung Madame Hoo itu, antara lain menyediakan menu ayam kluwak, pindang bandeng, siobak (olahan daging babi dengan kulit renyah), charsiu madu (babi panggang merah), laksa, juga angsio, rica, dan sate babi.
Harga makanan di warung peranakan itu cukup terjangkau. Mulai dari Rp5.000 hingga harga paket Rp50.000. Misalnya pembeli yang ingin mendapatkan menu lengkap bisa memilih menu nasi campur, yang terdiri dari nasi plus lauk beberapa potong siobak, charsiu madu, telur kecap dan sayur daun ketela dengan harga Rp38.000 per porsi.
Atau jika ingin puas menyantap siobak atau charsiu madu sepiring penuh, pembeli bisa memesan dengan harga Rp50.000 saja per porsi. Sedangkan untuk menu minuman yang cukup favorit berupa es kacang merah.
Untuk minuman itu, pembeli bisa memilig rasa original, matcha, coffee, red velvet, milky juga taro. Kacang merah dalam satu gelas jumbo, porsinya cukup melimpah dengan harga Rp20.000 per gelasnya.
Jika mau merogoh kocek lebih, bisa menikmati minuman es cendol kacang merah durian, dengan harga Rp25.000 per gelas jumbo.
Ada cukup banyak stan yang menyediakan menu peranakan di pekan budaya Tionghoa itu. Yang paling umum menyediakan penganan ringan seperti bakcang, berupa olahan daging ayam atau babi dengan campuran sayur yang dibungkus daun pisang.
Untuk kuliner ringan yang lumayan banyak diserbu tak lain choi pan yakni kudapan asal Kalimantan berbentuk mirip pastel. Isinya berupa bengkuang, talas, maupun kucai dengan campuran ebi atau udang kering.
Kudapan ini disediakan dalam bentuk kukus dan panggang, dengan harga antara lain Rp18.000 untuk lima biji choipan atau Rp40.000 untuk 10 biji choipan.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati kuliner di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, tak perlu bingung mencari lokasi makan. Pasalnya, panitia menyediakan peta seluruh stan di kampung itu. Termasuk juga keterangan mana stan atau lapak yang menyediakan menu olahan babi, dan mana yang tidak.
Ketua Umum Penyelenggara PBTY, Tri Kirana Muslidatun mengungkapkan, PBTY yang digelar setiap tahun ini merupakan rangkaian perayaan Imlek terpanjang di Indonesia. Karenanya diharapkan dapat meningkatkan citra pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Dalam merayakan Tahun Baru Imlek 2571 tersebut, tema yang diangkat adalah The Cultural Colours of Wonderful Indonesia,” ujarnya.
Menu nasi campur dan kacang merah di Warung Madame Hoo. Warung tersebut menjadi stan yang banyak diminati pengunjung dalam Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Tri menjelaskan PBTY adalah acara tahunan yang memungkinkan masyarakat lebih mengenal akulturasi seni budaya, “Tahun ini tidak hanya seni budaya Tionghoa saja, tetapi Indonesia. Bahkan 75 persen adalah budaya nusantara," ujar istri Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti itu.
Event PBTY di Kampung Ketandan ini diikuti 14 paguyuban Tionghoa dan menampilkan beragam acara, baik pertunjukan, bazar kuliner maupun pameran. "Tujuan kegiatan ini juga untuk mengedukasi masyarakat tentang budaya Tionghoa. Juga membangun toleransi di Yogyakarta, sehingga benar-benar menjadi city of tolerance," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO