Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Serunya Melihat Gajah Bertingkah di Tangkahan

Reporter

Editor

Rini Kustiani

image-gnews
Sejumlah wisatawan berfoto seusai memandikan gajah di sungai di Tangkahan, Labuhan, Sumatera Utara. Masing-masing gajah itu didampingi oleh pawang atau mahout. TEMPO | Mardiyah Chamim
Sejumlah wisatawan berfoto seusai memandikan gajah di sungai di Tangkahan, Labuhan, Sumatera Utara. Masing-masing gajah itu didampingi oleh pawang atau mahout. TEMPO | Mardiyah Chamim
Iklan

TEMPO.CO, Tangkahan - Tak ada kesenangan yang lebih misterius dibanding saat bertemu gajah. Inilah binatang yang disebut para ilmuwan sebagai salah satu yang paling pintar. Mereka konon memahami berbagai bahasa, kebersamaan komunal, rasa berkabung, dan terima kasih. Kulitnya tebal kelabu, langkahnya mantap anggun, belalai dan gading yang tumbuh puluhan tahun, semuanya seperti membawa jejak ajaib bumi dari masa purba.

Baca: Konflik Lawan Warga, 8 Gajah di Hutan Konservasi Lahat Dievakuasi

Akhir Maret 2019, saya berkesempatan bercengkrama dengan gajah, up close and personal. Di Tangkahan, alam yang bersahaja dan sekaligus menakjubkan.

Tangkahan, Labuhan, Sumatera Utara. Butuh tiga jam bermobil dari Medan menuju desa ini. Kami menginap di rumah tamu yang dikelola penduduk setempat, di sebelah kantor Elephant Conservation Response Unit (CRU) Tangkahan, pusat konservasi gajah. Hanya 200 meter dari penginapan, kawanan gajah bermain. Lauren Hardie, kawan kami yang sudah belasan kali berkunjung ke Tangkahan, mengingatkan, “Ketemu gajah memang seru. Tapi, sebetulnya ini hanya 20 persen keindahan Tangkahan. Its like the tip of iceberg.”

Pagi itu kami berdiri di pinggir sungai, menanti dengan penuh harap kedatangan para gajah. Mereka sedang bersiap memulai ritual pagi di kandangnya, di seberang sungai. Tap, tap, tap, tap, byurrr. Dari seberang sungai tampak rombongan gajah melangkah anggun menyeberang sungai. Saya deg-degan. Ini pertama kali saya bertemu gajah begitu dekat, biasanya cuma melihat gajah dalam kerangkeng di kadang kebun binatang. Tiap ekor gajah ditemani seorang pawang atau mahout, yang duduk santai di punggung gajah. Johni Rahman, seorang mahout, duduk di punggung Theo, gajah jantan, dengan meniup seruling. Pemandangan yang surreal.

Sampai di tepi sungai, para gajah memulai ritual pagi hari. Mahout berteriak dan mengarahkan kesembilan gajah yang jadi momongan mereka. “Pup dulu. Ayo, baris!”

Rombongan gajah mandi di sungai di Tangkahan, Labuhan, Sumatera Utara. TEMPO | Mardiyah Chamim

Theo, Agustin, Ardana, Yuni, Sari, Albertin, Olive, Eropa, dan Kristofer, nama-nama gajah ini. Eropa dan Kristofer, dua gajah balita, tak bisa diam. Mereka berdua berkejaran, menarik-narik batang pohon. Persis seperti anak balita. Butuh upaya ekstra untuk membuat gajah balita ini menuruti perintah. “Tapi, mereka binatang yang patuh dan pintar. Tak pernah mereka lupa pada instruksi kami,” kata Cece Suardana, salah satu mahout.

Adegan gajah BAB dan pipis pun tetap kami saksikan dengan gembira. Pengunjung yang aneh. Kami membahas betapa suburnya tanah yang dikaruniai sebaran tai gajah. “Baru kali ini saya happy lihat binatang pup, haha,” kata Lauren.

Baca juga: Perempuan India Rajut Sweater untuk Gajah yang Kedinginan

Beres urusan BAB para gajah, kesenangan pun dimulai. Theo, gajah jantan dewasa yang memimpin kawanan ini, masuk ke sungai. Gading panjangnya membawa aura commanding, “Hai, ayo ikuti saya.” Byurrr…! Gajah-gajah bermain di sungai. Eropa dan Kristofer berkejaran dan saling menyemburkan air lewat belalai. Lalu, para pawang memerintahkan mereka duduk dan tiduran di sungai. Mahout berteriak, “Theo, Agustin, Bertin, Sari, ayo tiduran!”

Begitu posisi para gajah sudah nyaman berbaring, barulah pengunjung bisa menyentuh dan memandikan gajah. Mahout membagikan sikat kepada kami. Tanpa sabun mandi, hehe. Sikat sudah cukup.

Saya memandikan Sari, satu dari tujuh gajah betina di Tangkahan. Mata Sari amat cantik. Bulu matanya lebat dan panjang berwarna biru. Guratan di lingkaran mata gajah berusia 35 tahun ini membuatnya tampak berkarakter. Bola matanya, coklat hitam, terasa dalam dan misterius. “Kalau lagi berahi, di atas matanya akan keluar cairan,” kata Suardana menjelaskan. “Nah, kalau sedang berahi, tamu nggak boleh mendekat. Bisa ngamuk dia.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kawanan gajah bersama pawangnya atau mahout. TEMPO | Mardiyah Chamim

Adalah Agustin, 50 tahun, gajah yang paling senior di Tangkahan. Bersama Medang (yang sudah meninggal beberapa tahun lalu), Agustin didatangkan dari Lhokseumawe, Aceh, pada 2003. Mereka berdua didatangkan atas permintaan masyarakat Tangkahan yang ingin beralih dari pusat pembalakan liar menuju desa ekowisata. “Kami minta dua ekor gajah, untuk membantu kami patroli, supaya pembalak hutan takut beraksi,” kata Juan Ika Sitepu, salah satu aktivis ekowisata di Tangkahan.

Pengelola Taman Nasional Gunung Leuser memenuhi permintaan ini dan mengirim Agustin dan Medang. “Saya ikut mengantar mereka dari Aceh, pakai truk,” kata Tejo Sudiono, mahout senior. “Gajah-gajah ini penurut banget. Mereka enggak repot disuruh naik truk untuk perjalanan jauh.”

Bagi banyak orang, persepsi yang terpatri di benak adalah gajah-gajah ini diselamatkan dari area konflik di Aceh, yang ketika itu berstatus Daerah Operasi Militer (DOM). Agustin dan Medang diselamatkan dari baku tembak yang saat itu kerap terjadi di tengah hutan. Para gajah ini diselamatkan dari ancaman kepunahan, populasi gajah Sumatera ini tinggal 1.500 di habitatnya.

Tapi, sesungguhnya yang terjadi tidaklah satu arah. Gajah dan penduduk Tangkahan saling menyelamatkan. “Tanpa gajah-gajah ini, kami mungkin masih akan terjebak pada illegal logging, masih terus menebang pohon. Mungkin sekarang hutan kami sudah nggak ada. Habis kami,” kata Ika Sitepu.

Agustin dan Medang kemudian diikuti dengan kedatangan gajah lain dari wilayah lain di Sumatera Utara. Satu per satu gajah datang, melengkapi keluarga besar CRU Tangkahan hingga kini jadi sembilan ekor. Ada lima bayi gajah lahir dalam sepuluh tahun terakhir. Kelahiran gajah adalah peristiwa besar yang disambut suka-cita para mahout. Maklum, butuh 22 bulan bagi ibu gajah untuk mengandung, dengan perawatan yang ekstra. Gajah yang hamil tak boleh dinaiki punggungnya, supaya tak menanggung beban berat.

Sayangnya, tiga di antara bayi gajah meninggal di usia balita. Mereka bernama Tangka, Namo, dan Amelia. “Kena virus herpes yang khusus menyerang gajah,” kata Tejo. “Penyakit ini belum ada obatnya. Pabrik obat malas memproduksi, mungkin karena enggak menguntungkan.” Kristofer dan Eropa, dua balita gajah, kini jadi kesayangan semua mahout di Tangkahan.

Saat ini para mahout sedang menanti kelahiran satu bayi lagi. “Sedang kami amati. Apakah Ardana atau Sari yang hamil, karena tak mudah juga memastikan kehamilan gajah,” kata Tejo. Setiap tiga bulan, para gajah ini menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk dengan memasukkan alat melalui dubur mereka. Baik untuk periksa kehamilan atau periksa kesehatan pencernaan karena sistem pencernaan gajah tergolong sensitif.

Waktu bercengkrama habis. Gajah-gajah harus kembali ke hutan. Bersama pawangnya, mereka akan berjalan menyusuri sungai dan hutan Tangkahan. “Saatnya berterima kasih pada para gajah. Silakan dibagikan makanannya,” kata para mahout. Pisang mentah dan potongan labu diangsurkan pada kami. Wow, rasanya luar biasa ketika pisang dan potongan labu itu berpindah dari tangan saya ke mulut dan belalai gajah. “Terima kasih, Sari. Terima kasih, Eropa, ini makanan kalian.”

Entah, apa yang dirasakan para gajah ini. Semoga mereka menikmati saat badan dan kepalanya disikat pawang amatir yang serba canggung ini. Semoga mereka menikmati pisang dan labu. Perlahan, mereka berjalan menuju sungai, hendak menyeberang ke kawasan hutan. Lalu, hei, Sari mengangkat belalainya dan byyuurrr…saya disemprot. Belalai itu kemudian mengelus pipi saya. Suardana berkata, “Ini cara Sari berterima kasih.”

Artikel lainnya: Waspada Naik Gajah, Penyakitnya Bisa Menular pada Manusia

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tak Cukup ke Kebun Binatang, Ini Tips Belajar Konservasi dari Medina Kamil

1 jam lalu

Outdoor Enthusiast, Medina Kamil, saat ditemui usai acara diskusi Muda-Mudi Konservasi di Sarinah, Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2024. Tempo/M. Faiz Zaki
Tak Cukup ke Kebun Binatang, Ini Tips Belajar Konservasi dari Medina Kamil

Medina Kamil hadir di acara diskusi Konservasi Muda-Mudi di Sarinah, Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2024.


Peduli Lingkungan ala Sustainbabes Valerie dan Veronika Krasnasari: Beli Jadi Pilihan Terakhir

2 jam lalu

Pendiri Sustainbabes, Valerie dan Veronica Twins (paling kiri dan tengah), saat mengisi acara diskusi Muda-Mudi Konservasi di Sarinah, Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2024. Valerie dan Veronika adalah model yang peduli isu lingkungan. Tempo/M. Faiz Zaki
Peduli Lingkungan ala Sustainbabes Valerie dan Veronika Krasnasari: Beli Jadi Pilihan Terakhir

Peduli lingkungan juga diterapkan dalam manajeman sampah di rumah keluarga model kembar pemilik akun sustainbabes di Instagram ini.


BRGM Rangkul Generasi Muda Hadapi Triple Planetary Crisis

5 hari lalu

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya didampingi Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Hartono, berfoto bersama peserta Youth Conservation Fest 2024 di Taman Nasional Kepulauan Seribu, pada 24 September 2024. Dok. BRGM
BRGM Rangkul Generasi Muda Hadapi Triple Planetary Crisis

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menggelar Youth Conservation Fest 2024 atau #YCFest2024 bertema Let's Fight Triple Planetary Crisis sebagai salah satu bentuk inisiatif untuk menghimpun semangat generasi muda dalam memerangi isu lingkungan serta upaya pelestariannya.


Dukung Program Konservasi, KKP Bangun Pondok Wisata di Aceh Besar

7 hari lalu

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumber DayaPesisir dan Laut (BPSPL) Padang membangun pondok wisata di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh pada September 2024. Dok. KKP
Dukung Program Konservasi, KKP Bangun Pondok Wisata di Aceh Besar

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, membangun pondok wisata di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh pada awal September lalu. Pembangunan pondok wisata ini menjadi bentuk apresiasi KKP terhadap keterlibatan masyarakat dalam mengelola kawasan konservasi di wilayah Aceh Besar.


Hakim Vonis Bebas Nyoman Sukena Pemelihara Landak Jawa dan Pulihkan Martabatnya

17 hari lalu

Terdakwa I Nyoman Sukena memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis, 19 September 2024. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu
Hakim Vonis Bebas Nyoman Sukena Pemelihara Landak Jawa dan Pulihkan Martabatnya

Nyoman Sukena, pemelihara empat ekor Landak Jawa, divonis bebas setelah didakwa melanggar UU tentang Konservasi


Harga Tiket Taman Bunga Nusantara 2024, Lokasi, dan Daya Tariknya

23 hari lalu

Wisatawan Taman Bunga Nusantara di Desa Kawungluwuk, Cianjur, Jawa Barat. Foto: Antaranews
Harga Tiket Taman Bunga Nusantara 2024, Lokasi, dan Daya Tariknya

Ketahui harga tiket Taman Bunga Nusantara, lokasi, dan daya tariknya. Suasananya yang sejuk juga menjadikan tempat ini cocok untuk healing.


Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

23 hari lalu

I Nyoman Sukena, 38 tahun, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Ia menjadi terdakwa karena memelihara empat ekor landak jawa (Hysterix Javanica) yang masuk dalam kategori hewan dilindungi. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu
Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan alasan pihaknya menuntut bebas pemelihara landak Jawa, Nyoman Sukena.


Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena yang Pelihara Landak Jawa

23 hari lalu

I Nyoman Sukena, 38 tahun, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Ia menjadi terdakwa karena memelihara empat ekor landak jawa (Hysterix Javanica) yang masuk dalam kategori hewan dilindungi. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu
Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena yang Pelihara Landak Jawa

JPU Kejati Bali menuntut bebas terdakwa I Nyoman Sukena, warga Badung, yang memelihara satwa dilindungi, Landak Jawa


Harga Tiket Kawah Putih 2024, Lokasi, dan Daya Tariknya

23 hari lalu

Asap membumbung dari hutan yang terbakar di sekitar obyek wisata Kawah Putih, Gunung Patuha, Kabupaten Bandung, Selasa, 8 Oktober 2019. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda destinasi unggulan di Jawa Barat tersebut. TEMPO/Prima mulia
Harga Tiket Kawah Putih 2024, Lokasi, dan Daya Tariknya

Berikut ini harga tiket Kawah Putih, lokasi, serta daya tariknya. Anda bisa melihat langsung danau kawah yang memiliki air berwarna putih kehijauan.


KKP Dorong Obligasi Terumbu Karang untuk Danai Konservasi

30 hari lalu

Sekretaris Ditjen Kelautan dan Ruang Laut, Kusdiantoro saat menjelaskan Inovasi pendanaan Coral Bond merupakan obligasi karang pertama di dunia setelah Rhino Bond tahun 2022 yang fokus pada biota terestrial. Dok. KKP
KKP Dorong Obligasi Terumbu Karang untuk Danai Konservasi

Obligasi terumbu karang menjadi alternatif pembiayaan tata kelola kawasan konservasi. Hasil kerja sama Bank Dunia beserta KKP, Bappenas, dan BPDLH.