TEMPO.CO, Probolinggo - Menjelang puncak perayaan Yadnya Kasada pada Rabu malam, 20 Juli 2016, penjualan paket wisata Bromo laris manis. Hal ini disampaikan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo Digdoyo Djamaluddin.
"Paket tur dari Yogya serta banyak travel tur wisata yang sudah jauh hari menjual tur wisata Kasada Bromo. Banyak di antaranya travel-travel besar," kata Yoyo—sapaan akrab Digdoyo—Selasa, 19 Juli 2016.
Yoyo mengatakan sebagian besar kamar hotel pun sudah dipesan biro-biro wisata sejak beberapa waktu lalu. "Kami memang bekerja sama dengan biro-biro perjalanan wisata dalam mempromosikan Bromo," ujarnya. Hingga Selasa siang, tingkat hunian hotel rata-rata mencapai 70 persen.
Di Kecamatan Sukapura, terdapat 14 hotel dengan jumlah kamar 394. Sedangkan jumlah homestay di Kecamatan Sukapura sebanyak 128, dengan jumlah kamar rata-rata di bawah lima unit. Sedangkan tarif hotel, karena tergolong peak season, naik 25 persen dari harga biasa. "Kemungkinan besar untuk hotel bakal habis dipesan. Kalau homestay, pasti ada kamar," katanya.
Menurut Yoyo, sejak beberapa hari sebelumnya, biro travel wisata sudah menghubungi hotel di kawasan Bromo ihwal jadwal kedatangan mereka. Sebagian besar di antaranya datang pada puncak perayaan Yadnya Kasada ini.
Yoyo mengatakan wisatawan kebanyakan berasal dari dalam negeri. "Sebagian besar ingin tahu ritual Kasada," ucapnya. Kendati demikian, kata Yoyo, turis mancanegara juga masih banyak yang datang, terutama dari Jerman, Belanda, dan Prancis. Okupansi hotel tercatat hingga Selasa siang sudah mencapai 70 persen.
Situasi erupsi Bromo yang terjadi dalam sepekan belakangan ini, kata Yoyo, tidak begitu berpengaruh. "Yang sudah booking hotel sudah diberi informasi, ‘Kalau Anda ingin tahu gunung yang sedang aktif, serta kepulan asapnya, momen saat inilah yang paling baik’," katanya. Sedangkan abu vulkanis Bromo baru tipis saja dirasakan di Ngadisari. "Abu banyak mengarah ke Malang."
Artinya, menurut Yoyo, situasi di sekitar Bromo masih normal-normal saja. "Masyarakat yang mau melaksanakan ritual dan ke kawah akan tetap naik ke kawah walaupun dilarang. Karena ini ritualnya masyarakat Tengger," ucapnya.
DAVID PRIYASIDHARTA