Dua pasang jawi lalu berpacu untuk jadi tercepat dan terkuat. Dipandu para joki yang memengang tali dan ekor binatang tersebut. Jawi-jawi itu menghentakkan kaki-kakinya di lintasan yang basah dan berlumpur.
Nampak sekali-kali air dan lumpur terciprat ke udara diterjang kaki-kaki sapi. Sang joki kadang sampai mengigit ekor jawi dan melecutinya untuk memberi semangat agar makin cepat berlari.
Sorak-sorai penonton bergema di tengah alunan musik talempong, puput dan gendang hingga acara pun makin meriah.
Lama pacuan tidak lebih dari satu menit dan beberapa kali dilaksanakan menampilkan puluhan pasangan jawi nan jokinya. Hingga akhirnya terpilih yang tercepat dan terkuat serta terbaik.
Yang tercepat, terkuat dan terbaik dianugerahi hadiah oleh panitia. Nilai jual sapi-sapi pemenang pun menjadi tinggi dan jauh lebih mahal dibanding sapi biasa.
Pacu jawi ini telah berlangsung di Tanah Datar sejak dulu, yang awalnya sebagai ungkapan rasa syukur setelah habis panen.
Kini tradisi itu telah menasional bahkan mendunia. Acara ini telah masuk agenda tetap pariwisata daerah itu dan sangat diminati wisatawan.
Ketua Pelaksana Pacu Jawi, Erizal Efendi mengemukakan acara ini sudah lima kali dilaksanakan.
Atraksi ini, menurut dia, merupakan permainan tradisional masyarakat lokal di empat kecamatan di Tanah Datar.
Pacu jawi dilaksanakan untuk mengisi masa setelah panen padi sampai musim bercocok tanam yang prosesinya dilaksanakan secara adat Minangkabau.
ANTARA