Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

image-gnews
Sejumlah warga mengikuti tradisi keramas bersama di bantaran Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten, Selasa, 21 Maret 2023. Tradisi keramas bersama tersebut sebagai simbol membersihkan diri menjelang Ramadan. ANTARA FOTO/Fauzan
Sejumlah warga mengikuti tradisi keramas bersama di bantaran Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten, Selasa, 21 Maret 2023. Tradisi keramas bersama tersebut sebagai simbol membersihkan diri menjelang Ramadan. ANTARA FOTO/Fauzan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Tidak hanya ritual ibadah, saat Ramadan, sejumlah tradisi unik juga kerap dilakukan masyarakat Indonesia. Berbagai tradisi khas ini juga ikut memeriahkan suasana. Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa tradisi unik di Semarang, Yogyakarta, dan sekitarnya: 

1. Padusan

Padusan adalah tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Awalnya, tradisi ini melibatkan mandi atau berendam sendirian di sumur-sumur atau sumber mata air yang terletak di tempat sepi sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadan. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, nilai-nilai dalam tradisi padusan mengalami perubahan.

Saat ini, tradisi padusan dilakukan secara berkelompok, di mana orang-orang mandi, keramas, atau berendam bersama-sama di satu mata air pada hari sebelum puasa Ramadan dimulai. Perubahan nilai ini membawa dampak lahirnya beberapa tempat wisata padusan yang terkenal, seperti Umbul Manten di Klaten dan Umbul Pajangan di Sleman.

2. Dugderan

Dugderan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Semarang sebagai bagian dari menyambut bulan suci Ramadan. Diketahui tradisi ini mencerminkan harmoni dari tiga etnis yang dominan menempati wilayah Semarang yakni Jawa, Tionghoa, dan Arab. Asal-usul kata ‘Dugderan’ berasal dari gabungan kata ‘dug’ yang merujuk pada bunyi bedug yang dipukul dan kata ‘der’ yang menunjukkan bunyi tembakan meriam. 

Tradisi ini diperkirakan telah berlangsung sejak abad ke-19 dan muncul karena perbedaan pendapat mengenai penentuan awal Ramadan. Untuk mempersatukan pandangan masyarakat, bedug ditaruh di Masjid Agung Kauman, sementara meriam ditembakkan di halaman kabupaten. Keduanya dibunyikan sebanyak tiga kali, kemudian diikuti dengan pengumuman awal puasa di masjid. 

Saat ini, perayaan Dugderan semakin meriah dengan banyaknya pedagang yang menjual berbagai jenis makanan, minuman, dan mainan. Selain itu, dalam acara Dugderan, terdapat ikon yang disebut ‘warak ngendhog’, yakni sebuah patung hewan berkaki empat (kambing) dengan kepala mirip naga. Ikon inilah yang menjadi simbol dari perpaduan budaya antar etnis yang ada di wilayah Semarang.

3. Sadranan

Sadranan atau nyadran pada awalnya merupakan tradisi dalam masyarakat Jawa yang  bermula sebagai budaya untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal. Seiring berjalannya waktu, Nyadran mengalami perkembangan menjadi adat dan tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. Nyadran mengalami perkembangan menjadi salah satu tradisi masyarakat Jawa menjelang kedatangan bulan suci Ramadan.

Kata “Nyadran”  berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Sraddha”, yang berarti keyakinan. Oleh karena itu, tradisi ini juga bertujuan untuk menyatakan rasa syukur secara bersama-sama dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang terdapat di suatu kelurahan atau desa. 

Sebagai sarana untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia sebelum memasuki bulan Ramadan, nyadran juga sekaligus sebagai pengingat bahwa manusia pada akhirnya akan mengalami kematian. Selain itu, tradisi ini juga merupakan sarana untuk melestarikan budaya gotong royong dalam masyarakat, serta menjaga keharmonisan antar tetangga melalui kegiatan kembul bujono atau makan bersama. 

Tradisi-tradisi menjelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta tidak hanya memperkaya budaya lokal, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan keagamaan di tengah masyarakat. Kehadiran bulan suci Ramadan tidak hanya dirayakan dengan ibadah, tetapi juga dengan kegiatan-kegiatan yang dapat memperkuat tali persaudaraan dan meningkatkan rasa kebersamaan di antara umat muslim dan masyarakat secara keseluruhan. 

SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | FANI RAMADANI | S. DIAN ANDRYANTO  

Pilihan Editor: Kunci Menentukan Awal Puasa Ramadhan

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Total Aset BFI Finance Indonesia Rp 24,2 Triliun per Kuartal I 2024

23 jam lalu

BFI Finance. Istimewa
Total Aset BFI Finance Indonesia Rp 24,2 Triliun per Kuartal I 2024

BFI Finance mencatat laba bersih terkumpul pada kuartal I sebesar Rp 361,4 miliar.


Gopay Salurkan Zakat dan Donasi Ramadan Rp 31 Miliar

2 hari lalu

Ilustrasi GoPay atau GoBills. TEMPO/Nufus Nita Hidayati
Gopay Salurkan Zakat dan Donasi Ramadan Rp 31 Miliar

Gopay menyalurkan zakat dan donasi dengan total Rp 31 miliar yang terkumpul selama Ramadan.


Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

3 hari lalu

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".


Melihat Alek Bakajang, Tradisi yang Mempererat Persaudaraan di Kabupaten Lima Puluh Kota

6 hari lalu

Kapal kajang terparkir di Sungai Mahat Gunung Malintang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra barat. Kapal ini disiapkan untuk perhelatan Alek Bakajang pada 13-17 April 2024. (TEMPO/Fachri Hamzah)
Melihat Alek Bakajang, Tradisi yang Mempererat Persaudaraan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Alek Bakajang diyakini masyarakat sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, biasanya dilaksanakan tiga hari setelah Idulfitri.


Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

7 hari lalu

Wan Chai, Hong Kong. Unsplash.com/Letian Zhang
Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni


Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

9 hari lalu

Warga berebut sesaji saat mengikuti prosesi Pesta Lomban di laut Jepara, Jepara, Jawa Tengah, Rabu 17 April 2024.  Pesta Lomban yang diadakan nelayan sepekan setelah Idul Fitri dengan melarung sesaji berupa kepala kerbau serta hasil bumi ke tengah laut itu sebagai bentuk syukur dan harapan para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dan keselamatan saat melaut. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.


Digelar Tujuh Hari, Tradisi Seblang Olehsari di Banyuwangi Dipadati Pengunjung

9 hari lalu

Penari Seblang mengenakan omprok (hiasan kepala) dari janur, daun pisang muda, dan hiasan bunga segar untuk menutup kepala dan wajah. Tradisi ini digelar 15-21 April 2024 (Diskominfo Kabupaten Banyuwangi)
Digelar Tujuh Hari, Tradisi Seblang Olehsari di Banyuwangi Dipadati Pengunjung

Seblang merupakan salah satu tradisi adat suku Osing di Banyuwangi dalam mengejawantahkan rasa syukurnya.


Mengintip Bakdo Sapi di Boyolali, Tradisi Nenek Moyang yang Digelar setiap Akhir Lebaran

9 hari lalu

Gunungan sayur-mayur dan ketupat menjadi bagian dari rangkaian acara Bakdo Sapi yang diadakan di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, 17 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Mengintip Bakdo Sapi di Boyolali, Tradisi Nenek Moyang yang Digelar setiap Akhir Lebaran

Tradisi Bakdo Sapi digelar di akhir perayaan Lebaran, bertepatan dengan kupatan atau syawalan


Rupiah Tergelincir, Analis: Perputaran Besar saat Ramadan dan Idul Fitri Tak Mampu Membendung Dolar AS

10 hari lalu

Karyawan menunjukkan uang pecahan 100 dolar Amerika di penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa 16 April 2024, Nilai tukar rupiah tercatat melemah hingga menembus level Rp16.200 per dolar Amerika Serikat (AS) setelah libur Lebaran 2024. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terjadi seiring dengan adanya sejumlah perkembangan global saat libur Lebaran. TEMPO/Tony Hartawan
Rupiah Tergelincir, Analis: Perputaran Besar saat Ramadan dan Idul Fitri Tak Mampu Membendung Dolar AS

Rupiah tergelincir 76 poin atau 0,47 persen menjadi Rp16.252 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.176 per dolar AS.


Aryaduta Menteng: Membagikan Kebahagiaan dan Kebersamaan dalam Momentum Ramadan

11 hari lalu

Manajemen Aryaduta Menteng berbuka puasa bersama anak-anak panti asuhan dari Yayasan Nurul Iman Jafariyah
Aryaduta Menteng: Membagikan Kebahagiaan dan Kebersamaan dalam Momentum Ramadan

Aryaduta Menteng tidak hanya menjadi sebuah hotel, tetapi juga sebuah tempat yang mampu menyatukan beragam kalangan untuk berbagi kebahagiaan.