Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bersantap Ala Bangsawan Jepang  

Editor

Isma Savitri

image-gnews
Botol sake Jepang tampilan dalam kabinet di pabrik pembuatan sake Nadagiku-Shozo di Himeji, Jepang, 16 November 2014. Buddhika Weerasinghe/Getty Images
Botol sake Jepang tampilan dalam kabinet di pabrik pembuatan sake Nadagiku-Shozo di Himeji, Jepang, 16 November 2014. Buddhika Weerasinghe/Getty Images
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Di satu malam pertengahan November lalu, kami diajak menikmati makan malam di Restoran Kitaohji Akasaka Saryo, yang berlokasi di pusat kota Chiyoda-ku, Tokyo. Menurut Hiroko Kaizuka, Deputi Direktur Senior divisi Media Internasional Kementrian Luar Negeri Jepang—sebagai pengundang—Kaiseki adalah cara tradisional bersantap kaum bangsawan zaman dulu.

Sejarah menyebutkan, masakan Kaiseki dikenal sejak zaman Kamamura (1185-1333) saat berkuasa di Jepang. Pada mulanya, ukuran porsinya kecil dan diperuntukan bagi para biksu yang menjalani latihan. Dalam perkembangannya, masakan ini menjadi makanan untuk resepsi atau jamuan makan resmi.  "Saat ini yang ditonjolkan dalam hidangan Kaiseki adalah seninya, meliputi keseimbangan rasa, tekstur, penampilan, dan warna," kata Hiroko.

Pada kesempatan itu, Hiroko mengajak kami menikmati sajian makan Kaiseki. Kami duduk mengelilingi meja makan berbentuk kotak dengan bantal tipis sebagai alas duduk yang disebut tatami. Setelah semua duduk dengan rapi, Hiroko berujar, "Dalam gaya makan Kaiseki ini silakan menikmati 13 jenis makanan yang akan tersaji di depan Anda." Kami pun melongo.

Bagaimana mungkin kami bisa menghabiskan 13 jenis makanan yang tersaji? Padahal, bagi masyarakat Jepang, tidak baik jika tidak menghabiskan makanan yang dihidangkan oleh tuan rumah. Benar saja. Tak lama datanglah makanan pembuka yang terdiri atas enam+ jenis makanan, yakni rebusan daun lobak, irisan ikan todak yang dipanggang dengan saus bawang, sushi sirip ikan, tiram rebus sake, sup kepiting, serta sup miso telur dari Kyoto.

Sebelum menyantap, Hiroko mengajak kami melakukan ritual sebelum makan yakni itadakimasu. Kedua tangan ditangkupkan di depan dada seperti sikap menyembah. "Ini penghormatan kita untuk makanan yang akan kita santap," katanya. Tak lama kami juga diajak bersulang (kanpai) dengan minuman yang kami pesan. Biasanya orang Jepang memilih sake atau ocha (teh hijau).

Dalam sekejap, makanan-makanan tadi langsung ludes dan tinggal menyisakan mangkuk atau piring keramik kosong. Maklum, porsinya memang kecil sehingga perut tak terasa penuh. Pramusaji berbaju kimono segera datang membawa hidangan utama. Yang pertama makanan berbahan segar atau sashimi (tuna, pink shrimp, Japanese sea bass). Dilanjutkan dengan makanan yang dipanggang atau grilled dish (local chicken grilled with miso), dan makanan yang digoreng atau fried dish (shrimp tempura).

Selanjutnya, hadir makanan di dalam mangkuk kecil (pot dish), yakni lobak dan ikan amberjack (Japanese radish and Japanese amberjack) serta hati ikan sungut ganda dengan saus ponzu (ankimo ponzu). Sajian utama terakhir adalah nasi yang dimasak bersama salmon dan kacang mede. (baca juga: Restoran Ini Menjual Kombinasi Sushi dan Steik)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah perut terasa kenyang dan badan enggan bergerak, datang es krim rasa teh hijau yang segar sebagai makanan penutup. Maklum, di Jepang, teh hijau tak hanya disajikan sebagai minuman saja. Rasanya sungguh ringan dan segar. (baca juga: Warna Cangkir Pengaruhi Rasa Minuman)

Sembari menikmati es krim, kami menghitung berapa lama menghabiskan waktu untuk menikmati makanan Kaiseki sambil berbincang akrab. Ternyata sudah 5 jam kami berada di restoran ini. Bersantap ala Kaiseki memang butuh waktu tak sebentar. Karena itu restoran di Jepang yang menyajikan gaya bersantap ini biasanya tak menerima pengunjung tanpa pemesanan.

Tak terasa es krim pun tandas. Datanglah saat perpisahan. Menurut Hiroko, karena orang Jepang makan di ruang tertutup, biasanya mereka meneriakkan yel-yel untuk menunjukkan saat berpisah. "Kalau kita mendengar sebuah ruangan meneriakkan yel-yel perpisahan, artinya sebentar lagi mereka akan keluar ruangan," ujar Hiroko sambil tersenyum. Kami pun melakukannya. Sayonara.

DA CANDRANINGRUM

Terpopuler:
Kamar Mandi Ini Bisa Bernyanyi 
Teh Hijau Lokal Juga Bisa Mencegah HIV 
Menangkal Kanker dengan Teh Hijau Lokal 
Interior Kantor Gereja Ini Dirancang Ceria 
Tetap Sehat Saat Liburan 
Obat Tulang, Tekan Risiko Kanker 
Resep Gingerbread, Hantaran Manis untuk Natal 
Masakan Rumahan di Galeri Seni Kolonial

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

2 jam lalu

Saycuan hotpot &bbq/Saycuan
Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

Menikmati kuliner hotpot dan bbq dari Sichuan, Cina


Jepang Kucurkan Rp4,7 Miliar untuk Bantu Dukung Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Narapidana Teroris di Nusakambangan

16 jam lalu

Dermaga Sodong yang menjadi pintu masuk menuju delapan lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap. ANTARA/Sumarwoto
Jepang Kucurkan Rp4,7 Miliar untuk Bantu Dukung Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Narapidana Teroris di Nusakambangan

Jepang berharap bisa memperkuat dukungan rehabilitasi yang tepat bagi para narapidana terorisme di Lapas Nusakambangan.


Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

16 jam lalu

Ilustrasi pelayanan restoran. Shutterstock
Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

Layanan kepada pelanggan di restoran dipandang sebagai bagian dari makanan yang telah dibayar, jadi tak mengharapkan tip.


Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Perjuangkan Pembuatan Produk Kuliner Khas Nusantara untuk Ekspor

1 hari lalu

Panitia menggelar konferensi pers Munas Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Indonesia (PPJI) 2024 di Hotel Alana Solo, Jawa Tengah, Selasa, 7 Mei 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Perjuangkan Pembuatan Produk Kuliner Khas Nusantara untuk Ekspor

PPJI berharap ke depan ada produk-produk kuliner jenis lainnya yang bisa diekspor seperti halnya rendang.


Top 3 Dunia; Gedung Putih Sebut Tel Aviv Siap-siap Serang Rafah

2 hari lalu

Warga Palestina memeriksa lokasi serangan Israel di sebuah rumah, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza 5 Mei 2024. REUTERS/Hatem Khaled
Top 3 Dunia; Gedung Putih Sebut Tel Aviv Siap-siap Serang Rafah

Top 3 dunia, di urutan pertama berita tentang Pemerintah Israel yang bersikukuh akan menyerang Rafah.


Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

3 hari lalu

Bendera Jepang dan Indonesia. Shutterstock
Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

Festival Hakata Dontaku adalah festival kesenian dan budaya terbesar di Fukuoka Jepang. Indonesia menampilkan angklung, tari Bali, dan tari Saman


Dubes RI Resmikan Pesantren Pertama NU di Jepang

3 hari lalu

Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi meresmikan pesantren pertama Nahdlatul Ulama (NU) yang berada di Kota Koga, Prefektur Ibaraki, Jepang, pada Jumat 3 Mei 2024. Kedubes RI di Jepang
Dubes RI Resmikan Pesantren Pertama NU di Jepang

Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi meresmikan pesantren pertama Nahdlatul Ulama (NU)


Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

4 hari lalu

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjalan melewati barisan tiang menuju Oval Office di Gedung Putih di Washington, AS, 13 Januari 2023. T.J. Kirkpatrick/Pool melalui REUTERS
Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.


Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

4 hari lalu

Kansai International Airport merupakan bandara pertama di Jepang yang dibangun di tengah laut di atas pulau buatan. Bandara Kansai sengaja dibangun jauh dari pemukiman untuk menghindari dampak kerusakan lingkungan yang akan timbul akibat aktivitas bandara, seperti polusi udara. jnto.org.au
Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

Mulai dari lokasi pembangunannya di pulau buatan sampai ancaman tenggelam, simak informasi menarik tentang Bandara Internasional Kansai Jepang.


Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

4 hari lalu

Presiden AS Joe Biden saat kunjungannya di Chavis Community Center di Raleigh, North Carolina, AS, 26 Maret 2024. REUTERS/Elizabeth Frant
Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.