Zona kedua terdapat dua balai adat yaitu balai adat Bodi Chaniago dan balai adat Koto Piliang. Di lokasi ini pengunjung bisa mempelajari rumah adat suku Bodi Chaniago dan rumah adat suku Koto Piliang.
Zona ketiga adalah medan terbuka lokasi perkemahan yang cukup luas dan terbuka untuk masyarakat, terutama untuk kegiatan pramuka.Salah satu kegiatan pramuka yang pernah dilaksankan di tempat itu adalah Jambore Budaya Internasional Negara Serumpun Indonesia Malaysia pada 2010 yang diikuti tiga ribu pramuka.
Zona keempat adalah kawasan ekowisata yang sedang dikembangkan ekowisata.
“Di lokasi ini kami akan membuat tangga seribu ke gunung bungsu (nama pebukitan di belakang istana), di atas gunung bungsu itu ada luhak raja (kolam) yang airnya tiga warna, di lokasi ini juga akan dibuat kegiatan outbound,” kata Marwan.
Marwan mengatakan, pemerintah Tanah Datar juga mengundang investor untuk membuat perkampungan Minang asli di lokasi ekowisata. Pemerintah setempat akan membangun pondok-pondok seperti di kampung, dinding kayu dan beratap ijuk. Tamu yang bermalam disediakan bahan makanan mentah dan akan memasak sendiri di dapur tradisional yang pakai kayu bakar. “Semua ini agar wisatawan yang datang tidak hanya berkunjung melihat Istana saja, tetapi juga bermalam dan menikmati suasana di Istano Pagaruyung, kita akan mencari investor untuk itu,” kata Marwan.
Saat ini Pemerintah Kabupaten Tanah Datar sedang menggodok Peraturan Daerah tarif masuk ke kawasan Istano Basa Pagaruyung. Direncanakan tiket masuk Rp 5 ribu untuk anak-anak, Rp 7 ribu untuk dewasa dan Rp 12 ribu untuk turis asing.
FEBRIANTI