Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penting Gak Penting Merawat Erfprin  

image-gnews
Seorang pengunjung mengamati Benteng Tolukko di Ternate Maluku Utara, (5/6). Benteng yang dibangun pada tahun 1540 oleh seorang panglima Portugis bernama Francisco Serao tersebut merupakani salah satu objek wisata  unggulan di Ternate disamping panorama bahari. ANTARA/Prasetyo Utomo
Seorang pengunjung mengamati Benteng Tolukko di Ternate Maluku Utara, (5/6). Benteng yang dibangun pada tahun 1540 oleh seorang panglima Portugis bernama Francisco Serao tersebut merupakani salah satu objek wisata unggulan di Ternate disamping panorama bahari. ANTARA/Prasetyo Utomo
Iklan

TEMPO.CO , Bangkalan: Mendengar kata benteng yang terkesan adalah bangunan kokoh. Tapi tidak dengan Benteng Erfprin. Benteng peninggalan Belanda yang terletak di Jalan KS Tubun, Kelurahan Pejagan, Kabupaten Bangkalan, ini tampak rapuh tak terurus.

Seluruh dindingnya ditumbuhi lelumut dan pada beberapa bagian bangunan mulai ambrol dimakan usia. “Kalau bukan bikinan Belanda, mungkin sudah roboh benteng ini,” kata Opik, seorang pegawai negeri Bangkalan yang mengantar Tempo mengunjungi situs bersejarah ini, Rabu, 18 September 2012.

Pintu masuk Benteng Erfprin yang dibangun di tanah seluas kurang lebih 1 hektare ini terletak di sebelah selatan. Saat masuk bau tak sedap langsung menyergap hidung. Untuk menyusuri bagian atas benteng ini, hanya ada satu-satunya tangga batu yang ditumbuhi rerumputan di bagian barat daya. Pada bagian ini ada menara intai dengan tiga lubang intai.

Di sisi barat laut Benteng Erfprin ada satu lagi menara intai. Tapi kondisinya lebih buruk dari menara pertama. Rupanya dari sisi barat laut bau tidak sedap tadi berasal. Sebagian lantai sudah dijadikan kandang ayam. Selain kandang, lahan benteng juga dijadikan kebun. Pohon nangka, pisang, mangga, papaya, jati hingga kelapa tumbuh subur dalam benteng.

Belanda juga melengkapi benteng ini dengan berbagai fasilitas. Di halaman bagian dalam benteng, ada kamar mandi dan WC yang masih berfungsi. Juga ada sebuah bangunan bentuk simetris dari utara ke selatan. Kini bangunan itu dijadikan rumah dinas anggota polisi. “Bahan dasar utama bangunan benteng ini campuran batu gamping, batu putih dan semen,” tutur Opik.

Menurut catatan Museum Cakraningrat Bangkalan, benteng belanda ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang Cagar Budaya baru Nomor 11 Tahun 2010.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi status ini tidak lantas membuat benteng terawat. Kepala Museum Cakraningrat Didik Wahyudi memperkirakan dengan banyak tumbuhan dalam benteng dalam tiga tahun mendatang sebagian dinding benteng yang masih utuh sampai saat ini akan runtuh. “Semakin besar pohon, semakin mengancam bangunan,” kata Didik kepada Tempo.

Mestinya, kata Didik, para penghuni rumah dalam benteng ikut melestarikan Benteng Erfprins. Bukannya malah merusak dengan menanami lahan benteng dengan pohon jati dan nangka. Ketidakpedulian itu selaras dengan minimnya dukungan dana perawatan cagar budaya dari pemerintah daerah Bangkalan. Didik mengaku sudah berulang kali mengusulkan dana perawatan benda cagar budaya sebesar Rp 130 juta. “Mungkin dianggap kurang penting, usulan selalu mentok,” katanya.
Ketika Tempo berkunjung ke Benteng Erfprins, permukiman dalam benteng sepi, Sunarto anggota polisi yang juga ketua RT dalam benteng sedang tidak di tempat.

Dari manakah nama Erfprin berasal? Dalam surat kearsipan Belanda yang ada di Museum Keratin Cakraningrat menyebutkan benteng ini dibangun Raja Willem 1 yang hidup antara 1817-1848. Raja ini memiliki dua anak. Pertama bernama Prins Van Oranye dan bergelar Raja Willem II pada 1840 dan kedua bernama Erfprins atau Willem III yang menjadi Raja pada tahun 1849. “Nama Erfprins yang dijadikan nama benteng karena dibangun waktu dia berkuasa,” tutur Didik.

MUSTHOFA BISRI

Berita lain:
Kemacetan Ancam Pariwisata Bali

Seniman Tiga Negara Ini Ngamen di Ullen Sentalu

Jak-Japan Matsuri Digelar Mulai 23 September 

Obyek Wisata Dieng Butuh Lahan Parkir Baru 

Yogyakarta Tuan Rumah Festival Seni Budaya Hindu

Dari Hulu ke Hilir, Festival Kopi Indonesia

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ada Gua Misterius di Tengah Jalur Jalan Lintas Selatan Yogyakarta, Ini yang Dilakukan Pemda

5 hari lalu

Temuan gua baru di tengah proyek JJLS Kabupaten Gunugkidul Yogyakarta. Dok.istimewa
Ada Gua Misterius di Tengah Jalur Jalan Lintas Selatan Yogyakarta, Ini yang Dilakukan Pemda

Dari kajian sementara, gua yang ditemukan di Gunungkidul Yogyakarta itu memiliki stalaktit dan stalagmit yang diperkirakan berusia ribuan tahun.


Jokowi Atur Ulang Tata Kelola Candi Borobudur, Terapkan Manajemen Destinasi Tunggal

38 hari lalu

Candi Borobudur. Foto: Canva
Jokowi Atur Ulang Tata Kelola Candi Borobudur, Terapkan Manajemen Destinasi Tunggal

Regulasi berlaku sejak diteken Presiden Jokowi pada 20 September 2024, untuk mengganti Keppres Nomor 1 Tahun 1992.


Belanda Kembalikan Lagi Ratusan Benda Rampasan Perang ke Indonesia

40 hari lalu

Perhiasan emas asal Bali hasil rampasan perang Belanda dikembalikan ke Indonesia di  Wereldmuseum Amsterdam, Belanda, 20 September 2024. Perhiasan itu berupa gelang dan hiasan rambut dari Badung dan seperangkat giwang dari Tabanan. Linawati Sidarto/Tempo
Belanda Kembalikan Lagi Ratusan Benda Rampasan Perang ke Indonesia

Pemerintah baru Belanda mengembalikan sejumlah benda hasil rampasan perang ke Indonesia, termasuk gelang emas dari Perang Puputan Badung.


Belanda Kembalikan 288 Benda Cagar Budaya Indonesia

41 hari lalu

Pita film dan sejumlah memorabilia dipamerkan
Belanda Kembalikan 288 Benda Cagar Budaya Indonesia

Indonesia dan Belanda menandatangani kesepakatan repatriasi atau pengembalian sebanyak 288 benda cagar budaya asal Indonesia


Sejarah Gereja Katedral Jakarta yang Dikunjungi Paus Fransiskus

57 hari lalu

Sorotan tata lampu berwarna terlihat saat perayaan ibadah misa malam Natal di bagian luar bangunan Gereja Katedral, Jakarta, Kamis 24 Desember 2020. Gereja Katedral memasang tata lampu dan ornamen pohon Natal di halaman gereja untuk memeriahkan perayaan Natal 2020. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Sejarah Gereja Katedral Jakarta yang Dikunjungi Paus Fransiskus

Dilansir dari laman resmi Gereja Katedral Jakarta, gereja Katolik pertama di Batavia diresmikan pada 1808 di sudut Lapangan Banteng.


Gereja Puhsarang di Kediri Resmi Menjadi Cagar Budaya Nasional

25 Agustus 2024

Gereja Puhsarang di Desa Puhsarang, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. ANTARA/ HO-Dokumen KITLV
Gereja Puhsarang di Kediri Resmi Menjadi Cagar Budaya Nasional

Kemendikbudristek tetapkan Gereja Puhsarang di Kediri, Jawa Timur, sebagai cagar budaya bidang struktur. Gereja tua ini warisan Belanda.


Akhir Pekan, Ada Festival Seribu Candi di Breksi Prambanan

24 Agustus 2024

Prajurit Bregada berjaga saat Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta Senin, 11 Maret 2023. Tempo/Pribadi Wicaksono
Akhir Pekan, Ada Festival Seribu Candi di Breksi Prambanan

Festival seribu candi di Prambanan mempromosikan cagar budaya yang yang ada di Kapanewon (kecamatan) Prambanan dan Perayaan keistimewaan


Berkunjung ke Pemakaman Belanda di Depok, Ada Kuburan Penggagas Rumah Sakit Tertua di Indonesia

15 Agustus 2024

Tombe Adolf van der Capellen, saah satu makam di pemakaman Belanda di Depok. TEMPO/Mila Novita
Berkunjung ke Pemakaman Belanda di Depok, Ada Kuburan Penggagas Rumah Sakit Tertua di Indonesia

Pemakaman yang berada di Jalan Kamboja, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, itu didirikan pada 1851 dan kini berstatus cagar budaya.


Daftar Tarif Baru Museum dan Cagar Budaya yang Dikelola Indonesian Heritage Agency

3 Agustus 2024

Pengunjung melihat samurai koleksi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta, Selasa,15 Agustus 2023. Museum yang sebelumnya merupakan kediaman perwira Jepang Laksamana Tadashi Maeda dan menjadi tempat perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI itu kini dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran sejarah bagi masyarakat tentang detik-detik Kemerdekaan Indonesia. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Daftar Tarif Baru Museum dan Cagar Budaya yang Dikelola Indonesian Heritage Agency

Indonesian Heritage Agency (IHA) memberlakukan penyesuaian tarif di 18 museum dan galeri serta 34 situs cagar budaya nasional yang dikelolanya terhitung mulai 1 Agustus 2024.


Alasan Indonesian Heritage Agency Lakukan Penyesuaian Tarif Museum dan Cagar Budaya per 1 Agustus

3 Agustus 2024

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk melestarikan batik adalah mengedukasi masyarakat melalui museum/Foto: Museum Batik
Alasan Indonesian Heritage Agency Lakukan Penyesuaian Tarif Museum dan Cagar Budaya per 1 Agustus

Indonesian Heritage Agency ingin museum dan cagar budaya yang dikelola tetap relevan, menarik, dan edukatif bagi semua pengunjung.