TEMPO Interaktif, Jakarta - Inilah catatan yang saya peroleh tentang Kepulauan Wakatobi. Penduduknya mencapai sekitar 100 ribu orang. Dahulu, kepulauan ini dikenal juga dengan nama Tukang Besi. Namun kemudian empat pulau utama di sana, yakni Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, menjadi nama bagi kepulauan itu: Wakatobi. Ini adalah akronim dari nama keempat pulau itu: Wa-Ka-To-Bi. Nama yang unik dan mudah diingat.
Sejak dulu, Wakatobi memang tersohor dengan area terumbu karang dan gugusan pulau karangnya yang luas. Bila diukur, luas area karangnya mencapai 90 ribu hektare atau sekitar 1,5 kali luas Kota Jakarta! Bukan hanya luas, tapi juga kaya.
Baca Juga:
Operation Wallacea, lembaga penelitian Inggris, menyebut Wakatobi menyimpan keanekaragaman biota laut terkaya di dunia yang mencapai 942 spesies ikan. Yang menakjubkan, 750 spesies karang dari 850 spesies yang ada di muka Bumi, hidup di kawasan ini.
Jelas, Wakatobi paling sempurna bila dibandingkan dua pusat terumbu karang lain di dunia. Laut Merah dengan 300 spesies atau Laut Karibia yang cuma 50 spesies. Wakatobi juga berada di kawasan segitiga karang dunia. Karena itulah perairan di sini sering dijuluki "pusat" atau "jantungnya" segitiga karang dunia.
Tak cuma itu, di Wakatobi juga terdapat atol atau pulau karang Kaledupa sepanjang 48 kilometer. Ini adalah gugusan pulau karang yang terpanjang di dunia. Sejak 1996, pemerintah meresmikan surga para penyelam ini menjadi Taman Nasional Wakatobi.
Hanya surga bagi mereka yang lihai menyelam? Cantiknya pemandangan dasar laut dengan air berwarna biru jernih yang tampak dari atas perahu, rupanya menggoda sang teman, fotografer media nasional terkemuka itu, untuk segera menikmati snorkeling di perairan antara Pulau Hoga dan Pulau Kaledupa.
Snorkeling adalah jawaban untuk menikmati keindahan surga itu. Jadi, tak perlu tabung oksigen, baju selam, fin atau sepatu katak, hanya bermodal kacamata snorkel--kacamata renang dengan selang menjulur ke atas--surga dasar laut sudah bisa dinikmati.
Snorkeling memang kegiatan "wajib" jika berkunjung ke Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Apalagi jika belum mahir menyelam, snorkeling tentu jadi pilihan. Seperti yang saya lakukan bersama beberapa teman dari Jakarta saat mengunjungi kepulauan yang bertetangga dengan Pulau Buton ini beberapa waktu lalu.
Di Wakatobi, meski hanya snorkeling, pemandangan yang bisa dinikmati tak kalah kerennya dengan menyelam hingga ke dasar. Saya bisa melihat indahnya karang berwarna-warni yang bergerombol di sana-sini.
Sementara anemon fish atau ikan badut bermain di sela-sela karang lembut anemon yang jadi tempat tinggal mereka. Wakatobi memang surganya terumbu karang. Tak heran jika begitu banyak jenis ikan yang hidup di sini.
Hoga Channel, tempat kami ber-snorkeling ria, adalah situs penyelaman di antara Pulau Hoga dan Kaledupa. Meski bukan pulau utama, Hoga adalah favorit penyelam profesional dalam dan luar negeri yang berkunjung ke sini.
Di pulau kecil ini terdapat “Marine Research Station” yang dikelola Operation Wallacea. Musim menyelam jatuh pada bulan Maret atau musim pendek dan bulan Juni-Agustus atau disebut musim panjang. “Di musim panjang, bisa ratusan tamu datang,” kata Asri, pengurus stasiun riset itu.
Mereka yang menginap di sini umumnya mahasiswa asal Eropa atau Amerika, yang bisa berminggu-minggu meneliti biota laut Wakatobi. Di pulau yang dipenuhi pepohonan rindang ini terdapat 200 penginapan sederhana dari kayu dengan sewa tak sampai Rp 100 ribu semalam per orang. Harga yang murah untuk kantong orang asing.
Selain Hoga Channel, ada 20 situs penyelaman tersebar di perairan Wakatobi. Beberapa di antaranya menjadi tempat favorit di kalangan penyelam. Di dekat Pulau Hoga ada situs “Pinnacle”. Di Kaledupa ada “Karang Kaledupa”, dan di Pulau Tomia ada “Mari Mabuk”.
Setiap situs ini punya keunikan. Karang Kaledupa, misalnya, menyimpan table coral (karang berbentuk meja) berukuran sebesar 2-3 meter. “Ini jarang dijumpai di dive site lain,” kata Cipto Aji Gunawan, seorang penyelam profesional.
Namun soal keindahan struktur karang, “Pinnacle” pusatnya. Di situs ini, karangnya bergunung-gunung sesuai namanya, Pinnacle atau "puncak." Lokasi ini juga menjadi habitat ikan barakuda yang jarang ditemui di tempat lain. Ikan berbentuk lonjong seperti peluru itu tergolong hewan laut tercepat. Di Pinnacle, ikan barakuda hidup bergerombol. “Hoga Channel” lain lagi. Di lokasi ini bisa dijumpai pygmy, kuda laut berukuran sangat kecil dengan bentuk yang unik.
DIMAS ADITYO