TEMPO Interaktif, Bandung - Alasan wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia sudah bergeser, tak lagi hanya mengisi waktu luang. ”Tren wisatawan itu mulai memperlihatkan dia berubah, dari tadinya berwisata karena ingin mengisi waktu luang, sekarang wisatawan mulai mengaitkan dengan hobi, gaya hidup, dan aspek petualangan,” kata Sekretaris Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayan dan Pariwisata Winarno Sudjas, hari ini.
Dia mencontohkan, Bandung yang memanfaatkan peluang itu sehingga saat ini kondisi pariwisatanya bisa disebut tengah booming. Selain karena kemudahan aksesnya, daya tarik Bandung menjual ”gaya hidup” yang diterjemahkan dalam bentuk wisata kuliner dan fashion.
Winarno mengatakan, tren perubahan itu juga terjadi di sejumlah negara lain. Dia mencontohkan, Thailand, Malaysia, dan Korea yang tengah berebut pasar wisatawan lanjut usia. ”Di beberapa negara besar ada kecenderungan mereka (para lansianya) ingin pindah tempat untuk menghabiskan sisa hidupnya,” katanya.
Sejumlah negara itu menawarkan sejumlah kemudahan untuk menjaring wisawatan lansia itu. Indonesia belum menggarapnya. Padahal, ada sejumlah kelebihan yang dimiliki Indonesia untuk ikut menggarap pasar itu, di antaranya, mayarakat yang beraneka ragam, biaya hidup yang murah, sifat gotong royong masyarakatnya.
Winarno mengatakan, masih ada sejumlah masalah yang dihadapi pariwisata Indonesia. Dia menyimpulkan, di antaranya obyek wisatanya cenderung monoton, minim pemeliharaan, kemasan, tidak ada sinergi dari sektor penyokongnya, serta cenderung birokratis.
Baca Juga:
Tak hanya itu, keanekaragaman potensi wisata yang dimiliki Indonesia menjadi satu masalah tersendiri. Dia mencontohkan, saking banyaknya ikon itu, Indonesia suit membuat ikon yang menjadi ciri khas yang merujuk Indonesia.
Saat ini wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia, 90 persennya dibawa oleh maskapai asing. ”Tamu yang datag itu, bukan dibawa pesawat dalam negeri, tapi dari maskapai luar negeri,” kata Winarno.
Ketergantungan pada maskapai asing itu, kadang merugikan. Dia mencontohkan, penerbangan maskapai asing menuju Indonesia yang tiba malam hari, merugikan industri wisata yang memasarkan paket wisata.
”Faktor flight carrier itu menentukan sekali, dia bisa masuk pagi gak, kalau bisa (wisatawan) langsung ke obyek, kalau datangnya malam, sama dengan menambah paket perjalanan 1 malam untuk tidak melihat apa-apa,” katanya.
Winarno mengatakan, tahun lalu, jumlah wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia jumlanya mencapai 7 juta orang. Dibandingkan sejumlah negara tetangga, angkanya masih terhitung kecil. Malaysia tahun yang sama dikunjung 17 juta orang wisawatan mancanegara, Singapura 17 juta orang, dan Thailand lebih dari 10 juta orang.
Wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia rata-rata lama tinggalnya hanya 8 hari. Mengutip data BPS, rata-rata pengeluaran mereka Rp 1 juta per hari per orangnya. ”Kalau kita lihat kawasan destinasi kita yang sedemikianb esar, harusnya lama tinggal lebih panjang,” katanya.
AHMAD FIKRI