TEMPO.CO, Yogyakarta - Intensitas hujan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kian meningkat memasuki akhir Oktober ini, tak terkecuali kawasan Gunung Merapi. Nyaris setiap hari puncak gunung berapi itu diguyur hujan lebat.
Hujan lebat di area puncak gunung ini tak hanya meningkatkan potensi banjir lahar dingin di sungai-sungai berhulu gunung yang dikelilingi empat kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Namun, sering kali hujan lebat kawasan puncak Merapi itu juga diikuti aktivitas luncuran awan panas.
Pada Senin, 21 Oktober 2024, hanya berselang satu jam, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta mengumunkan puncak dan lereng barat Gunung Merapi diselimuti hujan lebat mulai pukul 15.44 - 16.13 WIB, gunung itu mengeluarkan awan panas dua kali pada pukul 17.46 dan 17.55 WIB.
"Luncuran awan panas sore ini arahnya ke barat daya atau Kali Bebeng, estimasi jarak luncurnya 1.500 meter," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Agus Budi Santoso Senin.
Imbauan untuk Masyarakat
Masyarakat diimbau untuk menjauhi daerah bahaya yang direkomendasikan seiring fenomena itu.
"Tingkat aktivitas Gunung Merapi masih di level III atau Siaga," kata Agus.
Meski demikian, hujan di kawasan Gunung Merapi tidak serta merta diikuti kejadian awan panas. Pada Ahad, 20 Oktober 2024, misalnya, puncak dan lereng gunung itu juga diselimuti hujan yang teramati dari seputar Pos Babadan mulai siang hingga sore. Namun, tak teramati satu pun luncuran awan panas, melainkan puluhan guguran lava pijar.
"Pada Minggu kemarin teramati 32 kali guguran lava pijar Merapi ke arah Kali Bebeng dengan jarak luncur maksimum 1.700 meter," kata Agus.
Dengan naiknya intensitas hujan akhir Oktober di kawasan Merapi ini, masyarakat diminta mewaspadai potensi bahaya. Selain potensi bahaya guguran lava dan awan panas juga potensi banjir lahar dingin.
Pilihan Editor: Pantai Gesing Gunungkidul Dibangun jadi Pelabuhan Pendaratan Ikan Berbasis Pariwisata