TEMPO.CO, Jakarta - Dubai, Uni Emirat Arab, melewati sejarah yang panjang sebelum menjadi kota modern seperti saat ini. Namun, tak terbayang bahwa kota ini berawal di Dubai Creek, sungai berair asin yang membelah kota tersebut. Di situ terdapat sebuah lingkungan kuno yang lebih dari satu abad lalu dihuni para pendiri Dubai yang kini dijadikan Al Shindagha Museum.
Tempo bersama empat jurnalis dari Indonesia mengunjungi lingkungan kuno ini dalam perjalanan ke Dubai atas undangan Department of Economy and Tourism (DET) of Dubai pada Maret lalu.
Memasuki lingkungan ini, kami seolah diajak mengunjungi Dubai di masa lalu dengan budayanya yang kaya. Di sini juga ada Al Maktoum Residence, tempat tinggal para pemimpin Dubai pada 1912 hingga 1958.
Al Shindaga yang berada di kawasan Bur Dubai berisi rumah-rumah dari batu, pasir, dan kayu jati. Semua rumah tampak serupa. Bangunannya berbentuk kotak berwarna pasir dengan jendela-jendela dari kayu berwarna cokelat. Masing-masing rumah dipisahkan gang-gang sempit yang jalanannya terbuat dari paving block. Di beberapa area terdapat pohon-pohon besar dengan tanaman rumput berbunga merah muda yang sedang bermekaran.
Lorong kecil di antara rumah-rumah kuno di Al Shindagha Museum Dubai. TEMPO/Mila Novita
Satu-satunya bangunan yang tampak modern adalah kantor museum. Kantor ini memiliki dinding kaca gelap. Sebelum kami mengelilingi lingkungan bersejarah ini, kami memasuki bangunan itu untuk bertemu dengan pemandu kami, Bdoor. Perempuan muda Emirati itu mengajak kami berkeliling lingkungan sambil bercerita dalam bahasa Inggris.
"Kalian mau mengunjungi rumah yang mana?" dia bertanya. "Di sini ada sekitar 70 rumah," kata dia. Karena kami tak tahu mana yang paling menarik di antara puluhan rumah itu, akhirnya kami mengikuti arahannya.
Dubai Creek: Birth of a City
Bdoor mengajak kami ke rumah pertama, Dubai Creek: Birth of a City, yang memuat benda-benda bersejarah dari kehidupan awal masyarakat Dubai lebih dari satu abad lalu.
"Rumah ini terbuat dari coral stone dari Dubai Creek, disatukan dengan semen," kata dia sambil mengajak kami masuk ke rumah tradisional pertama.
Sebagian benda yang dipamerkan di Dubai Creek: Birth of a City, Al Shindagha, Dubai. TEMPO/Mila Novita
Di dalam rumah ini terdapat banyak benda-benda yang dulu digunakan masyarakat Emirati. Sebelum ditemukannya minyak bumi pada 1950-an, pekerjaan utama masyarakat Dubai pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah nelayan dan penyelam mutiara. Mutiara-mutiara mereka diekspor sampai ke Eropa. Di rumah ini, Bdoor memperlihatkan peralatan yang digunakan, beberapa hasil laut seperti ikan teri yang sudah dikeringkan dan mutiara.
Selain mata pencarian, di dalam rumah ini juga ada benda-benda yang digunakan sehari-hari seperti alat untuk mengangkut air sampai mainan kelereng dan gasing yang unik.
Meski di luar tampak kuno, bagian dalam rumah tampak modern. Untuk memperkanalkan beberapa jenis perahu yang digunakan, misalnya, mereka menggunakan multimedia. Tinggal pilih perahu di gambar, lalu layar akan menampilkan bagaimana perahu tersebut digunakan untk menangkap ikan atau mencari mutiara. Ada ruangan yang menampilkan video imersif tentang pembangunan Dubai dari masa ke masa.