TEMPO.CO, Jakarta - Meriam Si Jagur bukan nama yang asing bagi pecinta sejarah Jakarta. Meriam ini merupakan salah satu senjata yang direbut Belanda dari Portugis ketika berperang di Melaka pada 1641. Kini, meriam itu dipajang Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat.
Tsaniah Yaumil Rohmah, Tour Guide UPK Kota Tua, mengatakan bahwa dulu di dalam Museum Sejarah Jakarta karena bagian penting dari sejarah kota ini di masa kejayaan Vereenigde Oostindische Compagniecode atau VOC.
"Tapi sekarang dipindahkan (keluar) supaya bisa dilihat oleh banyak orang," kata dia saat memandu Walking Tour Ramadan bertema "Oud Batavia en Omstreken" di Kota Tua, Selasa, 2 April 2024.
Meriam Si Jagur punya nama lain, Kiai Setomo. Menurut laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Si Jagur merupakan salah satu dari tiga "meriam suci" bersama Ki Amuk di Banten dan Niai Setomi di Solo. Ki Amuk, kata Tsaniah, adalah pasangan Si Jagur yang disebut "perempuan".
Meriam ini dibuat antara 1625 dan 1634 oleh Manoel Tavares Bocarro di Macao, Cina, yang saat itu dikuasai Portugis, menurut K.C. Crueq, 1937. Panjang meriam ini 3.81 meter dengan beratnya 7.000 pon atau sekitar 3,2 ton. Dulu, meriam ini diletakkan di benteng Portugis di Melaka untuk memperkuat pertahanan mereka di sana. Di atas meriam ini terdapat tulisan "Ex Me Ipsa Renata Sum" yang berarti "aku diciptakan dari diriku sendiri."
Simbol tangan yang disalahartikan
Hal yang unik dari meriam ini adalah simbol di bagian belakangnya yang berbentuk tangan mengepal dengan ibu jari dijepit antara jari telujuk dan jari tengah. Tangan ini diperkirakan tangan perempuan karena ada gelang mutiara melingkar pada pergelangan yang menyembul dari lengan baju berbordir.
Simbol tangan sering kali dianggap cabul. Padahal, dalam bahasa Portugis, simbol ini disebut “mano figa” yang sering dipercaya dapat menangkal kejahatan atau juga untuk mengejek orang Belanda, musuh besar dari orang portugis.
Mitos kesuburan wanita
Meriam Si Jagur diletakkan di pinggir Taman Fatahillah, tepatnya di depan Gadung Jasindo. Pengunjung tak dapat menyentuhnya karena meriam ini dipagari.
Tsaniah menjelaskan sebelum dipagar, meriam ini banyak dinaiki orang, terutama wanita. Sebab, ada mitos yang muncul sejak abad ke-19 bahwa meriam ini membawa kesuburan.
"Ada mitos orang yang menaiki ini akan hamil, makanya dipagari supaya orang-orang tidak melanjutkan mitos ini," kata dia.
Tsania tidak menjelaskan asal-usul mitos ini. Namun, ada kemungkinan ini terkait dengan simbol tangan "mano figa". Di Roma kuno "mano" berarti "tangan", dan "fico" atau "figa" berarti buah ara, melambangkan “tangan buah ara” atau istilah slang untuk alat kelamin wanita. Simbol tersebut juga diketahui meniru hubungan heteroseksual.
Sejak 2010, meriam Si Jagur menjadi benda cagar budaya. Artinya benda ini dilindungi, seperti banyak bangunan tua sisa masa kejayaan Batavia di masa lalu yang ada di Kota Tua.
Pilihan Editor: Jalan-jalan ke Kota Tua, Jangan Lupa Singgah ke Lima Museum Ini