Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kebakaran di Gunung Penanggungan, Gunung Suci di Mojokerto dalam Prasasti Cunggrang dan Kisah Bujangga Manik

image-gnews
Gunung Penanggungan. TEMPO/Abdi Purmono
Gunung Penanggungan. TEMPO/Abdi Purmono
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Penanggungan, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur mengalami kebakaran pada Kamis, 2 November 2023. Kondisi api dikabarkan masih membara hingga Kamis malam hingga terlihat di Sidoarjo. 

Gunung Penanggungan banyak dikunjungi masyarakat, terutama para pendaki pemula untuk mencoba jalur pendakian yang cukup menantang. Selain itu, Gunung Penanggungan juga dikenal akan pemandangannya yang indah dengan puncak gunung yang akrab disebut Puncak Pawitra. Simak sejarah dan profil Gunung Penanggungan berikut.

Sejarah Gunung Penanggungan

Gunung Penanggungan memiliki ketinggian 1.653 mdpl. Gunung ini terletak di wilayah Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan. Gunung Penanggungan memiliki beberapa jalur pendakian. Tiga dari empat jalur pendakian tersebut terletak di Kecamatan Trawas, Mojokerto, yakni jalur Desa Tamiajeng, Kedungudi dan Jolotundo di Desa Seloliman.

Sedangkan, satu jalur pendakian terletak di Dusun Telogo, Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Mojokerto. Gunung Penanggungan juga cocok untuk pendaki pemula yang mulai ingin sedikit tantangan setelah melewati jalur Watu Jengger dan Gunung Pundak.

Puncak dari Gunung Penanggungan juga disebut Puncak Pawitra. Dilansir dari laman Kemendikbud RI, nama “Pawitra” yang mengacu pada Gunung Penanggungan ternyata sudah dikenal sejak abad ke-10 Masehi. Tertulis pada Prasasti Cunggrang yang ditemukan di Desa Sukci, Gempol, Pasuruan, di kaki sebelah timur Gunung Penanggungan.

Prasasti Cunggrang dikeluarkan oleh raja Mataram Kuno, Mpu Sindok, pada tahun 929 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan tentang keberadaan sebuah pertapaan dan sumber air di Pawitra. Sumber air dimaksud kemungkinan adalah pethirtaan (pemandian) Belahan saat ini, sekitar 4 kilometer dari Desa Sukci. 

Mengenai pertapaan yang disebutkan dalam Prasasti Cunggrang, ternyata juga dikenal pada masa Majapahit. Kitab Nagarakertagama, karya Mpu Prapanca, yang selesai ditulis pada 1365 menceritakan, penduduk desa setempat menyambut kedatangan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, ketika beliau mengunjungi pertapaan tersebut.

Dari Tanah Sunda, sebuah naskah yang ditulis pada tahun 1500 Masehi menyebutkan pula soal Gunung Pawitra. Naskah kuno tersebut mengisahkan tentang seorang pangeran dari Kerajaan Pakuan, bernama Bujangga Manik.

Ia meninggalkan keluarganya untuk menuntut ilmu di Jawa. Dalam perjalanannya ke arah timur, ia melewati kota Majapahit. Mendaki Gunung Pawitra, dan sekaligus berkunjung ke Gunung Gajahmungkur yang suci. Nama Gajahmungkur ini menggiring dugaan pada salah satu dari delapan bukit yang mengelilingi Gunung Penanggungan, yakni Bukit Gajahmungkur. 

Selain kisah Bujangga Manik tersebut, nama Gunung Penanggungan disinggung pula dalam naskah Babad Sangkala atau “Daftar Tahun Peristiwa Jawa”, dari masa kerajaan Mataram Islam. Babad Sangkala menyebutkan, pada1543 Masehi adalah tahun “kejatuhan” gunung keramat Penanggungan di bawah pengaruh kekuasaan Kesultanan Demak.

Memiliki situs purbakala terbanyak dan istimewa

Dibandingkan dengan gunung-gunung lain di dekatnya, yakni Gunung Welirang (3.156 m), Gunung Anjasmoro (3.339 m), dan Gunung Arjuno (2.277 m), Gunung Penanggungan memang gunung yang memiliki ketinggian puncak paling rendah. Namun, dari aspek sejarah-budaya, Gujung Penanggungan merupakan gunung yang terkaya. Gunung yang sangat istimewa dalam catatan sejarah kebudayaan Nusantara. Di kawasan Gunung Penanggungan sampai saat ini tercatat ada sekitar 130 lebih bangunan purbakala dalam bentuk punden berundak, gua pertapaan, gapura, serta pemandian dan jalan kuno. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jumlah tersebut belum termasuk ratusan atau bahkan ribuan artefak berupa pecahan benda-benda yang terbuat dari tanah liat bakar, mata uang logam, atau berbagai arca yang pernah ditemukan dan dilaporkan tertulis oleh orang- orang Belanda dulu. Sebagian dari tinggalan budaya Situs Gunung Penanggungan yang dulu pernah ditemukan, kini dapat dilihat sebagai koleksi di beberapa museum.

Keberadaan bangunan-bangunan kuno di lereng Gunung Penanggungan pertama kali muncul pada masa pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1900. Saat itu, temuan sejumlah arca dan batu berpahat angka tahun juga berhasil diselamatkan oleh bupati Mojokerto, R.A.A. Kromodjojo Adinegoro, kini tersimpan di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, Trowulan.

Menyusul berita penemuan tersebut, survei lapangan dilakukan secara intensif dari tahun 1935 sampai 1940, diprakarsai oleh ahli purbakala Belanda A. Gall dan W.F. Stutterheim. Hasilnya, tercatat ada 81 kepurbakalaan di Gunung Penanggungan. Hasil survey ini sayangnya tidak pernah diterbitkan sehingga dalam pendataan ulang yang dilakukan oleh Dinas Purbakala RI, pada 1951, tidak semuanya dapat ditemukan lagi. 

Bangunan purbakala pada Situs Gunung Penanggungan ditemukan mulai dari kaki hingga puncaknya. Situs tersebut tersebar di seluruh area Gunung Penanggungan itu sendiri dan di bukit-bukit yang mengelilinginya. Hingga saat ini, persebaran kepurbakalaan Gunung Penanggungan masih tercatat terkonsentrasi di sisi barat. Kebanyakan berupa bangunan berundak yang terbuat dari susunan batuan andesit. Ada yang dari balok-balok batu, tetapi ada juga bagiannya yang tersusun dari bongkahan batu-batu alam yang belum dikerjakan. 

Selain itu, ada yang berhias dan ada yang polos. Hiasan bangunan biasanya berupa pahatan relief cerita, tumbuh-tumbuhan, hewan, hiasan geometris, atau berbagai bentuk ornamen lainnya. Berdasarkan pahatan angka tahun dalam aksara dan bahasa Jawa Kuno yang terdapat pada beberapa bangunan di sana. Kepurbakalaan di seluruh Situs Gunung Penanggungan berasal dari rentang masa antara abad ke-10 hingga 16 Masehi.

Disebut sebagai Mahameru Suci

Bentuk unik Gunung Penanggungan dengan delapan buah bukit yang mengelilinginya, pada delapan penjuru arah mata angin menarik perhatian masyarakat di masa lalu. Mereka lantas beranggapan, Gunung Penanggungan merupakan Gunung Mahameru yang terdapat di Jambudwipa (India).

Menurut kosmologi Hindu-Buddha, Mahameru merupakan Gunung Suci sebagai pusat dari alam semesta. Selain itu, juga sebagai poros penghubung mikrokosmos (buana alit) dan makrokosmos (buana ageng). 

Puncak Mahameru diyakini sebagai tempat persemayaman Sang Jagatnatha, yakni pengatur jagat. Pada delapan penjuru di arah mata anginnya, tinggal sosok dewa-dewa tertentu yang menjaganya. Bentuk unik dari Gunung Penanggungan ini akhirnya disamakan dengan Mahameru.

Gunung Penanggungan akhirnya juga dianggap sebagai gunung suci, sehingga di Gunung Penanggungan banyak ditemukan bangunan suci yang diduga erat kaitannya dengan keagamaan.

Pilihan Editor: Menyusuri 8 Kalur Eksotis Gunung Penanggungan

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Taman Safari Prigen Luncurkan Wahana ATV Adventure, Sensasi Baru Menjelajah Kaki Gunung Arjuna

5 hari lalu

The Grand Taman Safari Prigen, Jawa Timur menyuguhkan wahana baru yaitu ATV Adventure. Pengunjung bisa merasakan berpetualang melintasi kaki Gunung Arjuna dengan mengendarai ATV off-road. Selain itu, pengunjung juga bisa melihat satwa liar yang ada di sana, salah satunya Shelly, gajah betina berusia 35 tahun. TEMPO/Adinda Jasmine
Taman Safari Prigen Luncurkan Wahana ATV Adventure, Sensasi Baru Menjelajah Kaki Gunung Arjuna

The Grand Taman Safari Prigen menghadirkan wahana ATV Adventure di kaki Gunung Arjuna. Pengunjung dapat menikmati petualangan seru dan beinteraksi dengan satwa liar.


PKS Dukung Ika Puspitasari serta Ikfina Fahmawati Maju Lagi sebagai Calon Wali Kota dan Bupati Mojokerto

10 hari lalu

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang memenangkan apresiasi kategori pariwisata berkarakter/Foto: Cantika/Ecka Pramita
PKS Dukung Ika Puspitasari serta Ikfina Fahmawati Maju Lagi sebagai Calon Wali Kota dan Bupati Mojokerto

PKS mendukung Ika Puspitasari (Ning Ita) sebagai cawali Mojokerto dan Ikfina Fahmawati sebagai bupati Mojokerto. Dua-duannya calon inkumben.


HUT Bhayangkara ke-78: Asal Usul Pasukan Elit Bhayangkara Era Majapahit di Bawah Komando Gajah Mada

25 hari lalu

Sejumlah helikopter Polri terbang melintasi patung Mahapatih Kerajaan Majapahit Gajahmada yang merupakan simbol cikal bakal pemimpin pasukan Bhayangkara yang dibentuk pada masa Kerajaan Mahapahit,  di sela-sela Upacara HUT Ke-76 Bhayangkara yang dipusatkan di Kampus Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 5 Juli 2022. ANTARA FOTO/Aji Styawan
HUT Bhayangkara ke-78: Asal Usul Pasukan Elit Bhayangkara Era Majapahit di Bawah Komando Gajah Mada

1 Juli sebagai HUT Bhayangkara atau hari jadi Polri. Asal usul pasukan elit Bhayangkara yang kondang pada era Majapahit dipimpin Gajah Mada.


Kasus-Kasus Kriminal Akibat Judi Online, Termasuk Polwan Bakar Suami dan Pembunuhan Ibu Kandung

32 hari lalu

Ilustrasi judi online. Pixlr Ai
Kasus-Kasus Kriminal Akibat Judi Online, Termasuk Polwan Bakar Suami dan Pembunuhan Ibu Kandung

Tindak kriminal akibat judi online terus terjadi. Pembunuhan pegawai koperasi di Sambas, Polwan bakar suami, dan anggota Densus 88 bunuh sopir taksi.


Asal Usul Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo

37 hari lalu

Masyarakat Suku Tengger  melarung kambing ke kawah Gunung Bromo dalam rangka perayaan Yadnya Kasada, Probolinggo, Jawa Timur, Selasa, 7 Juli 2020.Perayaan Yadnya Kasada merupakan bentuk ungkapan syukur dan penghormatan kepada leluhur masyarakat Suku Tengger dengan cara melarung sesaji berupa hasil bumi dan ternak ke kawah Gunung Bromo. ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Asal Usul Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo

Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo terkait dengan keturunan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang tinggal di pegunungan Bromo


Mengenal Makna Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo

37 hari lalu

Masyarakat suku Tengger melarung ayam ke kawah Gunung Bromo saat perayaan Yadnya Kasada di Probolinggo, Jawa Timur, 26 Juni 2021. Ritual ini tetap digelar di tengah pandemi Covid-19. Foto: Aris Novia Hidayat
Mengenal Makna Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo

Yadnya Kasada, ritual melarung hasil bumi di Gunung Bromo dilakukan sebagai ungkapan syukur terhadap sang pencipta atas nikmat yang diberikan.


Kasus Polwan Bakar Suami, Pengamat Pertanyakan Efektivitas Satgas Judi Online

42 hari lalu

Ilustrasi Judi Online (Tempo)
Kasus Polwan Bakar Suami, Pengamat Pertanyakan Efektivitas Satgas Judi Online

Menurut Pengamat Kepolisian dari ISESS, upaya pemberantasan judi online selama ini tidak disertai aksi yang sebenarnya.


Kasus Polwan Bakar Suami, Begini Kata Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

43 hari lalu

Kantor Polres Mojokerto, Jawa Timur. Dok: Polres Mojokerto.
Kasus Polwan Bakar Suami, Begini Kata Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Ketika ditanya akankah Kementerian PPPA memberikan pendampingan terhadap kasus polwan bakar suami, mereka menyatakan menunggu hasil penyidikan.


Budi Arie Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Lelaki, Dosen UGM: Berpotensi Memperkuat Bias Gender

44 hari lalu

Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, saat ditemui di agenda Google AI menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta, Senin, 3 Juni 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Budi Arie Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Lelaki, Dosen UGM: Berpotensi Memperkuat Bias Gender

Dosen UGM sebut pernyataan Menkominfo Budi Arie soal peremnpuan lebih kejam dari lelaki kasus Polwan bakar suami berpotensi memperkuat bias gender.


Kasus Polwan Bakar Suami, Briptu Fadhilatun Sempat Ancam Bakar Anaknya Jika Suami Tak Pulang

45 hari lalu

Anggota Polres Jombang Briptu Rian Dwi Wicaksono yang meninggal dunia akibat dibakar istrinya yang juga anggota Polwan. ANTARA/HO-Polres Jombang
Kasus Polwan Bakar Suami, Briptu Fadhilatun Sempat Ancam Bakar Anaknya Jika Suami Tak Pulang

Polwan tersangka pembakaran suami, Briptu Fadhilatun Nikmah memborgol suaminya sebelum menyiramkan bensin.